Pages

Labels

Friday, June 26, 2015

Selangkah Ke Depan Bersama Hibah Bantuan Teknis Energi Terbarukan Komunitas

 

Setelah proses demi proses seleksi usulan proposal untuk jendela hibah Energi Terbarukan non-jalur PLN untuk Skala Komunitas Proyek Kemakmuran Hijau (jendela hibah 3B), didapatlah 21 usulan kegiatan yang memenuhi persyaratan dari 17 kabupaten di 10 Provinsi. Melihat potensi yang menarik dan kesesuaian dengan tujuan proyek Kemakmuran Hijau, maka sebuah bentuk hibah bantuan teknis dalam penyusunan proposal lanjutan dari kegiatan-kegiatan tersebut diberikan kepada para pengusul. Bertempat di gedung Jasindo lantai 11, Jalan Menteng raya no 21, pada Jumat (26/06/2015) seremonial penanda-tanganan pemberian hibah dilakukan antara MCA-Indonesia dengan para konsultan di setiap lokasi usulan kegiatan. Penanda-tanganan dilakukan oleh Direktur Eksekutif MCA-Indonesia, Bonaria Siahaan bersama dengan PPK Satker Pengelola Hibah MCC, Hari Kristijo. Penanda-tanganan kontrak berdurasi 4 bulan ini juga disaksikan oleh Ketua MWA MCA-Indonesia, Lukita D. Tuwo yang khusus hadir menyaksikan tonggak perjalanan hibah proyek Kemakmuran Hijau. 


Lukita dalam sambutannya menyambut baik momen kontrak ini dan berpesan agar para kontraktor pelaksana kegiatan hibah bantuan teknis (TAPP/ Technical Assistance for Project Preparation) dapat memenuhi tenggat waktu yang disepakati dalam kontrak sembari menghasilkan output laporan yang objektif dan sesuai sehingga output kegiatan dari masing-masing pengusul dapat tercapai. Total nilai kontrak untuk 21 hibah TAPP ini adalah US$ 5 Juta. ‘Inilah momen yang kita tunggu, sebuah lanjutan pencapaian tujuan dalam hibah Kemakmuran Hijau untuk masyarakat Indonesia. Jangan takut untuk memberikan kelakayakan yang sesuai, bila GP tidak bisa memberikan, maka dapat saja dicarikan pendanaan lain yang lebih sesuai dengan proyek” tegas Lukita dalam sambutannya.

Gong perhelatan hibah yang telah dinanti oleh masyarakat, terutama lokasi starter district, sudah dimulai. Kerja keras dan fokus perhatian semua pihak harus segera dimulai sehingga keringat yang telah tercucur di seleksi awal ini dapat dirasakan manisnya di akhir proyek dengan melihat berdirinya pembangkit-pembangkit kebanggaan masyarakat atas komitmen kerja sama dari pihak MCC Amerika Serikat (MA).


Wednesday, June 17, 2015

Semakin Banyak Senyum dari Petani Kakao di Flores



Sejak 5 tahunan yang lalu, Pak Hamid mulai serius menekuni pertanian kakao. Semangatnya ini juga yang kemudian mengantarnya mengeyam pendidikan mengenai kakao setahun di Sulawesi Barat (Polewali Mandar). Dengan tekun, Pak Hamid berhasil menguasai ilmu pembibitan Kakao. Semangat dan pengalamannya ini kemudian di tularkan kepada petani lain sehingga ia telah berhasil mengembangkan entries(ruas batang kakao untuk sambung samping) untuk ia bagikan kapada rekan sesame petani.

‘bertani kakao jauh lebih menguntungkan dan dapat dijadikan sebagai sumber andalan pendapatan keluarga dibandingkan komoditas perkebunan lain yang ad disini’ Hamid membuka perbincangan di kebun percontohan miliknya di desa Ndetuzea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende. Hamid memiliki tanah seluas 1 hektar dan umumnya semua adalah bekas tanaman kelapa penghasil kopra. ‘dibandingkan dengan usaha kopra, berkebun kakao lebih murah dan semua bias ditangani sendiri. Kalau kopra, biaya akan keluar selama masa pemetikan, pengupasan dan penjemuran. Semua biaya yang tidak sedikit’ imbuh Hamid.

Sejak berkonsentrasi di bidang kakao, Hamid telah mengecap manisnya usaha ini dibandingkan dengan rekan sejawatnya sesame petani. ‘anak saya yang sulung sekarang sudah jadi guru di Mataram (Nusa Tenggara Barat) karena lulus sarjana di Universitas Mataram’ ujar Hamid penuh bangga.

Pelatihan dan pendampingan dari fasilitator LSM Yayasan Tananua dan Veco Indonesia memberikan banyak pencerahan untuk usahanya. Pendampingan mulai dari pembenihan, perawatan, hingga pasca panen semuanya dilakukan oleh para fasilitator di semua desa binaan. Munculnya asosiasi petani kakai juga memberikan ruang gerak yang cukup bagi petani untuk ikut serta dalam mengendalikan harga, tertutama saat panen raya. Hamid mengharapkan dengan adanya pola hibah seperti yang tengah digulirkan oleh MCA-Indonesia, akan lebih banyak senyum dari para petani kakao di Flores dan dapat menggantungkan hidup sepenuhnya kepada komoditas kakao. (MA).


Saturday, June 13, 2015

Jalankan Program Kakao Lestari, Bumi Flores Menanti Realisasi Hibah Kemakmuran Hijau



Perjalanan sosialisasi Hibah Kemitraan Jendela 1B untuk kegiatan Kakao Lestari telah tiba di bumi Flores, bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Bertempat di Hotel Grand Wisata, MCA-Indonesia dan mitra hibah dari Konsosrsium Kakao Lestari yang diwakili oleh Veco Indonesia, menyampaikan paparan mengenai rencana dan informasi kegiatan hibah Compact Kakao lestari (11/6/2015). Petemuan dihadiri oleh lebih dari 20 Organisasi/LSM dan pihak Pemerintahan untuk mendapatkan masukan mengenai program pemberdayaan petani kakao di wilayah NTT, khususnya di pulau Flores. Pihak MCA-Indonesia sendiri diwakili oleh Associate Director Bidang Hibah, Tri Nugroho bersama dengan National dan Provincial Relationship Manager di wilayah NTT.

Acara sejatinya akan dibuka oleh Bupati Ende, Ir. Marselinus Y. W. Petu, namun beliau berhalanagan dan diwakili oleh Asisten 1 Sekretaris Daerah Kabupaten Ende, Martinus Saban. Dalam pidato pembukananya tersbur, Bupati menyatakan penghargaan atas kepercayaan dari MCA-Indonesia untuk dapat melaksanakan kegiatan pemberdayaan petani kakao di wilayah Flores, khusus nya di Kabupaten Ende. ‘Kakao merupakan 1 dari 7 komoditas unggulan yang ada dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) kabupaten Ende’ ungkap Marselinus dalam naskah pidatonya. Beliau juga mengingatkan mengenai program Gernas Kakao yang telah dilancarkan beberapa tahun yang lalu kerap menemui kendala dan ketidak berhasilan karena kurangnya intensitas pendampingan kepada petani. Di akhir pidatonya, Martinus menginginkan tercapainya target peningkatan produktivitas kakao di wilayah NTT.

Paparan mengenai rencana program kakao lestari oleh MCA-Indonesia disampaikan oleh Tri Nugroho. Tim Satker Pengelola Hibah MCC juga turut serta dalam pemberian paparan mengenai sejarah dan latar belakang adanya hibah Compact oleh Moekti Ariebowo. Paparan ini menjelaskan menganai posisi, porsi dan pembagian organisasi Antara MCA-Indonesia dan pihak Pemerintah (Bappenas). Penjelasan ini setidaknya memberikan gambaran awal mengenai posisi MCA-Indonesia, Bappenas dan penerima hibah. Tri melanjutkan paparan mengenai proyek dan proses hibah di proyek Kemakmuran Hijau (GP). ‘Hibah kakao lestari ini merupakan bagian dari hibah kemitraan dengan pendanaan 50% : 50% Antara penerima Hibah dengan MCA-Indonesia dengan dana pendampingan minimal senilai US$ 1 juta’ jelas Tri dalam presentasinya. Seiring dengan talah bergulirnyanya seleksi hibah sejak Juli 2014, maka kegiatan di NTT ini merupakan bagian dari pengajuan konsorsium kakao lestari yang dimotori oleh Swiss-Contact dalam konsosrsium bersama dengan proponen lain, salah satunya adalah Veco yang telah lama bergerak di bidang pendampingan petani di wilayah NTT.

Hengki, sebagai perwakilan Veco di NTT, menambahkan pemaparan mengenai identitas konsorsium, rencana kegiatan dalam naungan konsorsium serta tujuan akhir yang ingin dicapai dalam skema hibah Kakao Lestari. Keinginan konsorsium dalam hibah ini merupakan tujuan yang sangat mulia karena para pihak dalam konsorsium menginginkan peningkatan taraf hidup petani kakao sehingga dapat menghasilkan buah dan biji kakao yang berkualitas. Hal ini tentu akan menguntungkan tidak hanya para petani, tetapi juga para pebisnis coklat yang dapat memperoleh kebutuhan biji kakao dengan kualitas baik. Secara sekilas, hengki menjelaskan pengalaman-pengalaman dalam membina para petani kakao di Sulawesi hingga dapat meningkatkan produktivitasnya dan hal ini bukan hal yang mustahil untuk dpat juga terjadi di NTT.


Pada sesi Tanya jawab, para peserta umumnya mempertanyakan mengenai jenis kegiatan, wilayah kerja dan periode hibah. Sedangkan dari pihak Bappeda Provinsi NTT, Bambang, mengingatkan untuk tetap melibatkan pemda dalam setiap aktivitas dan pelaporan sehingga singkronisasi dengan RPJMD serta fungsi pengawasan dapat berjalan.’Mohon kepada MCA-Indonesia dan juga para pihak penerima hibah agar dapat membuat sebuah MoU mengenai kesanggupan membuat laporan periodic yang menjelaskan pencapaian target dan tujuan dari proyek sehingga kami dari pihak pemerintah tidak buta terhadap kegiatan yang ada di wilayah kami’ tukas Bambang dalam sesi tanya jawab. Dengan semakin menipisnya waktu implementasi hibah compact dan perjalanan program yang tentu tidak bisa dilakukan dengan waktu singkat, maka kerja sama dan komunikasi para pihak yang terlibat dalam program ini harus lebih di kuatkan sehingga semua permaslahan dan kendala baik teknis dan non teknis dapat segera dicarikan jalan keluarnya, salah satunya adalh melalui pertemuan rutin dan jejaring komunikasi antara pusat dan daerah melalaui sebuah wadah forum diskusi (MA).


Wednesday, June 10, 2015

Empat Kabupaten di Pulau Sumba Nantikan Pelaksanaan Hibah Kemakmuran Hijau


Melalui Pertemuan Pemangku Kepentingan Proyek Kemakmuran Hijau Provinsi NTT, MCA-Indonesia menyampaikan perkembangan pelaksanaaan skema hibah dan kegiatan Proyek Kemakmuran Hijau. Pada kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Sumba Sejahtera pada Selasa 9 Juni 2015 tersebut, MCA-Indonesia menjelaskan perkembangan masing-masing jendela hibah Kemakmuran Hijau: Hibah Kemitraan, Hibah Manajemen Sumber Daya Alam Berbasis Komunitas, Hibah Energi Terbarukan Skala Komersial maupun Berbasis Komunitas, dan Hibah Pengetahuan Hijau.
Khusus untuk Hibah Kemitraan Kakao Lestari yang telah dilakukan penandatangan kontrak pelaksanaan kegiatan, Kabupaten Sumba Barat Daya menjadi salah satu lokasi pelaksanaan kegiatan. Sedangkan untuk Hibah Kemitraan dengan tema yang lebih luas, MCA-Indonesia telah mengundang 36 pengusul yang lolos seleksi untuk mengirimkan proposal, dan 7 diantaranya memilih Provinsi NTT sebagai usulan lokasi proyek. Tema proyek yang diusulkan adalah 4 proyek energi terbarukan, 2 proyek integrasi SDA dan pertanian, dan 1 proyek pengelolaan SDA. Distribusi kabupaten di provinsi NTT yang menjadi usulan lokasi proyek adalah 4 proyek di Sumba Timur, 5 proyek di Sumba Tengah, 5 proyek di Sumba Barat, 5 proyek di Sumba Barat Daya, 2 Proyek di Manggarai, dan masing-masing 1 Proyek di Manggarai Barat dan Sabu Raijua.

Pertemuan koordinasi tersebut memang sudah ditunggu-tunggu oleh Tim Koordinasi dan pemangku kepentingan Proyek Kemakmuran Hijau dari Kabupaten Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Timur. Lambatnya tahap pelaksanaan proyek, tidak lancarnya penyampaian informasi, dan kekurangjelasan peran Tim Koordinasi menjadi perhatian para peserta MSF. “Kami terbuka untuk merumuskan dukungan Pemerintah Daerah secara lebih konkrit, tapi jangan jadikan kami hanya sebagai penonton”, tegas Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sumba Barat Daya, Ir. Nyoman Agus S, MT. Senada dengan hal tersebut, Agus Malana dari Lembaga Pengkajian SDA Sumba Barat dan Desta dari Yayasan Harapan Sumba menekankan pada kurangnya koordinasi para pengusul yang diundang menyampaikan porposal dengan pelaku di tingkat lokal, yang berisiko terhadap sustainabilitas pelaksanaan kegiatan.   

Terhadap kondisi tersebut, dr. Dominikus Mere dari Bappeda Provinsi NTT menekankan bahwa setiap kerjasama dengan lembaga mitra pembangunan termasuk MCC, memang selalu ada mekanisme dan pentahapan yang disepakati. Oleh karena itu yang penting adalah menjadikan proses yang panjang tersebut sebagai bagian dari penguatan kapasitas Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lain di tingkat lokal. “Kuncinya adalah koordinasi yang jelas antara MCA-Indonesia dengan Bappeda Provinsi maupun Kabupaten”, tandas Domi.

Mewakili Satker Pengelola Hibah MCC Bappenas, Arbain Nur Bawono menekankan pada kebutuhan untuk mensinkronkan kegiatan Hibah Kemakmuran Hijau dengan prioritas perencanaan dan penganggaran pembangunan yang telah dituangkan dalam RPJMD maing-masing Kabupaten. Proses pemilihan pelaksana Hibah Kemakmuran Hijau sudah memasuki tahap akhir. Ibarat main bola, jika sekarang telah terjadi 1 gol di Sumba Barat Daya melalui Hibah Kemitraan Kakao Lestari, maka pada akhir tahun diharapkan tercipta gol-gol lain. Dan itu berarti, akan disalurkan hibah untuk membiayai berbagai kegiatan di kabupaten-kabupaten lain di Pulau Sumba. Oleh karena itu, koordinasi dengan Pemerintah daerah maupun pemangku kepentingan lain harus diintensifkan. Pengusul kegiatan yang diminta untuk meyiapkan Proposal pun harus berkoordinasi dengan pelaku pembangunan di tingkat lokal, baik pada saat menyiapkan proposal maupun jika nanti telah ditetapkan sebagai pelaksana penyaluran Hibah Kemakmuran Hijau. Langkah itu diperlukan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan mengurangi kemiskinan dengan menggerakkan pertumbuhan ekonomi lokal secara berkelanjutan.

Menyadari pentingnya koordinasi dan sinkronisasi dengan tujuan pembangunan daerah, MCA-Indonesia berjanji untuk menjadikan Forum Pertemuan Pemangku Kepentingan sebagai agenda rutin, yang akan dilaksanakan 3 atau 4 kali setahun. Yang lebih penting, jangan hanya sekadar formalitas belaka, yang justru akan menempatkan Pemerintah Daerah, LSM lokal, dan masyarakat hanya sebagai penonton ketika hibah sudah disalurkan (ANB/WP).



Tuesday, June 9, 2015

Giliran Hibah Kemitraan untuk Komunitas Adakan Workshop Aanwijzing


 Setelah gelaran aanwijzing untuk Proyek Energi Terbarukan sebelumnya, maka pada Senin hingga selasa, 8-9 Juni 2015, MCA-Indonesia melaksanakan Workshop Pre Proposal Hibah Kemitraan (Jendela 1B) dari komponen Fasilitas Kemakmuran Hijau. Total nilai proyek yang diajukan adalah senilai 1-20 juta dolar AS untuk setiap proyek. Jendela Hibah 1B ini sudah memasuki tahap Pre Prosposal sebelum masuk tahap Call for Proposal (CfP). Ditargetkan bulan November 2015 sudah ada implementasi dari proyek ini. Peserta yang diundang adalah yang dinyatakan lolos tahap Call for Proposal (CfP).

Sama seperti proses aanwijzing sebelumnya, penjelasan diberikan terhadap beberapa isu lintas bidang seperti isu lingkungan (ESMS), social dan gender, serta isu mengenai pembebasan pajak. 36 peserta workshop ini merupakan hasil dari penapisan usulan 91 Expression of Interest (EoI) yang diterima MCA-Indonesia sejak dibuka tanggal 11 Oktober 2014 dan ditutup tanggal 19 Desember 2014. Seleksi administrasi yang dilakukan terhadpa 91 EoI menghasilkan 83 peserta dan penilaian lebih mendalam telah berhasil menyaring 52 EoI. Kemudian pengusul diminta menyampaikan Concept Note dan hanya 36 Concept Note yang dinyatakan lolos ke tahap Call for Proposal.


Selama tahap CfP, Ramasami Velu sebagai Senior Procurement Specialist menjelaskan beberapa mekanisme penyampaian pertanyaan seputar Hibah Kemitraan dapat disampaikan kepada MCA-Indonesia. Paling lambat tanggal 16 Juni 2015 proposal sudah diterima secara online. “Dan untuk tahap penyampaian proposal (Proposal Submission) oleh para pengusul yang menerima undangan CfP ditutup tanggal 30 Juli 2015 jam 15.00 WIB” tambah Velu. Peringatan keras disampaikan Velu, “(Seluruh Undangan)dimohon untuk tidak menghubungi kami (MCA-Indonesia) secara pribadi karena akan mengakibatkan usulan proyek ditolak” tegasnya. Hal ini berarti setiap pertanyaan harus disampaikan secara resmi sesuai prosedur yang telah ditentukan. Total nilai proyek yang lolos secara administrative bernilai sekitar Rp. 1,1 T. “Dan untuk 36 EoI yang lolos ke tahap CfP, total nilai proyek adalah sebesar 385 juta dolar AS. Nilai itu melebihi alokasi dari hibah ini” tambah Aditya.

Antusiasme dari para peserta terlihat ketika dalam sesi tanya jawab. umumnya , pertanyaan di hari pertama dan kedua adalah mengenai pasal-pasal yang ada pada appendix kerangka acuan kerja. Hal yang paling banyak di tanyakan adalah mengenai barang-barang yang dapat dan tidak dapat diajukan ke jendela hibah terkait dengan isu spesifikasi dari tiap-tiap proyek. Selan itu, beberapa peserta juga menanyakan mengenai perubahan-perubahan yang kemungkinan terjadi terhadap proposal dibandingkan dengan EoI yang sudah dikirimkan. Aditya dari pihak Hibah Kemitraan MCA-Indonesia menjelaskan bahwa jawaban resmi akan dikirim secara tertulis namun ada beberapa hal yang telah termaktub dalam appendix dapat dijawab segera (VA/MA).


Monday, June 8, 2015

MCA-Indonesia Lakukan Aanwijzing Jendela Hibah 3A untuk Komunitas



Di bawah Fasilitas Kemakmuran Hijau (“GPF”), MCA-Indonesia telah meluncurkan sebuah Undangan Pengajuan Proposal (“Call for Proposals/CfP”) untuk mengidentifikasi para peminat yang tertarik terhadap Hibah Energi Terbarukan yang akan melakukan perancangan, pengembangan, pembangunan, serta pengoperasian pembangkit listrik dan proyek pendistribusian listrik berbasis masyarakat. Terdapat alokasi dana mencapai Tiga Puluh Juta Dolar Amerika (US$ 30,000,000) dalam bentuk Hibah Energi Terbarukan untuk beberapa jenis proyek non-jaringan (Off Grid) PLN. Bertempat di Gedung Jasindo Lantai 5, Jalan Menteng Raya no 21, MCA-Indonesia mengundang sekira 50 peserta yang berasal dari para pengembang dan konsultan pada hari kamis (5/6/2015).

Proyek-proyek yang digarap melalui jendela ini harus memiliki kapasitas antara 300 kW dan 3 MW.Pengusul dapat menggabungkan beberapa proyek (aggregasi) dengan persyaratan kapasitas minimum 300 kW dan pembangkit listrik tersebut tidak kurang dari 50 kW. Semua fasilitas energi terbarukan yang diagregasi tersebut harus terletak pada Kabupaten yang sama yang termasuk di dalam Kabupaten Kemakmuran Hijau. Mengingat kondisi para pengembang yang kebanyakan berasal dari daerah serta adanya persyaratan mutlak yang diminta oleh MCC, maka MCA-Indonesia juga memberikan Hibah Bantuan Teknis dan Persiapan Project (“Technical Assistance and Project Preparation/TAPP”). Hibah “TAPP” akan diberikan dalam bentuk pendanaan keuangan bagi Pengusul yang memenuhi persyaratan untuk mempersiapkan proyeknya sesuai standar-standar yang ditetapkan oleh MCA-Indonesia. Hibah “TAPP” untuk “CfP” ini dapat mencapai US$ 250,000 per proposal.

Aanwijsing atau yang disebut workshop terhadap Kerangka Acuan Kerja (ToR) oleh MCA-Indonesia ini, dibuka oleh Direktur Eksekutif MCA-Indonesia yang baru, Bonaria Siahaan. Dalam pesan pembukanya, dia mengucapkan selamat terhadap pemilik proposal-proposal yang telah lolos dari seleksi awal dan berharap akan banyak proposal menarik yang mendapatkan hibah pendanaan.  Acara kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi cross cutting issue dalah hibah Compact yang dibawakan oleh masing masing direktur, yakni integrasi gender dalam proyek dan aspek lingkungan dan social. Selain itu, terdapat juga materi mengenai pembebesan pajak, penulisan concept note, dan nominasi konsultan yang dapat melakukan TAPP. Penjelasan ini dilakukan untuk lebih mengenalkan prasyarat yang harus ada dalam setiap concept note atau proposal yang nantinya akan menjadi sebuah Feasibility Study (FS) matang.

Rangkaian acara terakhir yang dilakukan adalah diskusi panel mengenai penyusunan FS. Tanya jawa berlangsung aktif mengingat beberapa persyaratan dalam hibah Compact cukup berbeda dengan kondisi persyaratan FS pada umumnya (MA).



Thursday, May 28, 2015

Kursi Kosong Telah Terisi, MCA-Indonesia Resmi Miliki Direktur Eksekutif Baru


Tepat setengah tahun setelah MCA-Indonesia meninggalkan posisi kosong untuk Direktur Eksekutif, pada hari Kamis (28/5/2015), Bonaria Siahaan menandatangani kontrak baru sebagai Direktur Eksekutif MCA-Indonesia. Bertempat di ruang Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian, penandatangan Professional Service Agreement (PSA) Executive Director MCA-Indonesia antara Bonaria Siahaan dan Lukita D. Tuwo sebagai Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) MCA-Indonesia. Penandatanganan ini sekaligus mengakhiri proses panjang pemilihan direktur eksekutif yang telah dimulai sejak awal tahun 2015. Acara ini disaksikan juga oleh Troy Wray, Resident Country Director Indonesia Millennium Challenge Corporation (MCC); Martha Bower, Staff MCC Indonesia; Hari Kristijo, PPK Satker Pengelola Hibah MCC, dan Lely Taulu, Direktur Sumber Daya Manusia MCA-Indonesia.



“Congratulation, Keep on hard working” ucap Lukita kepada Bonaria sesaat setelah penandatanganan. Sepeninggal Lukita sebagai acting Executive Director, maka semua beban dan tanggung jawab Direktur Eksekutif kini berada di tangan Bonaria. “Please, Don’t leave us, Pak” ungkap Bonaria membalas ucapan selamat dari Lukita. Memang dengan semakin pendeknya waktu pelaksanaan, segunung pekerjaan rumah menanti keputusan dari pucuk pimpinan MCA-Indonesia untuk segera di tindak-lanjuti. Bonaria Siahaan akan secara remi memegang tampuk pimpinan MCA-Indonesia mulai 1 Juni 2015.


Pada kesempatan itu juga, Bonaria menyampaikan beberapa informasi pembaruan mengenai proyek, terutama Kemakmuran Hijau. Saat ini proses jendela hibah masih terus digulirkan, dan beberapa jendela hibah telah sampai pada tahap pemilihan calon mitra. “Seleksi masih dilakukan untuk melihat feasibility kandidat sesuai dengan proposal yang masuk” ujar Bonaria. Pada jendela-jendela lainnya, respon yang ditunjukkan oleh masyarakat sangat positif. Ratusan Expression of Interest telah masuk ke meja panitia. Dan dari seleksi awal telah masuk ke tahap proposal. Pemberitahuan mengenai status pemenang dan tahap yang sedang di lakukan. Bonaria menegaskan bahwa dengan mulai munculnya penipuan atas nama MCA-indonesia di daerah-daerah, maka Bona akan memaksimalkan fungsi GP Portal dan team di lapangan. Hari Kristijo juga mengingatkan untuk  segara mengevaluasi apabila proses pemilihan hibah tahap pertama telah selesai, maka perlu di periksa ulang proporsi daerah penerima hibah dan daerah mana yang belum menerima (MA).

PKGBM MCA-Indonesia Sepakati Perubahan 2 indikator Monev Bidang Kesehatan




Program Kesehatan dan Gizi berbasis Masyarakat (PKGBM) merupakan salah satu program dalam hibah Compact MCC yang menggandeng program PNPM Generasi yang telah berjalan dengan tambahan indikator pengentasan anak pendek. Konsekuensi yang timbul akibat adanya tambahan output dari PNPM Generasi ini tentu berakibat pada ukuran keberhasilan program yang akan menjadi bahan dalam monitoring dan evaluasi (monev). Pertemuan kali ini merupakan kelanjutan dari rapat lintas sektor di Kementerian Kesehatan yang  telah dilakukan pada tanggal 12 Mei 2015. Pertemuan di Kantor MCA-Indonesia Gedung Jasindo (27/5/2015) dihadiri oleh MCA-Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, National Secretary Team (NST) MCA-Indonesia, PNPM Support Facility (PSF) Bank Dunia,  serta Satker Pengelola Hibah MCC.

Bahan yang menjadi sumber bahasan adalah mengenai Petunjuk Teknis Operasional (PTO) Penjelasan 2 mengenai Pedoman Substansi Bidang Kesehatan. Terdapat sebuah titik krusial dalam penentuan teknis operasional mengenai pembagian porsi pemberian materi kesehatan (konseling) kepada masyarakat antara tenaga medis (bidan desa) dan fasilitator (kader desa). Dalam PTO bidang kesehatan, terdapat 10 ukuran keberhasilan yang akan di gunakan sebagai indikator monev. Dalam point (i) dan (j) pada PTO mengenai konseling pemenuhan gizi pada ibu hamil dan balita, diharapkan lebih ada penekanan pada keabsahan fasilitator/kader agar bisa memberikan sebuah konseling, baik individu maupun kelompok. Hal ini akan berkaitan erat dengan tujuan program dalam mencegah anak pendek (stunting) yang memerlukan penyebarluasan informasi dan praktek penanganan gizi untuk ibu hamil dan bayi. Sehingga, dalam kepentingan monev MCA-Indonesia, hal ini dapat memenuhi indikator pelatihan kader desa dan bidan desa.

Permasalahan lainnya adalah mengenai bagaimana angka-angka yang diperoleh dari setiap lokasi menjadi dapat dikalkulasi dan diintrepetasi secara tepat oleh system monev yang dikembangkan MCA-Indonesia. Seperti misalnya apakah parameter 4 kali kunjungan yang diminta dilakukan dalam PNPM generasi untuk ibu hamil memeriksakan kandungannya dapat dilinearkan sebagai kunjungan orang yang sama ataukan berupa data kelompok saja. Hal ini dapat mengandung bias dalam pemahaman mengenai angka prosentase kehadiran ibu hamil di suatu desa di puskesmas/posyandu. Pihak PSF sendiri mengatakan telah mencoba memahami dan mengadopsi keingintahuan ini dengan menggunakan system kohort dalam modul pencatatan, meskipun dalam system kalkulasi masih mengunakan format lama.


Pihak PSF juga menjelaskan mengapa hal itu masih tetap dilakukan sebagai dasar penghitungan keberhasilan program PNPM Generasi. Dasar PNPM Generasi di luncurkan adalah sebuah insentif kepada komunitas desa yang berhasil untuk membawa masyarakat mengikuti arahan standarad kesehatan dan pendidikan. Kondisi ini menuntuk indikator evaluasi yang bersifat kolektif (skala komunitas) dan bukan pada keberhasila individu. Dengan demikian, rapat berkesimpulan untuk melakukan join meeting yang lebih luas sembari mensosialisasikan PTO baru yang mengakomodasi kebutuhan proyek mengentaskan stunting. Penyusunan draft PTO revisi ini akan dikoordinasikan oleh tim dari PSF. Join meeting sendiri akan dihadiri oleh para pemangku kepentingan yang akan involve dalam operasional di lapangan dan para penentu kebijakan program-program yang sejalan dengan proyek PNPM Generasi (MA).

Definisikan Usaha/Perusahaan Milik Perempuan, MCA-Indonesia Bantu Lebarkan Sayap Usaha Perempuan


Setelah bulan Agustus 2014 MCA-Indonesia meluncurkan sebuah hasil survey tentang Akses, Hambatan dan Kecenderungan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dikemas dalam sebuah buku yang judul “Gender dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Indonesia”, kini giliran sebuah hasil survey lainnya mengenai Definisi Usaha/Perusahaan milik Perempuan di seminarkan secara nasional. Bertempat di hotel Alila Jakarta (27/5/2015), Konsultan Gender MCA-Indonesia, Marisna Yulianti, memaparkan hasil studi mengenai Definisi Usaha/Perusahaan milik Perempuan. Seminar nasional yang di helat MCA-Indonesia bertujuan untuk mendapatkan masukan dalam penyusunan Definisi Usaha/Perusahaan milik Perempuan guna kepentigan nasional.  Acara ini dibuka oleh Lukas Adhyakso, Deputy CEO untuk Program. Sesi pembukan kedua dilakukan oleh Valentina Ginting, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak. Dalam pesan pembukaannya, baik Lukas maupun Velentina meyakinkan bahwa standing point program hibah Compact dalam isu cross cutting Gender ini sejalan dengan amanat dalam RPJMN 2015-2019 dimana Pengarus-Utamaan Gender (PUG) mencantumkan tiga isu kebijkan nasional dan terkait juga dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, diinstruksikan setiap Kementerian/Lembaga (K/L) untuk mengintegrasikan gender pada setiap tahapan pembangunan.

Paparan yang disampaikan oleh Marisna, dimulai dengan komparasi beberapa definisi yang ada di Negara-negara lain seperti dari Amerika, Kanada dan India serta dari lembaga internasional International Financial Corporation (IFC). Dalam temuannya, Marisna menemukan rata-rata definisi usaha/perusahaan milik perempuan sudah dibawa ke ranah legal formal dengan bukti kepemilikan saham minimal 51%. Sedangkan definisi yang diberikan oleh IFC dapat sedikit lebih longga dengan kepemilikan saham 20% namun usaha dikendalikan sepenuhnya oleh perempuan. Tanggapan yang diberikan umumnya seragam menganai batasan formal yang perlu diadopsi dengan kondisi khusus di Indonesia, yakni hamper 70-80% usaha di Indonesia adalah UKM/skala mikro. Dengan lebih sedikit perempuan yang ada di bidang ini, maka keberpihakan terhadap kaum perempuan secara regulasi harus lebih seksama. Terutama aturan mengenai batasan kepemilikan saham. Perwakilan dari Provinsi Aceh Nangro Darussalam, Teuku Sabirin, memberikan pandangan khususnya mengenai kondisi spesifik di Aceh. Sejak definisi akan dipergunakan secara nasional, maka karakteristik masyarakat Aceh harus juga dapat teradopsi dalam definisi. Teuku mencontohkan studi ILO pada tahun 2006 oleh Claudia Muller mengenai  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perempuan Pengusaha dalam Mendirikan dan Mengembangkan Usahanya di Provinsi NAD dapat dijadikan sebuah acuan. Sedangkan Nunki Januarti dari Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) berpendapat bahwa IWAPI didirikan bertujuan untuk mendorong perempuan pengusaha untuk dapat maju dengan memberikan berbagai macam fasilitas dan akses ke pasar atau permodalan. Dari banyak kasus aktivitas usaha/perusahaaan perempuan dilapangan, Nunki berharap agar definisi yang akan dibuat tidak selalu mengacu kepada definisi yang ada di luar negeri. Pembatasan prosentase kepemilikan saham (modal) 51% juga dapat menjadi sebuah kesulitan di lapangan. 



Sesi kedua Semiloka ini diisi dengan diskusi kelompok yang focus terhadap 2 hal, yaitu penyusunan definisi usaha/perusahaan perempuan dan identifikasi kebutihan definsi yang disusun. Forum semiloka dibagi menjadi 4 kelompok dan acara ini di fasilitasi olem MCA-Indonesia, Marisna dan Dwi Faiz (Direktur Social and Gender Assessment/SGA). Diskusi kelompok yang berjalan santai ini menghasilkan banyak ide dan masukan mengenai poin-poin yang diperlukan dalam penyusunan definisi beserta bagaimana definisi ini akan bermanfaat untuk perempuan dalam skala nasional, khususnya dalam pelaksanaan program hibah Compact. Dari sekian banyak usulan yang ada, nampaknya isu mengenai ketersediaan data mengenai pelaku usaha permpuan menjadi salah satu poin penting yang menjadi tugas BPS untuk merealisasikan dalam sensus ekonomi nasional (MA). 

Proyek Kesehatan Mantapkan Kembali Indikator Monev


Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) merupakan proyek yang diinisiasi bersama dengan pihak World Bank (PNPM Support Facility), Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan beberapa pihak terkait lainnya. Bertempat di Gedung Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan lantai 7 (12/5/2015) rapat pemantapan indicator monitoring dan evaluasi (Monev) PKGBM di pimpin oleh Direktur Bina Gizi Dodi Izwardi.


Dalam pembukaannya, Dodi menyinggung bahwa model pengelolaan hibah dalam PKGBM ini akan menjadi contoh pengelolaan proyek secara nasional, meskipun KPA ada di Bappenas dan dalam waktu dekat akan mendapatkan fatwa dari Kementerian Keuangan. Pendekatan yang dilakukan dalam program untuk mencegah anak pendek adalah sudah tepat, karena dua hal penting yang mempengaruhi anak pendek adalah gizi dan sanitasi. “perlu satu abad untuk benar-benar memperbaiki kualitas anak pendek” ungkap Dodi mensitir sebuah riset gizi yang pernah dilakukan. Direktur PKGBM Minarto membuka presentasi pemantapan indakator monev untuk PKGBM ini dengan sebuah logframe kesehatan mulai dari jenis kegiatan hingga menuju tujuan dan sasaran program. Dalam penyusunan logframe, maka perlu di tetapkan Indikator-indikator Penentu Obyektif  yang dapat diukur pada tingkat Sasaran (Goal) kemudian Tujuan (Purpose) , kemudian Keluaran (Output), kemudian Kegiatan-Kegiatan (Activities).

Pihak MCA-Indonesia mengemukakan rencana monev yang akan dilakukan untuk setiap sub project PKGBM, mulai dari Community project activity, Supply Side Activity, dan Communication Activity terhadap parameter indicator, disagregasi data, dan sumber data. Hal yang tidak kalah penting adalah mengenai penilaian kualitas data meliputi validitas, integritas data, ketepatan, reliabilitas data dan skala waktu. Masing masing indikator yang dikembangkan akan mengacu pada beberapa hal tersebut. Pihak National Secretary Team (NST) juga menyajikan beberapa rencana monev yang akan dilakukan. Beberapa contoh data aktualmengenai cara analisis, mendapatkan data serta melakukan verifikasi di ujicobakan dalam rapat tersebut. Data yang diperoleh dari lapangan dapat sangat bervariasi dan banyak sehingga dalam analisis dan tampilan perlu dikonsolidasi menjadi data yang lebih sesuai dengan indikator dalam RPJMN atau Renstra yang lebih sederhan dan menarik. Pihak NST juga menyarankan perlunya ada monitoring rutin dan studi kualitatif kenapa dan bagaimana terhadap data kuantitatif dengan instrumen yang sederhanda dan terstruktur.

Masukan yang muncul dari peserta forum sangat beragam. Pihak PSF mengingatkan agar saat menjadi sebuah indikator yang siap, harus disepakati oleh joint management sesuai dengan MoU Grant Agreement. Pihak Pusdatin Kemenkes juga menyarankan untuk menjadikan factor kepala desa sebagai salah satu indicator keberhasilan mengingat banyak daerah yang memiliki pemimpin yang peduli sehingga program dapat berjalan dengan baik. Beberapa permasalahan dalam penyediaan data di lapangan juga ternyata banyak menemukan permaslahan karena kualitas data yang dihadirkan oleh para volunteer di daerah menjadi sangat terbatas. Disisi lain, pihak kemenkes, menilai indikator yang akan di kelola ini akan sangat banyak dan pihaknya akan kewalahan dalam menganalisis setiap indikator dan memastikan indicator yang tepat. “Monev ini urusan yang serius, sehingga saya meminta kepada Pak Min (Minarto, direktur PKGBM MCA-I) untuk menyediakan Konsultan monev untuk saya” ungkap Dodi serius menanggapi rencana indicator yang telah disampaikan. Rapat ini akan dilanjutkan dengan workshop khusus guna mengejar rencana implementasi program komunikasi di bulan Juli 2015 (MA). 

Satker PH MCC Targetkan Peluncuran Laman Satker pada Juni 2015


Sudah sejak 2014, Satker PH MCC mencoba untuk mendesain dan membuat sebuah layanan berbasis web sebagai media untuk berinteraksi secara interaktif dengan masyarakat dan masih terkendala dengan beberapa kendala teknis di server Bappenas. Untuk itu, bertempat di kantor direktur Energi, Telekomunikasi dan Informasi (ETI) Direktoran ETI, Satker PH MCC, dan Pusdatin Bappenas mengadakan rapat dengan penyedia jasa pengembangan web Satker PH MCC (11/5/2015). Rapat sendiri dipimpin oleh Andiyanto, sebagai Bendahara Pengeluaran Satker PH MCC.

Pihak konsultan pengembang web yang diwakili oleh Reffi menjelaskan bahwa saat ini proses coding atas security requirement yang diharuskan oleh Pusdatin sebagai pemegang otoritas dalam administrasi web di Bappenas hamper rampung. Proses ini mau tidak mau menuntut extra pekerjaan untuk konsultan untuk menjamin keamanan web Bappenas secara keseluruhan pada saat laman Satker PH MCC tampil dengan menginduk ke laman utama Bappenas dengan domain dot go dot id. Pihak Pusdatin Bappenas sendiri mengatakan bahwa secar umum tidak ada masalah dengan desain web yang dibuat konsultan, karena memiliki arsitektur codeigniter (Ci) yang sama, namun dari sisi keamanan, beberapa security feature perlu untuk ditambahkan.

Pimpinan rapat Andiyanto menginginkan agar permaslahn inidapat segera di cari solusi bersama. Untuk itu, pihak Direktorat ETI akan mengirimkan surat permintaan bantuan security check pada desain web yang dibuat oleh konsultan sehingga beberapa celah keamanan yang tidak terlindungi dari program akan dibantu untuk ditutup (MA). 

Evaluasi Progress Hibah Compact, Bappenas Inginkan Hibah dapat Tepat Sasaran


Setelah memasuki era cabinet kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo, pihak Bappenas kembali meminta laporan kemajuan program hibah Compact MCC. Pihak Bappenas diwakili oleh staf khusus Menteri Bappenas, Eva Sundari dan asisten; PPK Satker Pengelola Hibah MCC, Hari Kristijo beserta beberapa staf Satker Pengelola Hibah MCC; serta pihak MCA-Indonesia yang diwakili oleh Bona Siahaan sebagai deputy CEO untuk Operations Support, Lukas Adhyakso, Deputy CEO untuk Program dan Sjahrial Loethan, Advisor CEO.  Laporan kemajuan ini disampaikan oleh MCA-Indonesia yang oleh Bona Siahaan di ruang Staff khusus menteri, Bappenas (5/5/2015).  Pihak MCA-Indonesia menerangkan kembali awal mula Indonesia menerima hibah Compact dan program-program yang ada didalamnya. Selain itu, dijelaskan juga cross cutting issue yang menjadi persyaratan dalam hibah compact.

Bona memulai penjelasan dari Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM). Proyek ini dikhususkan untuk mencegah anak pendek yang kini telah menjasi bagian dari focus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Sejalan dengan visi tersebut, Bona menjelaskan capaian yang telah diraih, para pihak yang terlibat, serta rencana hingga akhir proyek hibah Compact. Proyek ini mengadopsi proyek dari PNPM Generasi dan menambahkan 2 indikator dalam pelaksanaannya, yakni pengikuran antrophometri dan pola kunjungan Puskesmas. Salah satu yang menjadi perhatian Eva Sundari dari proyek yang dilaksanakan di 11 Provinsi, 32 Kabupaten dan 5400 desa adalah pengadaan mikronutrien taburia. Eva mengingatkan untuk dapat menekan produk impor dalam program taburia. Selain itu, Eva juga ingin mendapatkan gambaran di akhir program agar masyarakat penerima manfaat dapt diperoleh data individu sehingga suatu saat dalam sampel acak dapat benar-benar dibuktikan keberhasilan program skala rumah tangga, bukan saja angka populasi masyarakat yang berkunjung.
Proyek kedua yang ditampilkan adalah Proyek Modernisasi Pengadaan yang secara khusus bekerja-sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP). Pihak MCA-Indonesia menjelaskan bagaimana proyek ini dapat membantu menghemat pengeluaran pemerintah dengan banyak mereduksi biaya-biaya dalam proses pengadaan. Selain itu, proyek ini juga akan menghasilkan 500 tenaga professional yang akan khusus membidangi pengadaan. Proyek percontohan di 29 Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah akanmenjadi sebuah model pengembangan yang dapat di replikasi di ULP-ULP lain. Proyek ini juga dapat menjadi sebuah cara untuk memposisikan LKPP pada core business di bidang pengadaan secara professional. Sjahrial memeberikan keterangan bagaimana awal mula LKPP berdiri yang dimulai dari sebuah ULP di Bappenas. Eva menilai proyek ini menarik dan sesuai dengan misi pemerintah dalam government reform. Eva menginginkan agar proyek ini dapat menasionalisasi, tidak berhenti di 29 atau 60 ULP percontohan saja. Ia mencontohkan dengan semakin dekatnya Pilkada serentak yang dapat menginisiasi para calon kepala daerah untuk dapat berkomitmen memajukan sistem pengadaan di daerah melalui jalinan kerja sama MCA-Indonesia dengan Komisi Pemilihan Umum.

Proyek terakhir yang dipresentasikan adalah mengenai Proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity, GP). Porsi hibah terbesar ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan akan bahan bakar fossil dalam penyediaan tenaga listrik serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari. Bona menjelaskan saat ini sudah disusun jendela-jendela hibah dengan beberapa skema yang berbeda. Ada total 6 jendela  hibah yang dibuka, kecuali jendela hibah Pengetahuan hijau yang masih dalam pengembangan. Ada ratusan proposal yang telah masuk ke MCA-Indonesia. Dalam seleksi pemenang, MCA-Indonesia melakukan mekanisme penyaringan dengan membuat Investment Committee yang terdiri atas 5 orang professional. Dengan pola hibah yang besar dan para pemain di bidang energy yang besar juga, Eva mengingatkan untuk dapat secara proporsional memilih para penerima hibah dengan kriteria-kriteria yang menguntungkan untuk mesayarakat kecil, terutama di daerah. Meskipun masyaralat dapat menikmati listrik, namun diharapakan masyarlaat juga dapat memperoleh porsi kepemilikan sehingga dapat menjaga keberlanjutan proyek di daerah masing-masing. Dari sisi administrative, Eva mengingatkan agar pihal perwakilan MCC di Indonesia dapat memiliki peran yang lebih besar dalam alur persetujuan sebuah rencana program sehingga waktu jeda dalam proses seleksi atau keputusan dapat berjalan lebih singkat (MA). 

Tuesday, March 24, 2015

MAJELIS WALI AMANAT (MWA) RAPAT


MWA Millennium Challenge Account Indonesia (MCA-Indonesia) mengadakan rapat pada hari Senin 23 Maret 2015 di kantor Menkoperekonomian dalam rangka persiapan kunjungan misi CEO MCC-US ke Mamuju Sulawesi Barat. Ada 2 (dua) agenda yang dibahas antara lain :

Friday, March 20, 2015

PEMERINTAH TERTIBKAN PIHAK DONOR DALAM HAL ADMINISTRASI DAN PELAPORAN


Pemerintah sedang melakukan pembenahan dalam pengadministrasian penerimaan bantuan dalam bentuk pinjaman dan hibah dari pemerintah atau institusi asing. Direktorat Evaluasi, Akuntasi dan Setelmen menginisiasi untuk berdiskusi dengan mengundang beberapa pihak Kementerian/Lembaga dan donor.

Wednesday, March 18, 2015

Kerjasama LKPP dan BPK

Pada Hari Selasa, 10 Maret 2015, telah dilaksanakan Rapat di R. Sekretaris Jenderal BPK, Gd BPK lt. 18. Rapat diselenggarakan dalam rangka pembahasan kerjasama antara LKPP dan BPK khususnya mengenai sub-komponen kegiatan HRD Proyek Modernisasi pengadaan, Hibah Program Compact. Rapat dihadiri oleh Bpk. Agus Prabowo dan Ibu Sarah Sadiqa selaku Tim Steering Committee untuk proyek Modernisasi Pengadaan Program Compact serta Bpk Hendar Setiawan (Sekjen BPK) dan Bpk Dwi Setiawan (Ka. Pusdiklat BPK).

Beberapa point kesimpulan dari rapat tersebut adalah:
  • BPK memberikan dukungan atas usulan kerjasama LKPP dan BPK. BPK  membuka kesempatan untuk LKPP menggunakian fasilitas Pusat dan Badiklat BPK yang berada di 4 wilayah kota besar yaitu : Jakarta, Yogyakarta, Makassar dan Medan. BPK sangat mendukung usulan LKPP untuk menjadikan BPK sebagai salah satu Pilar Pusat Pengetahuan Pengadaan khususnya yang terkait Procurement Audit.
  • BPK juga memahami dan mendukung usulan LKPP mengenai kepemilikan Program Pelatihan Pengadaan Barang / Jasa yang akan dilaksanakan oleh  LKPP dan BPK ketika bantuan hibah Compact berakhir pada tahun 2017.
  • Terkait dengan penyusunan modul Procurement Audit, LKPP dan BPK menerima undangan dari MCC untuk menghadiri Procurement Audit Conference di Berlin pada pertengahan bulan April mendatang.
  • Pada kesempatan tersebut, LKPP akan mengikutsetakan Deputi Bidang Pengembangan SDM LKPP dan 2 orang staf dari Direktorat Pelatihan Kompetensi. Sedangkan dari BPK direncanakan akan mengikutsertakan Sekretaris Jendral BPK dan Kepala Pusat Pendidikan Latihan serta 1 orang Staf Senior Puasdiklat.
  • Namun rencana perjalanan pejabat Eselon I diperkirakan mengalami kendala mengingat aturan protokoler pemerintahan yang tidak dapat dipenuhi oleh MCC terutama terkait dengan tiket pesawat penerbangan untuk acara yang dimaksud. 
  • LKPP dan BPK menekankan bahwa dalam hal ini MCC seharusnya mampu menghargai kertentuan dan protokoler yang berlaku dalam pemerintahan.
  • Akibat dari tidak fleksibelnya atran dari MCC ini maka diperkirakan Deputi Pengembangan Sumber Daya Manusia LKPP dan Sekretaris Jenderal BPK tidak akan berangkat untuk berpartisipasi dalam acara konfrensi tersebut.
  • LKPP meminta agar Ibu Bona Sirait selaku Deputi MCAI  menyelesaikan masalah ini dengan MCC ataupun dengan pihak yang terkait.
oleh elissarita