Pages

Labels

Tuesday, October 21, 2014

Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. KEP.82/M.PPN/HK/08/2012 tentang Pembentukan Majelis Wali Amanat Millennium Challenge Account-Indonesia




Cara Turki Kelola Sampah, Ide Menarik Bagi MWA MCA-Indonesia



Tak salah bila Turki menjadi salah satu negara tujuan wisata dunia. Selain kaya dengan percampuran budaya timur dan barat, Turki mempunyai cara jitu untuk mempertahankan keindahan kotanya. Salah satu cara baru untuk mempertahankan kebersihan kota dengan menggandeng pihak swasta dalam pengelolaan infrastruktur dasar, khususnya pada pengelolaan sampah. Melibatkan swasta dalam Public Private Partnership (PPP) tidak hanya menjadikan kota-kota di Turki tertata rapi, lebih jauh lagi untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih nyaman dan tenteram. 

Ide ini sangat menarik dan menjadi masukan bagi implementasi Program Compact di Indonesia, terutama pada kegiatan Proyek Kemakmuran Hijau. Salah satu tujuan kunjungan kerja Anggota Majelis Wali (MWA) MCA-Indonesia dan Bappenas ke Turki, 7-11 Oktober 2014 untuk melihat dengan jelas penyediaan infrastruktur dasar yang memperhatikan kelestarian lingkungan di samping usaha pengentasan kemiskinan. Tim beranggotakan MWA MCA-Indonesia, Zumrotin K. Susilo, Inspektur Utama Bappenas selaku anggota Komite Adhoc Audit MCA-Indonesia Slamet Soedarsono, Kepala Biro Renortala Bappenas Daroedono, PPK Pengelola Hibah MCC Hari Kristijo dan dipimpin oleh Anggota MWA MCA-Indonesia, Mangara Tambunan. 

Informasi lebih detil diperoleh setelah menyambangi Kedutaan Besar RI di Ankara, Rabu (8/10/2014). Minister Conselor selaku Charge d’Affaires Robertus Irawan RH, menjelaskan pembiayaan dan pembangunan infrastruktur dasar di Turki seperti energi, air minum, sanitasi dan perumahan, telah mengaplikasikan sistem PPP dengan konsesi lebih dari 30 tahun. Untuk mencapai sustainability proyek infrastruktur tersebut, Pemerintah Turki menciptakan lembaga pengelola infrastruktur yang modern. Impelementasi kebijakan ini ditunjang dengan kesadaran masyarakat Turki terhadap Operation and Manintenance (O&M) yang diwujudkan dalam bentuk ketaatan membayar iuran bulanan infrastruktur dasar tersebut. 

Hal yang sama juga dikemukakan Wakil Direktur Dinas Pertamanan dan Persampahan Kota Cankaya, Ankara. Pemerintah Propinsi Ankara bertanggung jawab dalam urusan sampah, mulai dari pengumpulan sampah rumah tangga hingga pada proses pengelolaan dan penimbunan. Tentu saja mekanisme ini menjadi lebih efektif dan efisien berkat keterlibatan swasta melalui mekanisme PPP. Dengan demikian, tugas Pemerintah Propinsi Ankara menjadi lebih ringan untuk menciptakan prasarana berwawasan lingkungan (green infrastructure).

Memastikan semua informasi yang didapat, tim bergegas meninjau lokasi pengangkutan dan pemilahan sampah. Pengolahan sampah tersebut menerapkan prinsip 3R, yaitu Recycle, Reduce dan Reuse. Sampah yang dikumpulkan kemudian diolah untuk menghasilkan gas yang berguna dan dapat dimanfaatkan masyarakat, seperti untuk pembangkit listrik, usaha peternakan ayam dan pertanian tomat. Kepuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikan pemerintah dalam sektor ini diukur melalui suatu survey. Hasilnya secara akuntabel dimuat dalam satu website milik pemerintah yang dapat dijadikan bahan monitoring dan evaluasi secara berkala. (HK)

MWA MCA-Indonesia Pelajari Pola Hibah Kedua Compact Georgia

  

Seiring dengan semakin sempitnya waktu implementasi proyek hibah Compact hingga April 2018, Majelis Wali Amanat (MWA) MCA-Indonesia dan Bappenas berinisiatif melakukan kunjungan resmi ke negara penerima hibah MCC lainnya. Kali ini, negara yang dikunjungi adalah Georgia, sebuah negara yang berada di antara perbatasan wilayah Asia Barat dan Eropa Timur dan menjadi bagian dari Uni Soviet hingga kemerdekaannya tahun 1991. Bukan tanpa alasan Georgia dipilih sebagai tempat mengambil pembelajaran terbaik. Georgia dianggap berhasil dalam memperoleh hibah Compact untuk kedua kalinya. Georgia dipilih kembali menerima hibah Compact setelah keberhasilannya bangkit dari posisi 112 ke posisi 8 menurut indeks International Finance Corporation (IFC) di bidang perbaikan administrasi pajak dan cukai, bisnis dan perijinan serta sistem pengadilan. Total dana yang dikucurkan oleh MCC pada fase pertama adalah sebesar USD 395,3 juta. 

Kunjungan selama empat hari di Georgia, 3-6 Oktober 2014 dipimpin oleh Anggota MWA MCA-Indonesia, Mangara Tambunan dan diikuti oleh Anggota MWA MCA-Indonesia Zumrotin K. Susilo, Inspektur Utama Bappenas selaku anggota Komite Adhoc Audit MCA-Indonesia Slamet Soedarsono, Kepala Biro Renortala Bappenas Daroedono dan PPK Pengelola Hibah MCC Hari Kristijo. Kesempatan ini dipergunakan untuk meninjau reservoir (tampungan) air minum dan water treatment plan di utara Kota Tbilisi, salah satu dari 5 reservoir air minum untuk Kota Tbilisi. Bendungan di utara Kota Tbilisi ini berfungsi sebagai pengendali banjir dan penyediaan air minum serta tempat rekreasi air warga Georgia.

Dalam diskusi dengan Direktur Eksekutif MCA-Georgia Magda Magradze dan jajaran staf MCA-Georgia, Senin (6/10/2014) di Kantor MCA-Georgia, diketahui bahwa Program Compact kedua dimulai dan Entry Into Force (EIF) resmi ditandatangani pada 1 April 2014. MCA-Georgia mendapatkan hibah Compact kedua sebesar USD 140 juta yang diperuntukkan pada pembiayaan 3 proyek besar, yaitu General Education Project, Industrial LED and Workforce Development Project dan Higher Education Project. Semua program yang akan dibiayai hibah MCC ini bertujuan untuk memperkuat kualitas pendidikan di Georgia dan menciptakan kemampuan profesional untuk memastikan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

Program yang dikembangkan dalam General Education Project senilai USD 76,5 Juta lebih mengarah pada kegiatan rehabilitasi sekolah negeri dan membangun laboratorium ilmu pengetahuan. Kegiatan lainnya yaitu mengembangkan sistem Operations & Maintenance (O&M) untuk sekolah negeri dan menawarkan program perkembangan professional yang intensif dengan tujuan mewujudkan efisensi pengelolaan di lingkungan pendidikan dan sekolah negeri. Proyek ini juga mendanai untuk menguji hasil reformasi dan program pendidikan yang berasal dari bantuan mitra internasional seperti PISA, TALIS dan TIMSS.

 
Program kedua yaitu Higher Education Project senilai USD 30 juta ditujukan untuk membawa universitas yang ada di Amerika Serikat untuk bekerja sama dengan Universitas Negeri Georgia melalui penawaran Program Srata 1 sesuai dengan sistem akademik yang telah ditentukan yaitu, Science, Technology, Engineering and Math (STEM) yang hasil akhirnya memberikan peningkatan kapasitas Universitas Negeri Georgia untuk mencapai standar internasional dan memperoleh akreditasi internasional.

Program terakhir adalah Industrial LED and Workforce Development Project senilai US$ 16 juta, lebih fokus pada peningkatan hubungan antara permintaan keterampilan berdasarkan kebutuhan pasar dan ketersediaan pasokan sumber daya manusia Georgia yang memiliki keterampilan teknis yang relevan dengan ekonomi lokal.

Selain menceritakan strategi skema impelementasi program hibah pertama dan kedua, poin diskusi yang tak kalah penting adalah kontribusi Pemerintah Georgia untuk Program Compact fase kedua. Pemerintah Georgia menyiapkan dana pendamping (counterpart fund) sebesar 15%. Tidak hanya itu, semua jenis pajak wajib dibebaskan dan tidak dipungut (exemption). Hal ini penting untuk pembelajaran Indonesia apabila ingin sukses dan berhasil memproleh hibah Compact fase kedua. (HK)

Monday, October 20, 2014

Green Knowledge Resmi Tancapkan Kaki di Nusa Tenggara Timur




Proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity Project) sebagai investasi terbesar dalam pengembangan Program Compact di Indonesia, memerlukan suatu usaha penyelarasan agar program tetap pada tujuan besar. Maka perlu segera disusun sebuah rencana aksi pendukung. Pengetahuan Hijau (Green Knowledge) merupakan salah satu dari 4 aktivitas Proyek Kemakmuran Hijau. Pengetahuan Hijau adalah sebuah investasi yang ditanamkan dalam peningkatan kapasitas dan penerapan ilmu pengetahuan atau “Pengetahuan Hijau” yang ditujukan untuk meningkatkan efektifitas dan keberlanjutan manfaat proyek dalam jangka panjang. Pemangku kepentingan, terutama sponsor proyek diharapkan mengikutsertakan institusi dan pihak lain seperti pemerintah daerah, lembaga keuangan, perusahaan swasta yang bergerak dalam sektor energi terbarukan, pertanian, kehutanan dan air, organisasi non-pemerintah baik lokal maupun internasional, termasuk organisasi yang mewakili kelompok-kelompok perempuan dan kelompok-kelompok rentan serta petani kecil. 

Untuk itu, MCA-Indonesia menghelat sebuah acara Diskusi Kelompok Fokus (Focus Group Discussion/FGD) dengan tema “Getting local Voice and Securing Local Knowledge”, Jumat (17/10/2014), di Aula Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang. Diskusi kelompok fokus dibuka oleh Rektor Universitas Nusa Cendana Fredrik L. Benu, didampingi Sekretaris LPM Chris M. Pellokila dan Associate Director Green Knowledge, MCA-Indonesia Poppy Ismalina. Acara ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan di bidang lingkungan dan energi terbarukan sebagai pengaya dalam konsep Green Knowledge. Dalam kesempatan ini juga, MCA-Indonesia diperkenalkan sebagai Unit Pelaksana Program dalam pengelolaan dana hibah Compact dan memperkenalkan pola kerja hibah itu sendiri. 

Undana menyambut baik rencana kerjasama program Hibah MCC dengan akademisi dan pegiat di bidang lingkungan dan energi terbarukan. Rektor Undana mengingatkan tentang keseimbangan pembangunan ekonomi dan ketersediaan sumber daya alam. “Kekuatan Indonesia ada pada sisi demand yang tinggi dan terus bergeliatnya ekonomi untuk memenuhi permintaan tersebut” ungkap Fredrik menegaskan pentingnya pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan di Indonesia. Fredrik juga mengutip sebuah teori Development Enough yang mengkritisi pola pertumbuhan yang sudah harus berubah arah, karena semua negara akan tetap menggunakan sumber daya yang sama di dunia ini. “Harapannya, kegiatan FGD ini akan menghasilkan sebuah kerjasama dan pendanaan yang berkelanjutan untuk pengembangan dan kemajuan masyarakat Nusa Tenggara Timur” ujar Fredrik. 

Diskusi Kelompok Fokus ini juga diharapkan dapat mengidentifikasi apa saja yang telah dilakukan lembaga riset, universitas, pegiat lingkungan dan lembaga lain di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai catatan bagi kearifan lokal yang tidak dapat diabaikan. Hasil capaian dari kajian yang telah dilakukan diharapkan dapat direplikasi dan disosialisasikan di tempat lain. “Local knowledge yang ada di masyarakat dan terdokumentasi oleh para pegiat di NTT, dapat mendukung pengembangan konsep Green Knowledge yang sedang disusun MCA-Indonesia” kata Poppy. Fokus kegiatan Green Knowledge lebih pada mengumpulkan pengetahuan (collect), mengelola pengetahuan tersebut (manage) serta bagaimana menggunakan dan memanfaatkan pengetahuan (utilize).

MCA-Indonesia mengundang seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam Program Kemakmuran Hijau dengan memasukkan proposal untuk tiga tema kegiatan hibah MCC serta hibah untuk kegiatan Green Knowledge. Green Knowledge sendiri akan memfokuskan pada pengelolaan sumber daya alam, energi terbarukan dan pertanian berkelanjutan. Tata cara dan pengumuman resmi untuk semua jendela hibah akan diinformasikan melalui surat kabar dan situs resmi MCA-Indonesia, www.mca-indonesia.go.id. (MA/LM)

Sunday, October 19, 2014

Indonesia Bergegas Masuki Era Pitalebar


Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menjadi tuan rumah acara Peluncuran Rencana Pita Lebar Indonesia (RPI) 2014-2019. Peluncuran resmi RPI ditandai dengan pemukulan gong oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida Salsiah Alisjahbana, di Ruang Serba Guna Bappenas, Rabu (15/10/2014). Penyusunan RPI 2014-2019 merupakan kolaborasi antara Pemerintah dan dunia usaha dengan melibatkan sejumlah pihak. Dari sisi Pemerintah, Bappenas bertindak sebagai koordinator, bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan dari dunia usaha, kolaborasi dilakukan dengan Masyarakat Telematika Indonesia, Kamar Dagang Indonesia dan lainnya.   

RPI merupakan usaha Pemerintah dalam melakukan penataan ulang strategi pembangunan pitalebar nasional melalui sinkronisasi, sinergi dan koordinasi lintas sektor/wilayah yang dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 96 Tahun 2014 tentang Rencana Pitalebar Indonesia 2014-2019. “Tepat satu bulan lalu, tanggal 15 September 2014, Bapak Presiden menandatangani Perpres ini. Sebagai peraturan pitalebar pertama yang ditetapkan, RPI jelas menjadi milestone penting dalam pembangunan Teknologi, Informasi dan Komunikasi nasional ungkap Lukita Dinarsyah Tuwo, Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Bappenas.

Infrastruktur pembangunan dunia digital melalui akses internet merupakan kebutuhan yang tidak terelakkan lagi, terlebih di masa mendatang. Pitalebar (broadband) merupakan sebuah istilah dalam dunia internet yang menjelaskan kecepatan transfer data lebih dari 1 Mbps (International Telecommunication Union, Sektor Standarisasi). Sesuai dengan Peraturan Presiden ini, maka kecepatan jaringan yang akan dibangun minimal 2 Mbps untuk akses tidak bergerak dan minimal 1 Mbps untuk akses begerak. Pembangunan secara bertahap hingga tahun 2019 diharapkan akan terjadi peningkatan jangkauan dan kecepatan akses prasarana serta penurunan harga layanan.

Pembangunan ini juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari strategi Indonesia untuk meningkatkan daya saing bangsa dan kualitas hidup masyarakat. Menteri Komunikasi dan Informasi Periode 2009 – 2014 yang kini menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI, Tifatul Sembiring menjelaskan bahwa koneksi jaringan di Indonesia melalui fiber optic hampir mencapai 95% di seluruh Indonesia. Perkembangan ini menjadi hal yang menggembirakan terutama dalam mendorong kegiatan perekonomian. Tifatul mencontohkan, saat ini nilai transaksi dari satu serat fiber optic memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sebuah pipa minyak yang mengalir pada jalur yang sama.

Bappenas telah menyelesaikan Rancangan Teknokratik RPJMN yang disusun berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan RPJMN yang sedang berjalan dan aspirasi masyarakat. Menurut Armida, RPI harus diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan melalui momentum penyusunan RPJMN dan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga 2015-2019. Terdapat 3 buku yang masing-masing mempunyai konsentrasi sendiri. Buku 3 adalah buku yang memuat tentang pengembangan wilayah. Dalam buku tersebut tercantum adanya kontribusi Information and Communications Technology (ICT) dalam pengembangan wilayah, terkait dengan kesenjangan pembangunan antar wilayah. Indonesia Broadband Plan diharapkan dapat sekaligus mengurangi kesenjangan, baik kesenjangan ekonomi maupun kesenjangan pembangunan antar wilayah. Isu kesenjangan tersebut diharapkan menjadi perhatian dan fokus dalam tahap implementasi” ujar Armida.

Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari beberapa pemangku kepentingan yang juga menjadi pembicara, seperti Ketua Tim Pelaksana Dewan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) Nasional Ilham Habibie, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Arief Yahya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Didie Soewondho, Ketua Masyarakat Telematika Indonesia Darmoni Badri, Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia Alexander Rusli, Guru Besar Institut Teknologi Bandung Suhono Supangkat dan pemangku kepentingan lainnya. (MA/LM)

Sunday, October 5, 2014

Proyek KGBM Masih Tertinggi Serap Dana Compact di Kuartal ke-6



Memasuki kuartal ke-6 kegiatan Program Compact di Indonesia, Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek (KGBM) menempati urutan tertinggi dalam penyerapan dana Compact. Proyek ini berhasil menyerap sebanyak 17,5% dari total alokasi dana Proyek KGBM senilai USD 129.5000.000,-. Dalam rapat triwulanan yang rutin digelar di Kantor MCA-Indonesia, Kamis (02/10/2014) dilaporkan hingga kini total keseluruhan penyerapan dana hibah Compact masih pada angka 6%.

Proyek KGBM memang lebih dinamis dibandingkan dengan Proyek Kemakmuran Hijau dan Proyek Modernisasi Pengadaan. Hal ini karena proyek yang khusus menangani pencegahan anak pendek, lebih bersifat mendukung program yang telah ada sebelumnya. “Disbursement proyek ini lebih tinggi karena sudah ada kendaraan utamanya yaitu PNPM, Compact hanya men-support” kata Hadiyat, Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas. Program kerja Proyek KGBM dirancang untuk dapat bersinergi dengan Program PNPM Generasi yang sudah sekian lama menjadi program pemerintah dalam bidang kesehatan.

Walaupun terlihat lebih advance dari program lainnya, pelaksanaan Proyek KGBM masih mengalami banyak kendala, salah satunya pada mekanisme penyaluran dana, khususnya pada tingkat kecamatan. Luasnya wilayah kerja proyek ini membuat MCA-Indonesia kewalahan dalam proses penyaluran dana. Daerah pelosok dengan minimnya fasilitas perbankan, membutuhkan usaha dan biaya ekstra untuk mencapai Bank BRI, bank yang ditunjuk sebagai penyalur bantuan. Belum lagi penerima bantuan yang masih banyak belum mempunyai Kartu Tanda Penduduk, sebagai syarat membuka rekening bank. Diskusi dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan masih terus berlanjut untuk mencari solusi yang terbaik.

Dalam laporan triwulanan ini belum terlihat ada penyerapan pada kegiatan Monitoring dan Evaluasi. Menurut Hadiat, kegiatan monitoring sudah dapat dijalankan, terutama untuk Proyek KGBM. “Kegiatan Pelatihan Pemberian Makan Bayi dan Anak pada Bidan Desa, Kader Desa dan Petugas Puskesmas, merupakan contoh kegiatan yang sudah dapat diukur” tambah Hadiat.

Keberlanjutan program juga menjadi perhatian dalam rapat ini. Program Compact diharapkan menjadi program yang terjaga keberlangsungannya dan terus bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu, diperlukan penguatan dari sisi kelembagaan yang didukung dengan legislasi yang tepat. “Mulai sekarang sudah harus didiskusikan dan dirancang dengan kabupaten, kota dan provinsi agar nanti setelah proyek selesai, masih terus ada keberlanjutannya” kata Entos Zainal dari Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas.

Rapat triwulanan ini menjadi ajang pelaporan kegiatan terkini MCAI-Indonesia kepada Implementing Entity. Dalam rapat ini dilaporkan informasi tentang baik dan buruknya performa dan capaian, baik dari sisi substansi maupun operasi. Laporan triwulanan diperkaya dengan penjelasan serta justifikasi mengapa dan bagaimana kegiatan dapat terlaksana atau terlewat. (LM/AN)