Pages

Labels

Tuesday, March 4, 2014

Satker Pengelola Hibah MCC Tinjau Sistem Pengadaan di Timur Indonesia




Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah kini menjadi sorotan publik. Pemerintah dituntut untuk menunjukkan transparansi dalam proses pengadaan yang menggunakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Program Compact melalui Proyek Modernisasi Pengadaan, memfokuskan kegiatannya pada penguatan Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan dukungan penuh pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), baik di tingkat pusat maupun daerah. Dalam implementasinya, Proyek Modernisasi Pengadaan memilih ULP melalui seleksi dan assessment terpadu untuk dijadikan ULP Percontohan yang kemudian akan dibina dan dikembangkan, termasuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia melalui program pendampingan dan pelatihan. Tentu saja dalam pelaksanannya, Proyek Modernisasi Pengadaan bersinergi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai lembaga pemerintah yang mempunyai otorisasi tertinggi dalam menangani sistem pengadaan di Indonesia.

Satker Pengelola Hibah MCC tertarik untuk mencermati proses pengadaan dan sistem yang diterapkan di wilayah Indonesia Timur dan berkesempatan mengunjungi Provinsi Maluku Utara. Provinsi Maluku Utara termasuk provinsi baru hasil pemekaran dari Provinsi Maluku yang resmi dikukuhkan tahun 1999. Sebagai provinsi yang memiliki 395 pulau besar dan kecil, kabupaten di bawah naungannya pun tersebar dalam gugusan pulau tersebut. Salah satu kabupaten yang disambangi Satker Pengelola Hibah MCC adalah Kabupaten Kepulauan Morotai. Di sana Satker Pengelola Hibah MCC bertemu dengan Asisten 1 Sekretariat Daerah Kepulauan Morotai, Kepala LPSE dan Ketua Pokja ULP untuk mendapatkan praktik terbaik terkait dengan penyelenggaraan sistem pengadaan. Dari diskusi singkat, Rabu (26/02/2014) diketahui bahwa Kabupaten Kepulauan Morotai termasuk salah satu wilayah akan dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus. Wilayah kabupaten ini sangat strategis sebagai jalur perdagangan di timur Indonesia, selain potensi alam yang kaya baik dari sektor pariwisata maupun pertambangan. ULP dan LPSE telah terbentuk walaupun masih belum dapat beroperasi secara maksimal. Berbagai kendala teknis menjadi dinamika dalam implementasi proses pengadaan seperti jaringan internet yang lemah, ruang kantor yang kurang memadai hingga kapasitas sumber daya manusia yang tidak bersertifikasi pengadaan. Walau demikian, diakui adanya efisiensi dari sisi anggaran dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Cerita yang berbeda didapat dari LPSE Kota Ternate. Satker Pengelola Hibah MCC terkesima ketika mengetahui bahwa LPSE Kota Ternate telah beroperasi secara full e-procurement sementara ULP masih dalam proses pembentukan. Dalam kunjungan ke Kantor LPSE Kota Ternate, Jumat (28/02/2014) Satker Pengelola Hibah MCC mendapat penjelasan rinci dari Sekretaris LPSE yang menyebutkan bahwa LPSE Kota Ternate menjadi tempat penitipan pelelangan dari berbagai kabupaten tetangga, seperti Kabupaten Halmahera Timur dan Halmahera Barat, bahkan dari instansi di luar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). LPSE Kota Ternate juga memperhatikan soal isu gender. Sebanyak 40% staf LPSE Kota Ternate adalah perempuan. Hal ini tentu sangat menggembirakan ketika perempuan mendapat porsi yang layak dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Berbeda dengan kabupaten tetangga yang minim dengan infrastruktur, LPSE Kota Ternate mempunyai fasilitas yang lengkap walaupun sederhana. Jaringan internet sudah mencapai 2 Mbps dan akan meningkat hingga 4 Mbps tahun 2014 ini. Perangkat hardware sudah cukup memadai walaupun ditempatkan di ruang kerja yang terbatas. Hambatan dan masalah juga tak lepas dalam proses kerja yang dijalankan. Kebutuhan akan peningkatan kompetensi sumber daya manusia sangat diperlukan untuk melengkapi sistem yang sudah mapan. Lagi-lagi hal ini terkait dengan minimnya anggaran pemerintah kota yang disediakan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Kunjungan Satker Pengelola Hibah MCC ke Provinsi Maluku Utara terasa lengkap dengan adanya pertemuan dengan dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Halmahera Utara. Sambutan hangat dari orang nomor dua ini sangat bermanfaat dalam menggali informasi untuk memperoleh pembelajaran terbaik tentang pembangunan secara keseluruhan di kabupaten yang kaya akan perkebunan kelapa dan pala. Ditemui di ruang kerjanya, Kamis (27/02/2014) Sang Sekda menjelaskan 78% wilayah Kabupaten Halmahera Utara adalah lautan yang notebene belum dikelola secara maksimal dan masih menggunakan cara tradisional. Kendati demikian, penghasilan utama rakyat berasal dari sektor pertanian. Hal ini terlihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), di mana sektor pertanian memberikan sumbangan terbesar setelah pertambangan dan pariwisata. Kabupaten Halmahera Utara memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 680 milyar yang merupakan jumlah terbesar di Provinsi Maluku Utara. Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara mempunyai empat prioritas yang menjadi fokus pembangunan yaitu pendekatan infrastruktur pada wilayah terisolir, layanan peningkatan kesehatan, layanan peningkatan sumber daya manusia dan terakhir layanan pemberdayaan masyarakat. Bupati Kabupaten Halmahera Utara seperti dijelaskan Sekda, selalu memberikan informasi kepada seluruh stakeholder terkait rencana dan capaian dalam satu tahun. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam menunjukkan transparansi pengelolaan keuangan daerah. Dari sisi pengadaan barang dan jasa pemerintah, ULP dan LPSE telah terbentuk sejak tahun 2011 dan direncanakan ke depan akan menerapkan full e-procurement. (LM/RA)

No comments:

Post a Comment