Pages

Labels

Thursday, May 28, 2015

Evaluasi Progress Hibah Compact, Bappenas Inginkan Hibah dapat Tepat Sasaran


Setelah memasuki era cabinet kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo, pihak Bappenas kembali meminta laporan kemajuan program hibah Compact MCC. Pihak Bappenas diwakili oleh staf khusus Menteri Bappenas, Eva Sundari dan asisten; PPK Satker Pengelola Hibah MCC, Hari Kristijo beserta beberapa staf Satker Pengelola Hibah MCC; serta pihak MCA-Indonesia yang diwakili oleh Bona Siahaan sebagai deputy CEO untuk Operations Support, Lukas Adhyakso, Deputy CEO untuk Program dan Sjahrial Loethan, Advisor CEO.  Laporan kemajuan ini disampaikan oleh MCA-Indonesia yang oleh Bona Siahaan di ruang Staff khusus menteri, Bappenas (5/5/2015).  Pihak MCA-Indonesia menerangkan kembali awal mula Indonesia menerima hibah Compact dan program-program yang ada didalamnya. Selain itu, dijelaskan juga cross cutting issue yang menjadi persyaratan dalam hibah compact.

Bona memulai penjelasan dari Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM). Proyek ini dikhususkan untuk mencegah anak pendek yang kini telah menjasi bagian dari focus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Sejalan dengan visi tersebut, Bona menjelaskan capaian yang telah diraih, para pihak yang terlibat, serta rencana hingga akhir proyek hibah Compact. Proyek ini mengadopsi proyek dari PNPM Generasi dan menambahkan 2 indikator dalam pelaksanaannya, yakni pengikuran antrophometri dan pola kunjungan Puskesmas. Salah satu yang menjadi perhatian Eva Sundari dari proyek yang dilaksanakan di 11 Provinsi, 32 Kabupaten dan 5400 desa adalah pengadaan mikronutrien taburia. Eva mengingatkan untuk dapat menekan produk impor dalam program taburia. Selain itu, Eva juga ingin mendapatkan gambaran di akhir program agar masyarakat penerima manfaat dapt diperoleh data individu sehingga suatu saat dalam sampel acak dapat benar-benar dibuktikan keberhasilan program skala rumah tangga, bukan saja angka populasi masyarakat yang berkunjung.
Proyek kedua yang ditampilkan adalah Proyek Modernisasi Pengadaan yang secara khusus bekerja-sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP). Pihak MCA-Indonesia menjelaskan bagaimana proyek ini dapat membantu menghemat pengeluaran pemerintah dengan banyak mereduksi biaya-biaya dalam proses pengadaan. Selain itu, proyek ini juga akan menghasilkan 500 tenaga professional yang akan khusus membidangi pengadaan. Proyek percontohan di 29 Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah akanmenjadi sebuah model pengembangan yang dapat di replikasi di ULP-ULP lain. Proyek ini juga dapat menjadi sebuah cara untuk memposisikan LKPP pada core business di bidang pengadaan secara professional. Sjahrial memeberikan keterangan bagaimana awal mula LKPP berdiri yang dimulai dari sebuah ULP di Bappenas. Eva menilai proyek ini menarik dan sesuai dengan misi pemerintah dalam government reform. Eva menginginkan agar proyek ini dapat menasionalisasi, tidak berhenti di 29 atau 60 ULP percontohan saja. Ia mencontohkan dengan semakin dekatnya Pilkada serentak yang dapat menginisiasi para calon kepala daerah untuk dapat berkomitmen memajukan sistem pengadaan di daerah melalui jalinan kerja sama MCA-Indonesia dengan Komisi Pemilihan Umum.

Proyek terakhir yang dipresentasikan adalah mengenai Proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity, GP). Porsi hibah terbesar ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan akan bahan bakar fossil dalam penyediaan tenaga listrik serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari. Bona menjelaskan saat ini sudah disusun jendela-jendela hibah dengan beberapa skema yang berbeda. Ada total 6 jendela  hibah yang dibuka, kecuali jendela hibah Pengetahuan hijau yang masih dalam pengembangan. Ada ratusan proposal yang telah masuk ke MCA-Indonesia. Dalam seleksi pemenang, MCA-Indonesia melakukan mekanisme penyaringan dengan membuat Investment Committee yang terdiri atas 5 orang professional. Dengan pola hibah yang besar dan para pemain di bidang energy yang besar juga, Eva mengingatkan untuk dapat secara proporsional memilih para penerima hibah dengan kriteria-kriteria yang menguntungkan untuk mesayarakat kecil, terutama di daerah. Meskipun masyaralat dapat menikmati listrik, namun diharapakan masyarlaat juga dapat memperoleh porsi kepemilikan sehingga dapat menjaga keberlanjutan proyek di daerah masing-masing. Dari sisi administrative, Eva mengingatkan agar pihal perwakilan MCC di Indonesia dapat memiliki peran yang lebih besar dalam alur persetujuan sebuah rencana program sehingga waktu jeda dalam proses seleksi atau keputusan dapat berjalan lebih singkat (MA). 

No comments:

Post a Comment