Sukses dengan Multi Stakeholder Forum sebelumnya di
Kabupaten Muaro Jambi, Program Kemakmuran Hijau (Green Prosperity/GP) melanjutkan kiprahnya pada Multi Stakeholder
Forum (MSF) II di Hotel Aston, Jambi. MSF II yang diselenggarakan dari tanggal
2-3 Desember 2013 dibuka oleh Kepala Bappeda Kabupaten Muaro Jambi, H. Abdul
Latief dan dihadiri oleh unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tekait,
NGO, Swasta, Universitas, Bappeda Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Bappeda
Provinsi Jambi. MSF II mengambil
tajuk Konsultasi Publik Pengembangan
Program Kemakmuran Hijau (Green Prosperity) Melalui Pendekatan Landscape,
menjelaskan lebih lanjut tentang kemajuan dan perkembangan yang telah dicapai
dalam penyiapan Proyek Kemakmuran Hijau. Dalam forum ini
dijelaskan tentang penentuan Landscape
Green Prosperity dan penentuan delapan model proyek yang akan dilaksanakan, yaitu pembangkit listrik tenaga
minihidro-off grid
di wilayah yang terintegrasi, manajemen
sumber daya
alam dan energi terbarukan yang terintegrasi, methane capture untuk pembangkit tenaga listrik, solusi listrik untuk pulau kecil, pembangkit listrik tenaga
minihidro-on grid
di wilayah yang terintegrasi di wilayah,
agregasi pembangkit listrik tenaga mikrohidro,
hutan kemasyarakatan dan intensifikasi kakao.
Dalam paparannya, Budi Kuncoro, Direktur Kemakmuran
Hijau MCA-Indonesia, menjelaskan kajian mengenai Palm Oil Mill Effluent (POME) yang telah dilakukan National
Renewable Energy Laboratory (NREL) di Kabupaten Muaro Jambi menunjukkan potensi
ekonomi dan lingkungan yang cukup baik dan potensial untuk dikembangkan. Pembangkit
tenaga listrik dari POME dengan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang ada, terletak di
area pertanian desa sangat bergantung pada petani penggarap untuk Fresh Fruit Bunch (FFB). Sambungan transmisi dari PKS terhubung ke PLN juga
dimungkinkan untuk mencakup seluruh wilayah pedesaan. Keuntungan yang diperoleh
Proyek GP termasuk penggilingan menggunakan penjualan listrik untuk membayar premi
untuk FFB petani penggarap, desa lokal memiliki akses baru terhadap energi dan
pengurangan yang signifikan untuk emisi pada tingkat lokal dari pemanfaatan
POME. Budi juga menambahkan, kajian lanskap Berbak yang mencakup
wilayah Taman Nasional Berbak, Taman Hutan Raya dan potensi wilayah di
sekitarnya dengan berbagai potensi kehutanan, perikanan dan pertanian
juga sangat potensial untuk pengembangan ekonomi Muaro Jambi ke depan. Hal
ini sekaligus untuk memastikan terlindunginya lahan gambut di wilayah tersebut.
Nilai Economic Rate of Return (ERR) sebesar
minimal 10% merupakan indikator yang sangat penting untuk mengukur tingkat
capaian Proyek Kemakmuran Hijau. Oleh karena itu setiap
usulan Proyek Kemakmuran Hijau harus
memperhitungkannya dengan baik sehingga dapat memenuhi syarat ERR yang sudah
ditentukan. ERR adalah perbandingan antara biaya dan manfaat dari
suatu proyek, baik itu proyek swasta ataupun pemerintah. ERR menunjukkan suatu
pengembalian investasi (return to investment). “ERR banyak digunakan
dalam pengambilan keputusan kebijakan
ekonomi seperti investasi pemerintah” kata Ridwansyah, Chief Economist
MCA-Indonesia.
Semua investasi yang
dibiayai oleh Millennium Challenge Corporation (MCC) harus selalu memperhatikan
kelestarian lingkungan dan kondisi sosial masyarakat, tak terkecuali pada
Proyek Kemakmuran Hijau. Environment and
Social Management System (ESMS) dan Social
and Gender Assessment (SGA) merupakan bagian tak terpisahkan dari semua
komponen. Implementasi yang dilalui dalam tahapan Proyek
Kemakmuran Hijau harus mentaati panduan lingkungan yang ditetapkan MCC yang
mengadopsi IFC Performance Standards
(2012). “Kita juga harus mentaati perundangan dan peraturan mengenai lingkungan
yang ditetapkan Pemerintah Indonesia” jelas Lastyo K. Lukito, Direktur Kinerja
Lingkungan dan Sosial MCA-Indonesia. Dalam penerapan SGA, Proyek Kemakmuran Hijau diwajibkan untuk
memperhatikan beberapa faktor seperti pelibatan perempuan dan kelompok rentan, khususnya berkenaan dengan akses informasi
dan kesempatan kerja. “Hal ini tertuang dalam Social and Gender
Implementation Plan” ujar Arief Setyadi, Tenaga Ahli Gender Satker
Pengelola Hibah MCC.
Pentingya kepastian ruang (spatial certainty) dalam Proyek Kemakmuran Hijau di Kabupaten Muaro Jambi diamini oleh seluruh peserta sebagai suatu kesepakatan. Mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa, segera akan dibentuk Tim Teknis di tingkat kabupaten melalui Surat Keputusan Bupati untuk koordinasi dan supervisi dalam kegiatan pilot Penataan Batas Desa di 5 desa di Kabupaten Muaro Jambi. Pada akhirnya, disepakati jenis kegiatan awal Proyek Kemakmuran Hijau di Kabupaten Muaro Jambi adalah manajemen sumber daya alam dan energi terbarukan yang terintegrasi di Kecamatan Kumpeh dan methane capture (limbah cair PKS) untuk pembangkit tenaga listrik di Kecamatan Sakernan (LM/AS)
Pentingya kepastian ruang (spatial certainty) dalam Proyek Kemakmuran Hijau di Kabupaten Muaro Jambi diamini oleh seluruh peserta sebagai suatu kesepakatan. Mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa, segera akan dibentuk Tim Teknis di tingkat kabupaten melalui Surat Keputusan Bupati untuk koordinasi dan supervisi dalam kegiatan pilot Penataan Batas Desa di 5 desa di Kabupaten Muaro Jambi. Pada akhirnya, disepakati jenis kegiatan awal Proyek Kemakmuran Hijau di Kabupaten Muaro Jambi adalah manajemen sumber daya alam dan energi terbarukan yang terintegrasi di Kecamatan Kumpeh dan methane capture (limbah cair PKS) untuk pembangkit tenaga listrik di Kecamatan Sakernan (LM/AS)
No comments:
Post a Comment