Pages

Labels

Wednesday, January 22, 2014

Program Compact Dorong Perempuan Pengusaha Lebih Berdaya




Peran perempuan pengusaha dalam dunia bisnis Indonesia kini tidak dapat dipandang sebelah mata. Banyak tokoh perempuan pengusaha yang menduduki top business leader yang cukup berpengaruh di Indonesia bahkan dunia. Program Compact melalui Program Gender melihat potensi perempuan pengusaha yang cukup maju untuk lebih mendorong banyak perempuan pengusaha lainnya untuk lebih memiliki peran serta dalam membangun dan mengembangkan roda perekonomian di Indonesia. Diskusi terkait peran perempuan pengusaha digelar MCA-Indonesia dengan tajuk Penguatan Kapasitas Perempuan Pengusaha dan Definisi Formalisasi Perusahaan yang Dimiliki Oleh Perempuan di Kantor LKPP Jakarta, Senin (20/01/2014). Dalam diskusi ini, banyak tokoh perempuan yang ikut aktif memberikan paparan dan sumbang pendapat antara lain organisasi perempuan pengusaha (IWAPI, HIPPI, APINDO), media, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Hukum dan HAM, Bappenas dan organisasi lainnya. 

Banyak program pemberdayaan perempuan telah dilakukan yang notabene mendorong perempuan untuk menjadi pengusaha yang mumpuni. Femina Group misalnya, memberikan apresiasi kepada perempuan pengusaha yang fokus pada Usaha Kecil Menengah (UKM) melalui Acara Wanita Wirausaha sejak tahun 2007. Hal lain yang dilakukan Femina Group dalam kapasitasnya sebagai media (fasilitator) dalam bentuk seminar, workshop, festival dan lomba. Editor in Chief Majalah Femina, Petty S. Fatimah mengungkapkan hal yang menjadi kelemahan perempuan pengusaha dalam mengembangkan usahanya antara lain, lack of knowledge, lack of network, lack of support dan access to funding. Kurangnya pengetahuan dan informasi mendalam pada perempuan pengusaha umumnya atas usaha yang sedang dijalankan menjadi salah satu kendala utama. Di sisi lain, jaringan yang dikembangkan masih sangat terbatas dan kurangnya dorongan dari keluarga terutama suami. Pola sosial budaya Indonesia masih sangat kental mempengaruhi ruang gerak perempuan pengusaha dalam menggeluti usahanya. Perempuan juga terkendala pada proses pengajuan dana usaha dibandingkan dengan laki-laki pengusaha. “Padahal perempuan pengusaha dapat lebih mengambil peran yang lebih besar dalam mengembangkan industri kreatif di tanah air dan merupakan salah satu peluang yang sangat potensial” ujar Dyah Anita Prihapsari, Ketua Umum DPP IWAPI.

Pemerintah mendorong penuh program pemberdayaan perempuan dan menempatkan perempuan pada posisi yang cukup signifikan. Salah satu contoh yang dikembangkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan adalah dibangunnya satu desa penghasil kue semprong yang cukup terkenal di Kendal, Jawa Timur. Pada Kementerian Hukum dan HAM, telah dibentuk Sub Direktorat yang khusus menangani urusan Perempuan dan Anak. Lain lagi dengan Kantor Direktorat Jenderal Pajak, 6% dari jumlah Pejabat Eselon 2 adalah Perempuan serta menempatkan lebih dari 30% perempuan untuk Pejabat Eselon 3 dan 4. 

Perempuan pengusaha dalam usahanya tercatat sebagai wajib pajak yang taat. 20% perempuan membayar pajak lebih besar daripada laki-laki. Pemerintah memberikan keleluasaan bagi perempuan yang telah menikah untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak sesuai dengan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU KUP. Kepala Pengkaji Bidang Pelayanan Dirjen Pajak, Neneng Euis Fatimah, menjelaskan implikasi dari  perempuan yang telah menikah yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri adalah perhitungan penghasilan kena pajak didasarkan pada penggabungan penghasilan netto milik perempuan menikah tersebut dengan milik suaminya. “Pajak yang terutang menjadi lebih besar apabila perempuan menikah tersebut hanya bekerja pada satu pemberi kerja atau penghasilan tersebut berasal dari pekerjaan tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya” jelas Neneng. Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak sedang merumuskan amandemen perpajakan yang memperimbangkan perempuan sebagai penyumbang pajak. Proses amandemen ini masih berlangsung dengan mempertimbangkan Undang-Undang lain yang berhubungan dengan perpajakan yang saling tumpang tindih.

 Jumlah perempuan pengusaha saat ini masih bervariasi jumlahnya. Ambil contoh, berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2012, 52,5 juta usaha kecil dan menengah 60 % dijalankan oleh perempuan. Survey sejenis juga banyak beredar yang agak sulit dijadikan sebagai tolok ukur standar. Definisi perempuan pengusaha juga masih belum jelas. “Adanya ketimpangan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Koperasi & UKM, dan BPS” kata Suryani SF Motik, Ketua Umum DPP HIPPI. Hal ini penting dalam mendorong kebijakan pemerintah dan institusi lainnya terhadap perempuan pengusaha. MCA-Indonesia kini sedang menggodok Gender Vendor Survey yang diantaranya meniliti seberapa besar peran perempuan pengusaha dalam mendorong perekonomian. Diharapkan Gender Vendor Survey yang dihasilkan kelak dapat memberikan sumbangan berarti dalam meningkatkan Program Gender di Indonesia. (LM/MA)

No comments:

Post a Comment