Pages

Labels

Monday, November 24, 2014

Sosialisasi Awal Draft MoU Proyek GP untuk Wilayah Sumatera Barat



Wilayah Sumatera Barat segera menjadi daerah kerja Proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity/GP) dalam waktu dekat. Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan memantapkan langkah untuk menyusun Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) bersama MCA-Indonesia. Dalam Workshop Persiapan Dokumen Nota Kesepahaman Proyek Kemakmuran Hijau Program Compact yang digelar di Kantor MCA-Indonesia, Senin (24/11/2014), perwakilan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan membedah awal draft Nota Kesepahaman tersebut. Workshop tersebut menjadi wadah sosialisasi pertama untuk ketiga daerah ini dalam mengenalkan bentuk kerjasama yang akan dijalin hingga tahun 2018. 

Nota Kesepahaman tersebut akan menjadi dokumen resmi yang mengikatkan kerjasama MCA-Indonesia dengan pemerintah daerah untuk Proyek Kemakmuran Hijau. Nota Kesepahaman ini juga menjadi bukti komitmen pemerintah daerah dalam mendukung implementasi Proyek Kemakmuran Hijau di wilayahnya masing-masing. Sama seperti Nota Kesepahaman yang telah ditandatangani dengan daerah lain sebelumnya, butir-butir dalam Nota Kesepahaman ini tetap sama dan bersifat mandatory. Mandatory utama dalam kerjasama ini dijelaskan oleh Direktur Legal MCA-Indonesia Rusdi Irwanto, adalah komitmen daerah untuk ikut mensukseskan implementasi Proyek Kemakmuran Hijau. Tapi ada yang menjadi pengecualian dalam penyusunan Nota Kesepahaman dengan ketiga daerah ini dan mungkin akan diberlakukan pada daerah lain. Dalam isi Pasal 4 tentang Persyaratan Lokasi Kegiatan Proyek Green Prosperity, dijelaskan pada Ayat 1 tentang wajibnya kabupaten untuk memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten yang sudah memperoleh persetujuan dari Kementerian Pekerjaan Umum. MCA-Indonesia sedianya ingin menambahkan pada ayat tersebut, untuk kabupaten memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang RTRW provinsi dan kabupaten. Namun hal ini disadari akan menjadi kendala bagi daerah yang belum memilikinya. Pada akhirnya, penambahan kata pada ayat ini akan disesuaikan dengan ketersediaan akan Perda tersebut. 

Pasal ini menjadi penting mengingat dalam Grant Agreement mensyaratkan daerah yang menjadi lokasi proyek harus terbebas dari konflik. “Wilayah kerja GP dipastikan tidak ada peluang konflik ke depannya, harus clean dan clear” jelas Sigit Widodo, Associate Director Participatory Land Use Planning (PLUP) MCA-Indonesia. Untuk itu, PLUP akan bekerja melakukan beberapa hal dalam mempersiapkannya, seperti pemetaan batas desa di sekitar lokasi poyek, pengumpulan data spasial di kabupaten, mengumpulkan informasi terkait perizinan dan memastikannya tidak tumpang tindih serta memperkuat tata ruang yang sudah ada. Nota Kesepahaman ini menjadi langkah awal bagi rangkaian kegiatan Proyek GP. Setahap setelah penandatangan Nota Kesepahaman, segera dilanjutkan dengan penyelenggaraan Multi Stakeholder Forum (MSF), kegiatan sosialisasi, pembentukan Tim Koordinasi dan puncaknya adalah implementasi proyek.

Menanggapi draft Nota Kesepahaman yang ditawarkan MCA-Indonesia, perwakilan ketiga daerah ini akan segera membahasnya dalam Badan Koordinasi Kerjasama di bawah Biro Perencanaan yang telah dibentuk di daerah. “Draft ini akan kami telaah bersama dengan Bagian Hukum” kata salah seorang perwakilan Bappeda Provinsi Sumatera Barat. Setelahnya, draft tersebut siap untuk dibawa pada kepala daerah masing-masing dan ditandatangani bersama dengan MCA-Indonesia. Menanggapi kekhawatiran perwakilan daerah akan kekuatan hukum Nota Kesepahaman, perwakilan Sekretariat Negara yang juga hadir dalam workshop menegaskan bahwa posisi Nota Kesepahaman ini sangat kuat. “Perjanjian ini sudah legal dan semua aman. Ini adalah perjanjian G to G antara Indonesia dan Amerika Serikat. Nota Kesepahaman ini sebagai pegangan bagi Pemerintah Daerah dan Pusat” kata Amri dari Sekretariat Negara. 

Tindak lanjut dari pertemuan ini menjadi penting. Pembahasan detil akan dilakukan awal Bulan Desember tahun ini di ketiga wilayah tersebut. Pembahasan nanti akan melibatkan jajaran Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, swasta dan pihak lain yang terkait. Nota Kesepahaman ini rencananya akan ditandatangani pada Bulan Januari 2015. “Jangan berhenti disini, mohon ditindaklanjuti dengan usulan-usulan real untuk segera diimplementasikan” kata Budi Kuncoro, Direktur Kemakmuran Hijau menutup pertemuan. (LM/MA)

Monday, November 17, 2014

Proyek Kemakmuran Hijau Undang Masyarakat Muaro Jambi di Jendela Kemitraan



Memasuki tahun kedua implementasi Proyek Kemakmuran Hijau, tim MCA-Indonesia kembali mengadakan sosialisasi pengajuan Expession of Interest (EOI) dalam bentuk concep paper. Bertempat di Gedung Pola, Kompleks Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi, MCA-Indonesia mengadaan acara pelatihan penulisan concept paper untuk Jendela Hibah Kemitraan, Selasa (11/11/2014). Acara ini dihadiri lebih dari 50 orang perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat, Pemerintah Daerah, swasta, MCA-Indonesia dan Satker Pengelola Hibah MCC. Hibah Kemitraan merupakan satu dari tiga jendela hibah yang dicanangkan MCA-Indonesia untuk Proyek Kemakmuran Hijau, selain Hibah Energi Terbarukan dan Hibah Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat.

Sektor unggulan Kabupaten Muaro Jambi berada pada bidang perkebunan, baik karet maupun sawit, sehingga Kabupaten Muaro Jambi siap dalam mensukseskan Program Hibah MCC. “Perhatian yang telah diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi untuk sektor perkebunan berupa penyediaan bibit, bantuan teknis penyuluhan kepada masyarakat dan bantuan untuk komoditas rendah lainnya seperti Kakao di 11 Kecamatan” pesan Sekretaris Daerah Muaro Jambi dalam sambutan yang dibacakan Staf Ahli Bupati Muaro Jambi, S. Abidin pada acara pembukaan. Sektor perikanan juga menjadi salah satu perhatian yang sedang dikembangkan, meliputi perikanan japung di sepanjang Sungai Batang Hari dengan komoditas unggulan dari jenis Nila dan Patin. 

Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi menyadari alokasi anggaran yang minim untuk dapat memberikan pelayanan listrik kepada masyarakat pedesaan. Adanya program pengembangan energi terbarukan yang digagas MCC melalui pengembangan POME dan Energi Surya, merupakan satu langkah yang sangat disambut gembira. Dengan ditandatangani nota kesepahaman antara Kabupaten Muaro Jambi dan MCA-Indonesia, maka seluruh aspirasi pengembangan kegiatan dengan tema yang didukung MCC telah dilakukan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui serangkaian diskusi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, Multi Stakeholder Forum dan kunjungan lapangan.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Bappeda Kabupaten Muaro Jambi tentang sebuah forum yang telah dilaksanakan sebagai bentuk dukungan nyata dari Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi. Forum tersebut bernama Forum Amanah Program Compact Kabupaten Muaro Jambi, berisi SKPD dan LSM yang bergerak di bidang lingkungan dan pemberdayaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Kepala Bappeda mengingatkan pentingnya forum ini sebagai sarana komunikasi dan menjalin kerja sama dalam mengelola dan menyususn ide kegiatan.

Pintu Hibah Kemitraan oleh MCA-Indonesia telah dibuka dan kegiatan hibah bersaing ini dapat segera digulirkan. Pemangku kepentingan (stakeholder) di Provinsi Jambi, khususnya Kabupaten Muaro Jambi diharapkan dapat memanfaatkan program ini demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

Hibah Kemitraan ini diarahkan pada pendanaan proyek-proyek bentang alam dan pengelolaan sumber daya alam terpadu atau proyek-proyek intensifikasi pertanian dan peningkatan produktivitas dalam rantai nilai komoditas yang ditargetkan. Proyek-proyek potensial dan rincian spesifiknya akan dijabarkan lebih lanjut dalam pengumuman-pengumuman tentang peluang proyek di masa mendatang. MCA-Indonesia akan mengimbangi dana mitra secara 1:1 atau kurang (pendanaan Fasilitas Kemakmuran Hijau tidak boleh melebihi 50% dari total biaya proyek). Mitra hibah diminta untuk menyediakan minimal USD 1 juta dari dana mereka sendiri untuk setiap proyek. Namun, MCA-Indonesia berhak untuk menyesuaikan bagiannya atau rasio dana pendampingnya untuk proyek-proyek tertentu. Hal ini akan diputuskan sesuai dengan keunggulan masing-masing proyek. Lebih jauh dijelaskan oleh perwakilan dari MCA-Indonesia, Ahmad Aditia dan Arief Setyadi serta nara sumber dari Intercafe IPB, Prof. Nunung Nuryartono. Penjelasan bahwa porsi 1:1 dalam Hibah Kemitraan bukan sebuah harga mati yang akhirnya dapat mengurungkan niat untuk memberikan ide concept paper. “Porsi pendanaan senilai minimal USD 1 juta bisa dibagi menjadi 25% dalam bentuk moneter dan sisanya dalam bentuk inkind” jelas Aditia. (MA/LM)

Saturday, November 8, 2014

Vandalisme atau Grafitti?


Coretan di dinding-dinding bangunan perkotaan merupakan sebuah fenomena sosial yang menarik di wilayah perkotaan. Seolah-olah dinding bangunan di perkotaan adalah sebuah kertas bersih yang siap diberikan pola coretan. Pada zaman perang kemerdekaan Indonesia, semboyan Merdeka atau Mati merupakan coretan yang menghiasi sebagian besar tembok bangunan di Jakarta dan kota-kota perjuangan lainnya.

Hal ini setidaknya juga banyak dijumpai pada banyak wilayah di Italia. Seakan menjadi hal yang mafhum, coretan di dinding menjadi bagian dari perkembangan kota. Mulai dari coretan dengan tuliasan bernada protes hingga ke lukisan mural yang indah, coretan ini menandai setiap kota. Bergantung pada selera dan cita rasa seni yang ada, kita dapat melihat kondisi ini sebagai sebuah vandalisme atau sebuah seni grafitti.
 
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, vandalisme diartikan sebagai perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya). Sedangkan grafitti oleh wikipedia diartikan sebagai coretan pada dinding atau permukaan di tempat-tempat umum atau tempat pribadi. Coretan tersebut, bentuknya bisa berupa seni, gambar atau hanya berupa kata-kata.

Banyak kota di dunia telah mengembangkan cara yang lebih bersahabat terhadap para “artis” lukisan liar ini. Misalnya di Philadelphia, Philadephia Anti-Graffiti Network (PAGN) yang tadinya sangat menentang seni ini akhirnya meciptakan sebuah program yang diberi nama Mural Arts Program pada tahun 1984. Program ini menyediakan tempat yang sangat layak, namun jika para artis tersebut membuat graffiti di luar wilayah tersebut, maka hukuman yang berat pun harus siap mereka terima. Demikian juga di kota New York. Pada tahun 2006, Pemerintah Kota New York melegalkan permintaan seni grafitti, namun dengan syarat para “artis” yang melakukan kegiatan tersebut harus berumur 21 tahun ke atas. (MA) 


Titisan Seni di Atas Hamparan Ladang



Bentang alam bagi sebagian anak-anak merupakan inspirasi umum dalam membuat sebuah karya gambar atau lukisan. Sawah dan ladang juga merupakan bagian dari bentang alam yang dibuat manusia. Melintasi perjalanan kereta api dari Jakarta menuju Bandung, tentu gambaran bentang alam dengan topografi khas perbukitan nampak indah dipandang mata. Begitupun pemandangan sepanjang jalan tol di Italia. Pemandangan khas pedesaan dengan bentang alam ladang dan perkebunan membentang luas memanjakan mata. Sebuah pemandangan yang beda dibandingkan petak persawahan. Hal yang nampak jelas adalah luasan setiap petak (patch) ladang yang dikelola. Tampak sangat luas dan jarang sekali berukuran kecil.

Untuk ukuran negara di Eropa, Iklim di Italia sangat beraneka ragam. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk semenanjung yang besar dan membujur yang sebagian besarnya bergunung-gunung. Di sebagian besar pedalaman utara dan tengah, iklim merentang dari subtropis basah sampai kontinental basah dan iklim lautan. Hal ini menyebabkan iklim di daerah tersebut menjadi ekstrim, beku di musim dingin dan terik di musim panas.


Wilayah pesisir dan sebagian besar Italia Selatan pada umumnya memiliki ciri khas iklim mediterania. Suhu rata-rata musim dingin bervariasi dari 0°C di Alpen sampai 12°C di Sisilia, sedangkan pada musim panas suhu bervariasi dari 20°C sampai 30°C atau lebih. Variasi ini terntu akan memberikan banyak potensi untuk pengembangan agrikultur di Italia. Sepanjang perjalanan dari kota Roma menuju Pisa, maka bentangan ladang akan banyak ditumbuhi oleh ladang gandum dan perkebunan olive (zaitun). Di beberapa tempat, dapat juga dijumpai perkebunan anggur. 

Meskipun musim dingin di wilayah tengah dan selatan tidak sampai bersalju, namun suhu di wilayah ini dapat mencapai 5-8oC. Kondisi ekstrim ini tidak memungkinkan untuk rumput dapat tumbuh dengan baik maupun ternak untuk keluar kandang. Secara turun temurun, masyarakat mensiasati dengan melakukan pemanenan jerami ataupun rumput kering sebagai bahan makanan ternak di musim dingin. Sebagian dari hasil panen rumput kering ini akan di jual juga ke daerah yang bersalju di musim dingin. Pemandangan hasil panen jerami merupakan pemandangan yang menarik. Gumpalan-gumpalan jerami kering membentuk pola tersendiri di atas hamparan ladang yang telah tercukur rapih. Gulungan jerami kering ini kemudian akan masuk kedalam gudang penyimpanan untuk keperluan mereka serta menunggu datangnya para pengumpul unuk kemudian dijual ke negara tetangga. (MA)

Monday, November 3, 2014

Negeri Seribu Pualam




Kejayaan Kerajaan Romawi di Eropa dapat kita saksikan dari megahnya bangunan-bangunan yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. Bangunan megah nampak dari bersihnya pilar-pilar marmer yang menjulang tinggi. Katedral-katedral besar menyiratkan pembuatan mahakarya seni dalam balutan nilai-nilai religi. Semuanya, sekali lagi terbuat dari bahan marmer atau batu pualam. Lalu darimanakah Bangsa Romawi mendapatkan gagasan untuk membuat semua itu dari pualam?

Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan dari batuan asalnya yaitu batukapur. Pengaruh temperatur dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen akan menyebabkan terjadinya kristalisasi kembali pada batuan tersebut. Kandungan mineral yang ada dalam marmer adalah mineral kalsit dengan kandungan mineral minor lainya seperti kuarsa, mika, klhorit, tremolit dan silikat lainnya seperti graphit, hematit, dan limonit. Nilai komersil marmer bergantung kepada warna dan tekstur. Marmer mencerminkan sebuah kemewahan. Nilai marmer dengan berkualitas sangat tinggi adalah marmer yang berwarna putih sangat jernih, sebab kandungan kalsitnya lebih besar dari 90%. Variasi warna dan corak pada marmer dihasilkan dari kandungan materi ikutan atau pengotornya. Marmer abu-abu berasal dari grapit pada batuan tersebut, sedangkan merah muda dan merah akibat adanya kandungan hematit, kuning dan krem sebagai pengaruh dari kandungan limonit. 

Marmer merupakan bahan galian yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat luas. Bahan galian ini mempunyai nilai jual tinggi karena rona indah, artistik dan aspek kuat tekan dan geser yang tinggi. Penggunaan marmer biasanya untuk meja, tegel, hiasan dinding, pelengkapan rumah tangga sepeti guci, lampu hias dan lainnya. Sejak zaman dahulu, marmer sudah memiliki pasar yang baik, sehingga perburuan ke lokasi-lokasi penghasil marmer pun cukup tinggi. Italia merupakan negara pengahasil marmer yang sangat terkenal di dunia, walaupun pada kenyataannya bahan baku marmer itu sendiri bukan asli dari Italia. Banyak negara mengirimkannya terlebih dahulu ke Italia. Marmer tersebut diproses untuk kemudian dikemas sedemikian rupa lalu dipasarkan dengan merek Italia. Fenomena ini dapat juga kita lihat di Indonesia, dimana penjualan marmer atau keramik berkualitas selalu disandingkan dengan produsen Italia.

Kekayaan alam Italia dapat direpresentasikan oleh Pegunungan Alpen Apuan, di Tuscany. Wilayah ini terletak di Italia bagian tengah-utara. Pegunungan Alpen di Tuscany merupakan daerah dengan struktur geologis yang unik, karena dapat dikatakan pegunungan di sini terbuat dari marmer. Tidak ada tempat lain di dunia yang mengandung sejumlah besar bahan yang bernilai tinggi ini. Bangsa Romawi kuno memanfaatkan batu-batu setempat untuk bangunan dan karya seni pahat. Daerah penghasil marmer putih lainnya adalah dari daerah Carrara. Bahan baku marmer daerah ini sangat terkenal sebagai bahan baku pembuat patung yang berkualitas. Konon, pada abad ke-16, Michelangelo datang ke Carrara untuk memilih berbongkah-bongkah marmer yang halus dan tanpa guratan atau cacat sedikit pun yang kemudian ia pahat menjadi patung-patung dan ornamen yang sangat monumental. 

Proses penambangan marmer di wilayah Tuscany masih terlihat hingga kini. Di antara rimbunnya vegetasi pinus dan cemara Pegunungan Alpen, tampak quarry batukapur dengan stripping dari open mining bekas garukan escavator. Seperti halnya di Indonesia (Citatah, Jawa Barat), quarry batukapur selain diambil marmer terbaiknya, juga menjadi bahan yang digunakan untuk industri semen. Tampak tidak jauh dari lokasi tambang terbuka tersebut, terdapat crusher dan pabrik pengolahan semen. Namun satu hal yang patut dipelajari dari lokasi penambangan ini, alam sekitarnya masih terjaga dan minim gangguan. Keadaan ini sangat kontras dengan quarry limestone yang ada di Indonesia, seperti di wilayah Palimanan dan Citatah, dimana dampak sebaran debu dari aktivitas tersebut terlihat dari putihnya genting rumah warga. Semoga tak lama lagi, kita segera melihat pembaruan sistem dan regulasi penambangan quarry limestone di Indonesia. (MA)

Geliat Kemandirian Energi Terbarukan di Negeri Pizza



Isu energi dan penggunaan energi bersih untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini menjadi semakin penting. Bukan lantas menjadi sebuah semboyan saja, namun di Italia, implementasinya sangat nyata dan dekat. Hal ini setidaknya dapat disaksikan pada sepanjang jalan di hamparan persawahan dan peternakan. Sangat mudah dijumpai rumah dengan menggunakan instalasi panel surya, ataupun ladang pemanenan energi surya. Dilihat dari kapasitasnya, kemungkinan sistem yang digunakan masih bersifat individu atau komunal kecil, bukan berupa industri masif pemanenaan energi listrik dari surya.

Dikutip dari Laporan Perhimpunan Energi Angin Dunia, February 2011, dalam dasawarsa terakhir, Italia telah menjadi salah satu produsen energi terbarukan terkemuka dunia, menempati peringkat terbesar ke-4 dunia dalam hal kapasitas energi surya terpasang dan pemilik kapasitas energi angin terbesar ke-6 di dunia pada tahun 2010. Energi-energi terbarukan kini menyumbang kira-kira 12% konsumsi energi akhir dan primer total di Italia, dengan sebaran sasaran masa depan sebesar 17% untuk tahun 2020. 

Tentu menjadi sebuah pertanyaan besar mengapa masyarakat di Italia mau untuk berupaya memenuhi kebutuhan energi sendiri dari sumber energi terbarukan. Ternyata, Italia yang telah mengembangkan energi terbarukan sejak lebih dari 40 tahun lalu dan terus meningkatkan pemanfaatan sumber energi alternatif untuk kelistrikan. Teknologi kelistrikan yang dikembangkan di Italia selama ini difokuskan pada empat jenis energi terbarukan, yaitu geotermal, tenaga surya fotovoltaik, energi angin dan biomassa. Dari keempat jenis ini, prospek terbaik untuk dikembangkan lebih lanjut adalah tenaga surya fotovoltaik. Namun, untuk dapat menjadi sebuah sistem pemasok energi listrik yang besar, diperlukan sebuah sistem integrasi kelistrikan. Jerman, Italia dan Amerika Serikat adalah negara yang masuk tiga besar dalam hal penelitian dan pengembangan energi terbarukan.

Dalam publikasi "Renewable Energy Policy Review" tahun 2008, disebutkan bahwa Italia menerapkan beberapa kebijakan untuk peningkatan energi terbarukan ini. Untuk beberapa pembangkit kecil (umumnya adalah daya yang kurang dari 1MW atau untuk tenaga bayu kurang dari 200KW) dapat menjual energi listriknya dan memperoleh "green certificate" yang dapat diperjual belikan atau dengan "feed-in tariff/FIT" (harga listrik plus insentif). FIT tersebut berbeda untuk masing-masing tipe energi terbarukan. Hal ini juga telah dilakukan di Indonesia dengan terbitnya beberapa regulasi, seperti :

· PP No.14/2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
· PP No. 42/2012 tentang Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara
· PP No. 62/2012 tentang Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik
· Permen ESDM No. 4/2012 tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil dan Menengah atau Kelebihan Tenaga Listrik Telah disiapkan Feed in Tarif untuk EBT.

Namun hal ini belum memberikan sebuah stimulus positif untuk pengembangan energi di Indonesia, terlebih di level swadaya masyarakat. Pada Februari 2007, Pemerintah Italia memberikan garansi FIT untuk instalasi panel surya dan FIT ini digaransi selama 20 tahun. Pemiliknya dapat memilih antara menjual listrik yang dihasilkan atau untuk meniadakan meteran listrik di rumah sendiri.
Selain itu, ada juga insentif pajak untuk beberapa hal, di antaranya pengurangan pajak 55% dari biaya investasi panel surya. 

Indonesia sebenarnya telah menetapkan insentif pajak bagi para pengembang energi terbarukan melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.011/2010, tanggal 29 Januari 2010. Empat jenis fasilitas meliputi, pertama, pengurangan penghasilan netto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal yang dibebankan selama 6 tahun, masing-masing sebesar 5%. Kedua, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang kena pajak yang bersifat strategis yang diperlukan oleh pengusaha yang memanfaatkan sumber energi terbarukan dalam kegiatan produksinya. Ketiga, pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal. Keempat adalah para pengguna energi terbarukan berhak atas fasilitas pajak pemerintah yang diatur dengan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2010.

Beberapa perbandingan kebijakan yang ada di Italia dan Indonesia dalam sektor pengembangan energi terbarukan memberikan sedikit gambaran dalam implementasi persuasif untuk mengembangkan sektor energi terbarukan, terutama untuk konsumen listrik langsung yang selama ini bergantung pada pasokan PLN melalui sumber energi fosil. (MA)