Pages

Labels

Thursday, December 19, 2013

Deputi Sarana dan Prasarana Bahas Agenda Tahunan



Akhir tahun menjadi waktu untuk merangkum semua kegiatan selama setahun dan menetapkan rencana kerja untuk tahun berikutnya. Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas menggunakan momen ini untuk menggelar Rapat Konsolidasi 2013 dengan menyertakan seluruh direktorat yang bernaung di bawahnya, tak terkecuali Satker Pengelola Hibah MCC yang menginduk pada Direktorat Energi, Telekomunikasi dan Informatika (ETI). Deputi Sarana dan Prasarana, Dedi Priyatna, langsung menjadi komando pada acara yang berlangsung dari tanggal 17-19 Desember 2013 di Hotel Putri Gunung Lembang, Jawa Barat. 


Rapat konsolidasi tahun ini membahas laporan penyerapan selama tahun 2013 dari seluruh direktorat termasuk penyerapan Hibah MCC. Hibah MCC merupakan komponen penyerapan terbesar dalam Direktorat ETI dan merupakan proyek terbesar di Bappenas. Deputi Sarana dan Prasarana sangat peduli dalam penyiapan rencana kerja dan termasuk kedeputian yang dinilai baik dari sisi perencanaan. “Deputi Sarana dan Prasarana sebagai satu-satunya kedeputian yang tidak mengalami perubahan perencanaan apapun oleh Ibu Menteri” kata Dedi. 


Untuk mendukung pemenuhan dan kemudahan akses informasi mengenai kegiatan dan program kerja, Deputi Sarana dan Prasarana berencana mengembangkan sebuah website yang diperuntukkan bagi internal dan eksternal Bappenas. Rencana pembuatan website ini didasarkan atas banyaknya permintaan dari mitra kerja Deputi Sarana dan Prasarana yang menginginkan informasi lebih detil dari setiap direktorat yang dapat diakses kapan dan dimanapun.


Tahun 2014, Bappenas segera akan menerapkan Program Penilaian Prestasi Kerja untuk setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS). Penilaian akan dilakukan oleh atasan sebagai pejabat penilai dengan kriteria baku yang telah ditentukan. Penilaian atas kinerja ini didasarkan pada PP RI No. 46 Tahun 2011 yang bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang  dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir. Penilaian ini sebagai pengendalian perilaku kerja produktif yang disyaratkan untuk mencapai hasil kerja yang disepakati dengan unsur Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan perilaku kerja. Penilaian mengusung prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipasi dan transparan dengan bobot SKP 60% dan Perilaku Kerja 40%.  Deputi Sarana dan Prasarana akan menempatkan dua orang dari setiap direktorat yang ditunjuk sebagai tim penilai. “Kita akan menugaskan 10 orang untuk penyusunan draft kriteria penilaian” ujar Dedi.


Deputi Sarana dan Prasarana juga tengah menyiapkan background study untuk peyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)2015-2019. Pembahasan mengenai hal ini akan dilaksanakan secara menyuluruh dengan kedeputian lainnya pada minggu ke 4 bulan Desember 2013. Khusus Bidang Sarana dan Prasarana, akan diketengahkan materi strategis antara lain tentang insfrastruktur dan pendekatan perencanannya, keperluan investasi infrastruktur, proyeksi alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk insfrastruktur dan skema pembiayaan alternative serta creative financing. Deputi Sarana dan Prasarana akan membuat draft rencana teknokratik RPJMN 2015-2019 Bidang Infrastruktur dengan latar belakang pembangunan infrastruktur yang mengacu pada arahan RPJMN dan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) serta Millennium Development Goals (MDGs). (LM/MA)

Benchmark Standar Kompetensi Pengadaan LKPP



 

Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) saat ini mengembangkan standar kompetensi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tujuannya tak lain untuk menjadikan pengadaan barang dan jasa menjadi suatu profesi yang memiliki karir di masa depan. Hal tersebut disampaikan Direktur Pengembangan Profesi LKPP, Robin A. Suryo pada Acara Workshop Profesionalisasi Pengadaan dalam Rangka Proyek Modernisasi Pengadaan di Hotel Crown Jakarta, Selasa (17/12/2013). Workshop ini membahas dan memberi masukan terhadap hasil kajian yang dilakukan oleh konsultan Proyek Modernisasi Pengadaan yang merupakan bagian dari Program Hibah MCC. 


Dalam pidato pembukaan, Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia LKPP, Agus Prabowo menghimbau para peserta yang berasal dari unit-unit kerja di LKPP, MCA-Indonesia dan Satker Pengelola Hibah MCC untuk kritis selama pelaksanaan diskusi sehingga hasil kajian benar-benar dapat diimplementasikan. Workshop difokuskan pada aspek profesionalisasi pengadaan, memaparkan dua hasil kajian, yaitu kajian perbandingan antara standar kompetensi yang dikembangkan oleh LKPP dengan program pelatihan pengadaan Pemerintah Australia (AusGov), International Association for Contract & Commercial Management (IACCM) dan Chartered Institute of Purchasing and Supply (CIPS) dan hasil penilaian kebutuhan pelatihan berdasarkan hasil survey dan wawancara terhadap 219 orang staf Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan umum dari tingkatan kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan perguruan tinggi yang tersebar di 12 provinsi di Indonesia.



Mark Henderson, Konsultan Proyek Modernisasi Pengadaan, dalam paparannya tentang Procurement Competency Benchmarking, mencatat beberapa temuan penting mengenai program pelatihan pengadaan yang diselenggarakan AusGov, dianggap sebagai benchmark yang paling relevan untuk LKPP berdasarkan cakupan kompetensi dan fokus program pada lingkungan kerja pemerintahan. Jika dilakukan perbandingan, program kompetensi LKPP yang lebih menitikberatkan pada aspek operasional kegiatan pencarian dan manajemen kontrak, maka padanaan dengan program AusGov lebih dekat dengan Program Pelatihan Pembelian (Purchasing) daripada Program Pelatihan Pengadaan (Procurement). Meskipun demikian, jika dilakukan perbandingan lebih detil, standar kompetensi yang dikembangkan LKPP baru mencakup 50% dari kompetensi manajemen kontrak. Oleh karena itu masih diperlukan pengembangan kompetensi pengadaan dengan orientasi yang lebih strategis, termasuk bidang manajemen lainnya secara terpadu dalam suatu progam pelatihan.


Pada kesempatan berikutnya, Greg Edmonds yang juga Konsultan Proyek Modernisasi Pengadaan, menyampaikan hasil survei dan wawancara dengan judul GoI HRD - Training Needs Assessment Survey & Interview Result. Secara umum, berdasarkan metode self assessment terhadap 13 kemampuan di bidang pengadaan, responden dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkat keahlian. Pertama, responden dari kelompok staf penuh di ULP memiliki nilai lebih tinggi dibanding rata-rata sehingga ditargetkan memperoleh pelatihan tingkat lanjut dan dipertimbangkan untuk menjadi tenaga pelatih (trainer) atau mentor. Kedua, responden dari kementerian dan perguruan tinggi memiliki nilai lebih rendah dibanding kelompok responden lainnya sehingga perlu mendapatkan pelatihan dasar di bidang pengadaan. Ketiga, staf pemerintah daerah memiliki nilai rata-rata sehingga dapat mengikuti pelatihan pengadaan tingkat menengah. Meskipun demikian, setiap lembaga menunjukkan keragaman tingkat keahlian responden, baik dari tingkat dasar sampai dengan ahli.


Masukan yang diberikan peserta berdasarkan hasil diskusi kelompok sebagai catatan penutup workshop bahwa uraian 49 unit kompetensi yang dikembangkan LKPP sudah sejalan dengan unit kompetensi yang menjadi benchmark, meskipun belum sedetil yang dikembangkan AusGov. Sebagai tindak lanjut, perlu dilakukan telaah mendalam untuk menemukan unit-unit kompetensi yang perlu direview dan dipertajam, serta implikasinya terhadap program sertifikasi ahli pengadaan barang dan jasa LKPP. (AR/RA/LM)

Friday, December 13, 2013

MCA-I Selenggarakan FGD “Implikasi Sosial dan Kebijakan Terhadap Posisi Perempuan Kepala Keluarga di Indonesia”




 
Diskusi kelompok yang dibuka oleh Direktur Eksekutif MCA-Indonesia, J.W Saputro, merupakan salah satu kegiatan dari Social and Gender Integration Plan (SGIP) dari Program Compact di Indonesia. SGIP sendiri merupakan rencana kegiatan MCA-Indonesia untuk memastikan Program Compact dilaksanakan  tanpa diskriminasi gender sekaligus memfasilitasi kebutuhan afirmatif terhadap persoalan-persoalan sosial dan gender, khususnya perempuan dan kelompok rentan. Integrasi gender untuk masing-masing proyek dalam Compact adalah menjamin akses yang setara bagi perempuan dan kelompok rentan kepada manfaat proyek untuk Proyek Kemakmuran Hijau, pemberdayaan perempuan dan keikutsertaan laki-laki dalam peningkatan gizi keluarga untuk Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat, dan penguatan kapasitas tenaga ahli perempuan pengadaan, penguatan kapasitas pengusaha perempuan, pengembangan data base untuk  tenaga ahli perempuan pengadaan dan pengusaha perempuan untuk Proyek Modernisasi Pengadaan.

Untuk melaksanakan integrasi gender tersebut, MCA-Indonesia telah merencanakan kegiatan penguatan kapasitas dan diskusi reformasi kebijakan gender yang relevan. Agenda diskusi reformasi kebijakan gender tersebut, meliputi dukungan penguatan definisi kepala keluarga yang dapat lebih mengakomodir posisi perempuan kepala keluarga, formalisasi definisi perusahaan yang dimiliki oleh perempuan dan gender dan pajak untuk tujuan pemberdayaan pengusaha perempuan. Dewi Novirianti, Direktur SGA MCA-Indonesia, menyampaikan bahwa diskusi informal ini dimaksudkan untuk memperkenalkan topik tentang implikasi sosial dan kebijakan tentang Perempuan Kepala Keluarga di Indonesia kepada key-stakeholders dan mencari masukan tentang langkah tindak lanjut dari kegiatan ini.
 
Diskusi yang diikuti sekitar 30 orang dari unsur NGO, Swasta, Lembaga Donor, K/L, termasuk Bappenas, LKPP, BPS, Komnas Perempuan, TNP2K, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dipandu oleh Tatik Krisnawati, pegiat senior Gender di Indonesia. Implikasi sosial dan kebijakan tentang Perempuan Kepala Keluarga yang diungkap dalam diskusi ini yaitu status perempuan kepala keluarga dimaksudkan bukan hanya untuk memastikan akses legal dan pelayanan publik yang non-diskriminatif, namun lebih mendasar dimaksudkan untuk pengakuan martabat sosial dan budaya bagi perempuan kepala keluarga di masyarakat. Upaya penguatan status melalui pendekatan kultural, struktural dan program atau intervensi pembangunan perlu dilakukan secara paralel dengan mempertimbangkan capaian jangka pendek selama durasi Compact dan capaian jangka panjang (AS/LM).

Kabupaten Mamuju Siap Berpacu Bersama GP



Gelegar semangat Proyek Kemakmuran Hijau dalam implementasi kegiatan di Kabupaten Mamuju mendapat sambutan yang luar biasa dari aparat pemerintah daerah. Dukungan nyata dalam bentuk penerbitan SK Bupati hingga kemudahan akses lainnya telah diberikan. Kesiapan Kabupaten Mamuju terlihat dari dinamika diskusi yang menarik antara stakeholder dan MCA-Indonesia dalam acara Konsultasi Publik – Multi Stakeholder Forum II (MSF) Program Kemakmuran Hijau Kabupaten Mamuju di Hotel d’Maleo, Senin (9/12/2013). 

Stakeholder yang hadir dalam acara ini berasal dari instansi pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, mitra pembangunan, private sector, tokoh masyarakat dan perangkat desa. Keikutsertaan stakeholder yang beragam di daerah memiliki peran penting dalam menjamin kelancaran penyelenggaraan dan tercapainya tujuan program. Komunikasi dan koordinasi yang baik dengan stakeholder di daerah merupakan kondisi ideal yang diharapkan dalam implementasi proyek.  MSF II merupakan wahana untuk mensosialisasikan perkembangan Proyek GP dan memperoleh umpan balik berupa saran dan masukan dari pemangku kepentingan terhadap beberapa point yang telah disepakati pada kegiatan MSF sebelumnya

Kepala Bappeda Kabupaten Mamuju, Rakhmat Thahir berkesempatan membuka acara yang diselenggarakan selama dua hari dengan membacakan pidato sambutan Wakil Bupati Mamuju, H. Bustamin Bausat. Dalam pidato sambutan tersebut, dinyatakan bahwa masyarakat Kabupaten Mamuju yang berada pada lokasi proyek akan mendapatkan banyak manfaat dari Proyek Kemakmuran Hijau. MCA-Indonesia melalui Program GP akan berusaha meningkatkan kapasitas untuk mengoptimalkan kapasitas untuk peningkatan mutu penataan ruang di tingkat kabupaten. Peningkatan iklim investasi yang didukung oleh peningkatan transparansi proses perijinan pemanfaatan sumber daya alam juga menjadi manfaat lain bagi masyarakat. Proyek GP akan melakukan penguatan kapasitas ruang dengan cara memberdayakan masyarakat desa melalui pemetaan batas-batas desa secara partisipatif baik untuk pemukiman desa maupun wilayahnya yang dilakukan dan ditetapkan sesuai dengan pedoman pemerintah di tingkat pusat dan daerah dan mengurangi konflik lahan. “Proyek ini diharapkan akan memberikan manfaat untuk menciptakan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan untuk mengurangi angka kemiskinan” jelas Rakhmat.

MSF II dinilai lebih dinamis dari diskusi sebelumnya di MSF I.  Perempuan lebih vokal menyampaikan pendapatnya dan transparan dalam mengemukakan sesuatu. “Perempuan hanya sekitar 20% saja tapi terlihat menguasai floor” kata Sergio Feld, Direktur Performa Lingkungan dan Sosial MCC yang juga ahli lingkungan senior. Sergio sangat mengapresisasi masukan dari peserta diskusi dan menjadikannya sebagai pekerjaan rumah bagi pengembangan Proyek GP melalui MCA-Indonesia.

Direktur Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia, Budi Kuncoro, menyempatkan bertemu dengan Bupati Kabupaten Mamuju, Suhardi Duka di Bandar Udara Tampa Padang Mamuju seketika mendarat di Mamuju untuk melaporkan perkembangan Proyek GP di Kabupaten Mamuju. Dalam pertemuan tersebut Suhardi menegaskan kembali dukungan pemerintah daerah dalam pelaksanaan setiap kegiatan di Kabupaten Mamuju. “Semua SKPD harus berperan aktif, jangan hanya ini menjadi kemauan Bupati saja” ujar Suhardi sebelum bertolak ke Jakarta. (LM/MA)


Sesi Foto Bersama Para Peserta MSF II Kabupaten Mamuju