Pages

Labels

Thursday, May 28, 2015

Kursi Kosong Telah Terisi, MCA-Indonesia Resmi Miliki Direktur Eksekutif Baru


Tepat setengah tahun setelah MCA-Indonesia meninggalkan posisi kosong untuk Direktur Eksekutif, pada hari Kamis (28/5/2015), Bonaria Siahaan menandatangani kontrak baru sebagai Direktur Eksekutif MCA-Indonesia. Bertempat di ruang Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian, penandatangan Professional Service Agreement (PSA) Executive Director MCA-Indonesia antara Bonaria Siahaan dan Lukita D. Tuwo sebagai Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) MCA-Indonesia. Penandatanganan ini sekaligus mengakhiri proses panjang pemilihan direktur eksekutif yang telah dimulai sejak awal tahun 2015. Acara ini disaksikan juga oleh Troy Wray, Resident Country Director Indonesia Millennium Challenge Corporation (MCC); Martha Bower, Staff MCC Indonesia; Hari Kristijo, PPK Satker Pengelola Hibah MCC, dan Lely Taulu, Direktur Sumber Daya Manusia MCA-Indonesia.



“Congratulation, Keep on hard working” ucap Lukita kepada Bonaria sesaat setelah penandatanganan. Sepeninggal Lukita sebagai acting Executive Director, maka semua beban dan tanggung jawab Direktur Eksekutif kini berada di tangan Bonaria. “Please, Don’t leave us, Pak” ungkap Bonaria membalas ucapan selamat dari Lukita. Memang dengan semakin pendeknya waktu pelaksanaan, segunung pekerjaan rumah menanti keputusan dari pucuk pimpinan MCA-Indonesia untuk segera di tindak-lanjuti. Bonaria Siahaan akan secara remi memegang tampuk pimpinan MCA-Indonesia mulai 1 Juni 2015.


Pada kesempatan itu juga, Bonaria menyampaikan beberapa informasi pembaruan mengenai proyek, terutama Kemakmuran Hijau. Saat ini proses jendela hibah masih terus digulirkan, dan beberapa jendela hibah telah sampai pada tahap pemilihan calon mitra. “Seleksi masih dilakukan untuk melihat feasibility kandidat sesuai dengan proposal yang masuk” ujar Bonaria. Pada jendela-jendela lainnya, respon yang ditunjukkan oleh masyarakat sangat positif. Ratusan Expression of Interest telah masuk ke meja panitia. Dan dari seleksi awal telah masuk ke tahap proposal. Pemberitahuan mengenai status pemenang dan tahap yang sedang di lakukan. Bonaria menegaskan bahwa dengan mulai munculnya penipuan atas nama MCA-indonesia di daerah-daerah, maka Bona akan memaksimalkan fungsi GP Portal dan team di lapangan. Hari Kristijo juga mengingatkan untuk  segara mengevaluasi apabila proses pemilihan hibah tahap pertama telah selesai, maka perlu di periksa ulang proporsi daerah penerima hibah dan daerah mana yang belum menerima (MA).

PKGBM MCA-Indonesia Sepakati Perubahan 2 indikator Monev Bidang Kesehatan




Program Kesehatan dan Gizi berbasis Masyarakat (PKGBM) merupakan salah satu program dalam hibah Compact MCC yang menggandeng program PNPM Generasi yang telah berjalan dengan tambahan indikator pengentasan anak pendek. Konsekuensi yang timbul akibat adanya tambahan output dari PNPM Generasi ini tentu berakibat pada ukuran keberhasilan program yang akan menjadi bahan dalam monitoring dan evaluasi (monev). Pertemuan kali ini merupakan kelanjutan dari rapat lintas sektor di Kementerian Kesehatan yang  telah dilakukan pada tanggal 12 Mei 2015. Pertemuan di Kantor MCA-Indonesia Gedung Jasindo (27/5/2015) dihadiri oleh MCA-Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, National Secretary Team (NST) MCA-Indonesia, PNPM Support Facility (PSF) Bank Dunia,  serta Satker Pengelola Hibah MCC.

Bahan yang menjadi sumber bahasan adalah mengenai Petunjuk Teknis Operasional (PTO) Penjelasan 2 mengenai Pedoman Substansi Bidang Kesehatan. Terdapat sebuah titik krusial dalam penentuan teknis operasional mengenai pembagian porsi pemberian materi kesehatan (konseling) kepada masyarakat antara tenaga medis (bidan desa) dan fasilitator (kader desa). Dalam PTO bidang kesehatan, terdapat 10 ukuran keberhasilan yang akan di gunakan sebagai indikator monev. Dalam point (i) dan (j) pada PTO mengenai konseling pemenuhan gizi pada ibu hamil dan balita, diharapkan lebih ada penekanan pada keabsahan fasilitator/kader agar bisa memberikan sebuah konseling, baik individu maupun kelompok. Hal ini akan berkaitan erat dengan tujuan program dalam mencegah anak pendek (stunting) yang memerlukan penyebarluasan informasi dan praktek penanganan gizi untuk ibu hamil dan bayi. Sehingga, dalam kepentingan monev MCA-Indonesia, hal ini dapat memenuhi indikator pelatihan kader desa dan bidan desa.

Permasalahan lainnya adalah mengenai bagaimana angka-angka yang diperoleh dari setiap lokasi menjadi dapat dikalkulasi dan diintrepetasi secara tepat oleh system monev yang dikembangkan MCA-Indonesia. Seperti misalnya apakah parameter 4 kali kunjungan yang diminta dilakukan dalam PNPM generasi untuk ibu hamil memeriksakan kandungannya dapat dilinearkan sebagai kunjungan orang yang sama ataukan berupa data kelompok saja. Hal ini dapat mengandung bias dalam pemahaman mengenai angka prosentase kehadiran ibu hamil di suatu desa di puskesmas/posyandu. Pihak PSF sendiri mengatakan telah mencoba memahami dan mengadopsi keingintahuan ini dengan menggunakan system kohort dalam modul pencatatan, meskipun dalam system kalkulasi masih mengunakan format lama.


Pihak PSF juga menjelaskan mengapa hal itu masih tetap dilakukan sebagai dasar penghitungan keberhasilan program PNPM Generasi. Dasar PNPM Generasi di luncurkan adalah sebuah insentif kepada komunitas desa yang berhasil untuk membawa masyarakat mengikuti arahan standarad kesehatan dan pendidikan. Kondisi ini menuntuk indikator evaluasi yang bersifat kolektif (skala komunitas) dan bukan pada keberhasila individu. Dengan demikian, rapat berkesimpulan untuk melakukan join meeting yang lebih luas sembari mensosialisasikan PTO baru yang mengakomodasi kebutuhan proyek mengentaskan stunting. Penyusunan draft PTO revisi ini akan dikoordinasikan oleh tim dari PSF. Join meeting sendiri akan dihadiri oleh para pemangku kepentingan yang akan involve dalam operasional di lapangan dan para penentu kebijakan program-program yang sejalan dengan proyek PNPM Generasi (MA).

Definisikan Usaha/Perusahaan Milik Perempuan, MCA-Indonesia Bantu Lebarkan Sayap Usaha Perempuan


Setelah bulan Agustus 2014 MCA-Indonesia meluncurkan sebuah hasil survey tentang Akses, Hambatan dan Kecenderungan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dikemas dalam sebuah buku yang judul “Gender dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Indonesia”, kini giliran sebuah hasil survey lainnya mengenai Definisi Usaha/Perusahaan milik Perempuan di seminarkan secara nasional. Bertempat di hotel Alila Jakarta (27/5/2015), Konsultan Gender MCA-Indonesia, Marisna Yulianti, memaparkan hasil studi mengenai Definisi Usaha/Perusahaan milik Perempuan. Seminar nasional yang di helat MCA-Indonesia bertujuan untuk mendapatkan masukan dalam penyusunan Definisi Usaha/Perusahaan milik Perempuan guna kepentigan nasional.  Acara ini dibuka oleh Lukas Adhyakso, Deputy CEO untuk Program. Sesi pembukan kedua dilakukan oleh Valentina Ginting, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak. Dalam pesan pembukaannya, baik Lukas maupun Velentina meyakinkan bahwa standing point program hibah Compact dalam isu cross cutting Gender ini sejalan dengan amanat dalam RPJMN 2015-2019 dimana Pengarus-Utamaan Gender (PUG) mencantumkan tiga isu kebijkan nasional dan terkait juga dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, diinstruksikan setiap Kementerian/Lembaga (K/L) untuk mengintegrasikan gender pada setiap tahapan pembangunan.

Paparan yang disampaikan oleh Marisna, dimulai dengan komparasi beberapa definisi yang ada di Negara-negara lain seperti dari Amerika, Kanada dan India serta dari lembaga internasional International Financial Corporation (IFC). Dalam temuannya, Marisna menemukan rata-rata definisi usaha/perusahaan milik perempuan sudah dibawa ke ranah legal formal dengan bukti kepemilikan saham minimal 51%. Sedangkan definisi yang diberikan oleh IFC dapat sedikit lebih longga dengan kepemilikan saham 20% namun usaha dikendalikan sepenuhnya oleh perempuan. Tanggapan yang diberikan umumnya seragam menganai batasan formal yang perlu diadopsi dengan kondisi khusus di Indonesia, yakni hamper 70-80% usaha di Indonesia adalah UKM/skala mikro. Dengan lebih sedikit perempuan yang ada di bidang ini, maka keberpihakan terhadap kaum perempuan secara regulasi harus lebih seksama. Terutama aturan mengenai batasan kepemilikan saham. Perwakilan dari Provinsi Aceh Nangro Darussalam, Teuku Sabirin, memberikan pandangan khususnya mengenai kondisi spesifik di Aceh. Sejak definisi akan dipergunakan secara nasional, maka karakteristik masyarakat Aceh harus juga dapat teradopsi dalam definisi. Teuku mencontohkan studi ILO pada tahun 2006 oleh Claudia Muller mengenai  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perempuan Pengusaha dalam Mendirikan dan Mengembangkan Usahanya di Provinsi NAD dapat dijadikan sebuah acuan. Sedangkan Nunki Januarti dari Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) berpendapat bahwa IWAPI didirikan bertujuan untuk mendorong perempuan pengusaha untuk dapat maju dengan memberikan berbagai macam fasilitas dan akses ke pasar atau permodalan. Dari banyak kasus aktivitas usaha/perusahaaan perempuan dilapangan, Nunki berharap agar definisi yang akan dibuat tidak selalu mengacu kepada definisi yang ada di luar negeri. Pembatasan prosentase kepemilikan saham (modal) 51% juga dapat menjadi sebuah kesulitan di lapangan. 



Sesi kedua Semiloka ini diisi dengan diskusi kelompok yang focus terhadap 2 hal, yaitu penyusunan definisi usaha/perusahaan perempuan dan identifikasi kebutihan definsi yang disusun. Forum semiloka dibagi menjadi 4 kelompok dan acara ini di fasilitasi olem MCA-Indonesia, Marisna dan Dwi Faiz (Direktur Social and Gender Assessment/SGA). Diskusi kelompok yang berjalan santai ini menghasilkan banyak ide dan masukan mengenai poin-poin yang diperlukan dalam penyusunan definisi beserta bagaimana definisi ini akan bermanfaat untuk perempuan dalam skala nasional, khususnya dalam pelaksanaan program hibah Compact. Dari sekian banyak usulan yang ada, nampaknya isu mengenai ketersediaan data mengenai pelaku usaha permpuan menjadi salah satu poin penting yang menjadi tugas BPS untuk merealisasikan dalam sensus ekonomi nasional (MA). 

Proyek Kesehatan Mantapkan Kembali Indikator Monev


Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) merupakan proyek yang diinisiasi bersama dengan pihak World Bank (PNPM Support Facility), Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan beberapa pihak terkait lainnya. Bertempat di Gedung Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan lantai 7 (12/5/2015) rapat pemantapan indicator monitoring dan evaluasi (Monev) PKGBM di pimpin oleh Direktur Bina Gizi Dodi Izwardi.


Dalam pembukaannya, Dodi menyinggung bahwa model pengelolaan hibah dalam PKGBM ini akan menjadi contoh pengelolaan proyek secara nasional, meskipun KPA ada di Bappenas dan dalam waktu dekat akan mendapatkan fatwa dari Kementerian Keuangan. Pendekatan yang dilakukan dalam program untuk mencegah anak pendek adalah sudah tepat, karena dua hal penting yang mempengaruhi anak pendek adalah gizi dan sanitasi. “perlu satu abad untuk benar-benar memperbaiki kualitas anak pendek” ungkap Dodi mensitir sebuah riset gizi yang pernah dilakukan. Direktur PKGBM Minarto membuka presentasi pemantapan indakator monev untuk PKGBM ini dengan sebuah logframe kesehatan mulai dari jenis kegiatan hingga menuju tujuan dan sasaran program. Dalam penyusunan logframe, maka perlu di tetapkan Indikator-indikator Penentu Obyektif  yang dapat diukur pada tingkat Sasaran (Goal) kemudian Tujuan (Purpose) , kemudian Keluaran (Output), kemudian Kegiatan-Kegiatan (Activities).

Pihak MCA-Indonesia mengemukakan rencana monev yang akan dilakukan untuk setiap sub project PKGBM, mulai dari Community project activity, Supply Side Activity, dan Communication Activity terhadap parameter indicator, disagregasi data, dan sumber data. Hal yang tidak kalah penting adalah mengenai penilaian kualitas data meliputi validitas, integritas data, ketepatan, reliabilitas data dan skala waktu. Masing masing indikator yang dikembangkan akan mengacu pada beberapa hal tersebut. Pihak National Secretary Team (NST) juga menyajikan beberapa rencana monev yang akan dilakukan. Beberapa contoh data aktualmengenai cara analisis, mendapatkan data serta melakukan verifikasi di ujicobakan dalam rapat tersebut. Data yang diperoleh dari lapangan dapat sangat bervariasi dan banyak sehingga dalam analisis dan tampilan perlu dikonsolidasi menjadi data yang lebih sesuai dengan indikator dalam RPJMN atau Renstra yang lebih sederhan dan menarik. Pihak NST juga menyarankan perlunya ada monitoring rutin dan studi kualitatif kenapa dan bagaimana terhadap data kuantitatif dengan instrumen yang sederhanda dan terstruktur.

Masukan yang muncul dari peserta forum sangat beragam. Pihak PSF mengingatkan agar saat menjadi sebuah indikator yang siap, harus disepakati oleh joint management sesuai dengan MoU Grant Agreement. Pihak Pusdatin Kemenkes juga menyarankan untuk menjadikan factor kepala desa sebagai salah satu indicator keberhasilan mengingat banyak daerah yang memiliki pemimpin yang peduli sehingga program dapat berjalan dengan baik. Beberapa permasalahan dalam penyediaan data di lapangan juga ternyata banyak menemukan permaslahan karena kualitas data yang dihadirkan oleh para volunteer di daerah menjadi sangat terbatas. Disisi lain, pihak kemenkes, menilai indikator yang akan di kelola ini akan sangat banyak dan pihaknya akan kewalahan dalam menganalisis setiap indikator dan memastikan indicator yang tepat. “Monev ini urusan yang serius, sehingga saya meminta kepada Pak Min (Minarto, direktur PKGBM MCA-I) untuk menyediakan Konsultan monev untuk saya” ungkap Dodi serius menanggapi rencana indicator yang telah disampaikan. Rapat ini akan dilanjutkan dengan workshop khusus guna mengejar rencana implementasi program komunikasi di bulan Juli 2015 (MA). 

Satker PH MCC Targetkan Peluncuran Laman Satker pada Juni 2015


Sudah sejak 2014, Satker PH MCC mencoba untuk mendesain dan membuat sebuah layanan berbasis web sebagai media untuk berinteraksi secara interaktif dengan masyarakat dan masih terkendala dengan beberapa kendala teknis di server Bappenas. Untuk itu, bertempat di kantor direktur Energi, Telekomunikasi dan Informasi (ETI) Direktoran ETI, Satker PH MCC, dan Pusdatin Bappenas mengadakan rapat dengan penyedia jasa pengembangan web Satker PH MCC (11/5/2015). Rapat sendiri dipimpin oleh Andiyanto, sebagai Bendahara Pengeluaran Satker PH MCC.

Pihak konsultan pengembang web yang diwakili oleh Reffi menjelaskan bahwa saat ini proses coding atas security requirement yang diharuskan oleh Pusdatin sebagai pemegang otoritas dalam administrasi web di Bappenas hamper rampung. Proses ini mau tidak mau menuntut extra pekerjaan untuk konsultan untuk menjamin keamanan web Bappenas secara keseluruhan pada saat laman Satker PH MCC tampil dengan menginduk ke laman utama Bappenas dengan domain dot go dot id. Pihak Pusdatin Bappenas sendiri mengatakan bahwa secar umum tidak ada masalah dengan desain web yang dibuat konsultan, karena memiliki arsitektur codeigniter (Ci) yang sama, namun dari sisi keamanan, beberapa security feature perlu untuk ditambahkan.

Pimpinan rapat Andiyanto menginginkan agar permaslahn inidapat segera di cari solusi bersama. Untuk itu, pihak Direktorat ETI akan mengirimkan surat permintaan bantuan security check pada desain web yang dibuat oleh konsultan sehingga beberapa celah keamanan yang tidak terlindungi dari program akan dibantu untuk ditutup (MA). 

Evaluasi Progress Hibah Compact, Bappenas Inginkan Hibah dapat Tepat Sasaran


Setelah memasuki era cabinet kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo, pihak Bappenas kembali meminta laporan kemajuan program hibah Compact MCC. Pihak Bappenas diwakili oleh staf khusus Menteri Bappenas, Eva Sundari dan asisten; PPK Satker Pengelola Hibah MCC, Hari Kristijo beserta beberapa staf Satker Pengelola Hibah MCC; serta pihak MCA-Indonesia yang diwakili oleh Bona Siahaan sebagai deputy CEO untuk Operations Support, Lukas Adhyakso, Deputy CEO untuk Program dan Sjahrial Loethan, Advisor CEO.  Laporan kemajuan ini disampaikan oleh MCA-Indonesia yang oleh Bona Siahaan di ruang Staff khusus menteri, Bappenas (5/5/2015).  Pihak MCA-Indonesia menerangkan kembali awal mula Indonesia menerima hibah Compact dan program-program yang ada didalamnya. Selain itu, dijelaskan juga cross cutting issue yang menjadi persyaratan dalam hibah compact.

Bona memulai penjelasan dari Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM). Proyek ini dikhususkan untuk mencegah anak pendek yang kini telah menjasi bagian dari focus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Sejalan dengan visi tersebut, Bona menjelaskan capaian yang telah diraih, para pihak yang terlibat, serta rencana hingga akhir proyek hibah Compact. Proyek ini mengadopsi proyek dari PNPM Generasi dan menambahkan 2 indikator dalam pelaksanaannya, yakni pengikuran antrophometri dan pola kunjungan Puskesmas. Salah satu yang menjadi perhatian Eva Sundari dari proyek yang dilaksanakan di 11 Provinsi, 32 Kabupaten dan 5400 desa adalah pengadaan mikronutrien taburia. Eva mengingatkan untuk dapat menekan produk impor dalam program taburia. Selain itu, Eva juga ingin mendapatkan gambaran di akhir program agar masyarakat penerima manfaat dapt diperoleh data individu sehingga suatu saat dalam sampel acak dapat benar-benar dibuktikan keberhasilan program skala rumah tangga, bukan saja angka populasi masyarakat yang berkunjung.
Proyek kedua yang ditampilkan adalah Proyek Modernisasi Pengadaan yang secara khusus bekerja-sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP). Pihak MCA-Indonesia menjelaskan bagaimana proyek ini dapat membantu menghemat pengeluaran pemerintah dengan banyak mereduksi biaya-biaya dalam proses pengadaan. Selain itu, proyek ini juga akan menghasilkan 500 tenaga professional yang akan khusus membidangi pengadaan. Proyek percontohan di 29 Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah akanmenjadi sebuah model pengembangan yang dapat di replikasi di ULP-ULP lain. Proyek ini juga dapat menjadi sebuah cara untuk memposisikan LKPP pada core business di bidang pengadaan secara professional. Sjahrial memeberikan keterangan bagaimana awal mula LKPP berdiri yang dimulai dari sebuah ULP di Bappenas. Eva menilai proyek ini menarik dan sesuai dengan misi pemerintah dalam government reform. Eva menginginkan agar proyek ini dapat menasionalisasi, tidak berhenti di 29 atau 60 ULP percontohan saja. Ia mencontohkan dengan semakin dekatnya Pilkada serentak yang dapat menginisiasi para calon kepala daerah untuk dapat berkomitmen memajukan sistem pengadaan di daerah melalui jalinan kerja sama MCA-Indonesia dengan Komisi Pemilihan Umum.

Proyek terakhir yang dipresentasikan adalah mengenai Proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity, GP). Porsi hibah terbesar ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan akan bahan bakar fossil dalam penyediaan tenaga listrik serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari. Bona menjelaskan saat ini sudah disusun jendela-jendela hibah dengan beberapa skema yang berbeda. Ada total 6 jendela  hibah yang dibuka, kecuali jendela hibah Pengetahuan hijau yang masih dalam pengembangan. Ada ratusan proposal yang telah masuk ke MCA-Indonesia. Dalam seleksi pemenang, MCA-Indonesia melakukan mekanisme penyaringan dengan membuat Investment Committee yang terdiri atas 5 orang professional. Dengan pola hibah yang besar dan para pemain di bidang energy yang besar juga, Eva mengingatkan untuk dapat secara proporsional memilih para penerima hibah dengan kriteria-kriteria yang menguntungkan untuk mesayarakat kecil, terutama di daerah. Meskipun masyaralat dapat menikmati listrik, namun diharapakan masyarlaat juga dapat memperoleh porsi kepemilikan sehingga dapat menjaga keberlanjutan proyek di daerah masing-masing. Dari sisi administrative, Eva mengingatkan agar pihal perwakilan MCC di Indonesia dapat memiliki peran yang lebih besar dalam alur persetujuan sebuah rencana program sehingga waktu jeda dalam proses seleksi atau keputusan dapat berjalan lebih singkat (MA).