Melalui Pertemuan Pemangku Kepentingan Proyek Kemakmuran Hijau Provinsi NTT, MCA-Indonesia menyampaikan perkembangan pelaksanaaan skema hibah dan kegiatan Proyek Kemakmuran Hijau. Pada kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Sumba Sejahtera pada Selasa 9 Juni 2015 tersebut, MCA-Indonesia menjelaskan perkembangan masing-masing jendela hibah Kemakmuran Hijau: Hibah Kemitraan, Hibah Manajemen Sumber Daya Alam Berbasis Komunitas, Hibah Energi Terbarukan Skala Komersial maupun Berbasis Komunitas, dan Hibah Pengetahuan Hijau.
Khusus untuk Hibah Kemitraan
Kakao Lestari yang telah dilakukan penandatangan kontrak pelaksanaan kegiatan,
Kabupaten Sumba Barat Daya menjadi salah satu lokasi pelaksanaan kegiatan.
Sedangkan untuk Hibah Kemitraan dengan tema yang lebih luas, MCA-Indonesia
telah mengundang 36 pengusul yang lolos seleksi untuk mengirimkan proposal, dan
7 diantaranya memilih Provinsi NTT sebagai usulan lokasi proyek. Tema proyek
yang diusulkan adalah 4 proyek energi terbarukan, 2 proyek integrasi SDA dan
pertanian, dan 1 proyek pengelolaan SDA. Distribusi kabupaten di provinsi NTT
yang menjadi usulan lokasi proyek adalah 4 proyek di Sumba Timur, 5 proyek di
Sumba Tengah, 5 proyek di Sumba Barat, 5 proyek di Sumba Barat Daya, 2 Proyek
di Manggarai, dan masing-masing 1 Proyek di Manggarai Barat dan Sabu Raijua.
Pertemuan koordinasi tersebut
memang sudah ditunggu-tunggu oleh Tim Koordinasi dan pemangku kepentingan
Proyek Kemakmuran Hijau dari Kabupaten Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba
Tengah, dan Sumba Timur. Lambatnya tahap pelaksanaan proyek, tidak lancarnya penyampaian
informasi, dan kekurangjelasan peran Tim Koordinasi menjadi perhatian para
peserta MSF. “Kami terbuka untuk merumuskan dukungan Pemerintah Daerah secara
lebih konkrit, tapi jangan jadikan kami hanya sebagai penonton”, tegas Kepala
Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sumba Barat Daya, Ir. Nyoman Agus S, MT.
Senada dengan hal tersebut, Agus Malana dari Lembaga Pengkajian SDA Sumba Barat
dan Desta dari Yayasan Harapan Sumba menekankan pada kurangnya koordinasi para
pengusul yang diundang menyampaikan porposal dengan pelaku di tingkat lokal,
yang berisiko terhadap sustainabilitas pelaksanaan kegiatan.
Terhadap kondisi tersebut, dr.
Dominikus Mere dari Bappeda Provinsi NTT menekankan bahwa setiap kerjasama
dengan lembaga mitra pembangunan termasuk MCC, memang selalu ada mekanisme dan
pentahapan yang disepakati. Oleh karena itu yang penting adalah menjadikan
proses yang panjang tersebut sebagai bagian dari penguatan kapasitas Pemerintah
Daerah dan pemangku kepentingan lain di tingkat lokal. “Kuncinya adalah
koordinasi yang jelas antara MCA-Indonesia dengan Bappeda Provinsi maupun
Kabupaten”, tandas Domi.
Mewakili Satker Pengelola Hibah
MCC Bappenas, Arbain Nur Bawono menekankan pada kebutuhan untuk mensinkronkan
kegiatan Hibah Kemakmuran Hijau dengan prioritas perencanaan dan penganggaran pembangunan
yang telah dituangkan dalam RPJMD maing-masing Kabupaten. Proses pemilihan
pelaksana Hibah Kemakmuran Hijau sudah memasuki tahap akhir. Ibarat main bola,
jika sekarang telah terjadi 1 gol di Sumba Barat Daya melalui Hibah Kemitraan
Kakao Lestari, maka pada akhir tahun diharapkan tercipta gol-gol lain. Dan itu
berarti, akan disalurkan hibah untuk membiayai berbagai kegiatan di
kabupaten-kabupaten lain di Pulau Sumba. Oleh karena itu, koordinasi dengan
Pemerintah daerah maupun pemangku kepentingan lain harus diintensifkan.
Pengusul kegiatan yang diminta untuk meyiapkan Proposal pun harus berkoordinasi
dengan pelaku pembangunan di tingkat lokal, baik pada saat menyiapkan proposal
maupun jika nanti telah ditetapkan sebagai pelaksana penyaluran Hibah
Kemakmuran Hijau. Langkah itu diperlukan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan
mengurangi kemiskinan dengan menggerakkan pertumbuhan ekonomi lokal secara
berkelanjutan.
Menyadari pentingnya koordinasi
dan sinkronisasi dengan tujuan pembangunan daerah, MCA-Indonesia berjanji untuk
menjadikan Forum Pertemuan Pemangku Kepentingan sebagai agenda rutin, yang akan
dilaksanakan 3 atau 4 kali setahun. Yang lebih penting, jangan hanya sekadar
formalitas belaka, yang justru akan menempatkan Pemerintah Daerah, LSM lokal, dan
masyarakat hanya sebagai penonton ketika hibah sudah disalurkan (ANB/WP).
No comments:
Post a Comment