Pages

Labels

Friday, December 5, 2014

Sang Putri Menunggu Lamaran



Tidak perlu membayangkan secantik apa, karena “Sang Putri” yang dimaksud adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Kota Surakarta. Nama Putri Cempo diambil karena di kawasan tersebut terdapat situs pemakaman Putri Cempo. Sayangnya, keadaan makam Putri Cempo kurang terawat. Setali tiga uang dengan pengelolaan sampah TPA Putri Cempo.

Menempati lahan seluas 17 Ha, kawasan TPA Putri Cempo yang mulai beroperasi sejak 1987 diperkirakan secara teknis hanya akan bertahan sampai dengan tahun 2002. Nyatanya, sampai dengan saat ini setiap hari TPA Putri Cempo masih harus merelakan lahannya menjadi pembuangan akhir berpuluh-puluh truk sampah warga Kota Surakarta. Alhasil, lahan yang semula berjurang berubah menjadi berbukit, tentunya bukit sampah.

Tidak berbeda dengan keadaan TPA pada umumnya, sejauh mata memandang hanyalah bukit sampah yang dipenuhi lalat dan bau tak sedap. Maklum, rencana untuk mengelola sampah dengan menggunakan sistem sanitary landfill gagal berlanjut. Jadilah sampah ditimbun begitu saja dengan sistem open dumping. Lagi-lagi, masalah pendanaan yang menjadi kendala.

Akan tetapi Pemerintah Kota Surakarta tak kenal menyerah untuk memperbaiki keadaan. Sejak jaman walikota masih dijabat Joko Widodo, berbagai upaya dilakukan untuk menggaet swasta agar turut mengelola TPA. Hasilnya masih nihil sehingga ancaman TPA Putri Cempo mengalami overcapacity menjadi semakin nyata. Dan itu berarti, Pemerintah Kota Surakarta harus bersiap menghadapi permasalahan yang tidak kalah rumit: mencari lahan baru sebagai TPA pengganti.

Harapan kembali muncul seiring kajian yang dilakukan Bappenas pada tahun 2013. Kesimpulan kajian meekomendasikan pengelolaan sampah di TPA Putri Cempo diarahkan menjadi pembangkit tenaga listrik dengan sistem insinerasi. Menggunakan sistem ini, listrik akan dihasilkan dari pembakaran sampah di tungku yang dimanfaatkan untuk mendidihkan air menjadi uap sebagai penggerak turbin dan menghasilkan daya pada generator listrik. Jika hal itu terwujud, berbekal timbulan sampah sekitar 300 Ton/hari ditambah tumpukan sampah lama yang memenuhi TPA Putri Cempo, maka dapat dihasilkan listrik sebesar 6,5 megawatt per jam (MWh).

Pemerintah Kota Surakarta segera menyambut gagasan tersebut. Lelang pengelolaan sampah pun digelar pada awal tahun 2014. Hasilnya, karena sepi peminat lelang dinyatakan gagal. Kebijakan no tipping fee yang ditawarkan Pemerintah Kota Surakarta kepada swasta dituding sebagai penyebab kegagalan. Selama ini, pengelolaan sampah menggunakan sistem tipping fee, yaitu biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk pengelola sampah. Angkanya dihitung berdasarkan jumlah tonase sampah yang dikelola. Jika menggunakan sistem no tipping fee, berarti Pemerintah Kota Surakarta tidak mengeluarkan pembayaran sepeser pun kepada pihak swasta yang akan mengelola TPA Putri Cempo. 

Gagal lelang tidak menjadikan Pemerintah Kota Surakarta bergeming. Lelang kembali digelar menjelang akhir 2014. Tawaran yang diberikan kepada swasta tidak berubah, tetap no tipping fee. Pemerintah Kota Surakarta masih berkeyakinan proses lelang akan menghasilkan pemenang. Artinya, sistem no tipping fee juga menarik bagi sektor swasta untuk terlibat dalam pemanfaatan sampah menjadi pembangkit listrik. Beberapa alasan menjadi landasan keyakinan itu.
Pertama, faktor keamanan Kota Surakarta yang cukup kondusif akan menjadi daya tarik wilayah untuk mengundang investasi sektor swasta. Kedua, faktor kepemimpinan di Kota Surakarta yang telah berpengalaman memindahkan (relokasi) aktifitas masyarakat ke lokasi baru dengan tanpa gejolak sangat mendukung iklim investasi yang sehat. Ketiga, meskipun tanpa fee dari pemerintah, sektor swasta dapat menjadikan pemanfaatan sampah untuk pembangkit listrik di Kota Surakarta sebagai bukti kehandalan teknologi yang dimiliki. Jika berhasil, maka akan menjadi sarana promosi yang efektif untuk dapat melakukan ekspansi pasar, mereplikasi teknologi ke kota/kabupaten lain di seluruh Indonesia. Keempat, Pemerintah Kota Surakarta juga akan memberikan hak kepada pemenang lelang untuk mengelola lahan TPA untuk pemanfaatan lain, misalnya pembangunan jalur motor cros, dan lain sebagainya sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku. Kelima, listrik yang dihasilkan dapat langsung dinegosiasikan untuk dijual ke PLN mengingat jaringan listrik tegangan tinggi melintas di kawasan TPA Putri Cempo.

Sejauh ini proses berjalan cukup baik. Setidaknya, tiga konsorsium perusahaan telah menyatakan minat. Memang, proses untuk menghasilkan pemenang lelang belum selesai. Sang Putri masih harus menunggu proses lamaran. Semoga kali ini berjodoh.


@pakarbain

No comments:

Post a Comment