Pages

Labels

Wednesday, December 17, 2014

Musrenbang Regional Kalimantan yang Istimewa

Tidak berlebihan kiranya jika Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Regional Wilayah Kalimantan yang diselenggarakan pada 15-16 Desember 2014 disebut sebagai Musrenbang yang istimewa. Pertama, pilihan penyelenggaraan kegiatan di Kota Tarakan, yang berada di provinsi termuda Indonesia, Kalimantan Utara. Kedua, merupakan rangkaian Musrenbang Regional terakhir setelah empat penyelenggaraan Musrenbang Regional lainnya dalam rangka penyusunan RPJMN 2015-2019. Ketiga, dihadiri dan dibuka secara langsung oleh Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo, yang pada pelaksanaan Musrenbang Regional sebelumnya hanya berkesempatan melakukan tele conference.

Saturday, December 13, 2014

FGD Hasil Evaluasi Pengelolaan Hibah Luar Negeri



Dana hibah yang diterima Pemerintah Indonesia dalam pengelolaannya diawasi dan di evaluasi oleh Lembaga Pemerintah Non Departemen yakni BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Sesuai dengan PP No 60 Tahun 2008, BPKP memiliki mandat untuk mengawal dan melakukan pengawasan intern tehadap akuntabilitas keuangan Negara serta mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik.

Ekonomi Tumbuh Bersama Air Bersih


Menjadi contoh sukses dalam program pembangunan adalah sesuatu hal yang memberikan nilai lebih. Itulah PLTMH Sumber Maron. Lokasi yang berada di Kabupaten Malang, tepatnya Desa Karangsuko, Kecamatan Pagelaran ini memanfaatkan PLTMH untuk menggerakkan pompa air bersih. Dengan memanfaatkan sumber air Maron, PLTMH itu mampu menghasilkan tenaga listrik berdaya 32-35 KWH.


Awalnya, desa ini menggunakan fasilitas air irigasi untuk kehidupan sehari-hari. Tak heran, jika banyak warga yang menderita diare dan penyakit kulit. Kadang juga terjadi pertengkaran antar warga karena rebutan air setiap musim kemarau.

Namun kondisi itu akhirnya teratasi dengan adanya bantuan program WSLIC (Water Sanitation Low Income Communities) pada tahun 2006. Dengan memasang pipa yang berawal dari mata air Sumber Maron, yang kemudian didistribusikan ke rumah-rumah warga menggunakan pompa air. Dan lagi-lagi permasalahan muncul, yaitu masalah finansial. Untuk menggerakkan pompa air bersih diperlukan tenaga listrik, dan saat itu menggunakan pasokan listrik dari PT PLN, dimana setiap bulan biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit. Kurang lebih Rp. 15 juta per bulan. Hal ini sangat memberatkan warga di desa itu.

Berawal dari kegiatan Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang di Desa Karangsuko yang memunculkan ide untuk dibangun PLTMH karena debit air yang stabil meskipun musim kemarau. Hal tersebut ditindaklanjuti dengan mengadakan pertemuan antara Fakultas Teknik dengan masyarakat di desa itu. Hasilnya mendapatkan respon positif dari  warga, selanjutnya dibuatkan studi kelayakan untuk penyusunan proposal yang bisa diajukan ke Bank Dunia.


Diperkirakan pembangunannya membutuhkan biaya sekitar Rp. 400 – 500 juta. Desa ini mendapatkan bantuan berupa pinjaman untuk membangung PLTMH.

Tahun 2010, Universitas Muhammadiyah Malang sebagai pendamping mulai menyiapkan desain sehingga setahun kemudian mulai dilaksanakan pembangunannya. Secara resmi, PLTMH ini beroperasi mulai tahun 2012.
Dengan beroperasinya PLTMH tersebut, distribusi air bersih dari pompa itu dialirkan kepada 4 (empat) desa yakni Desa Karangsuko, Desa Sukosari, Desa Brongkal, Desa Gondanglegi Kulon. PLTMH ini dikelola oleh sebuah yayasan yang dibentuk oleh Bapak Sayid Muhammad yang saat ini menjabat Ketua Badan Pengelola Sarana Air Bersih dan Sanitasi PLTMH Sumber Maron.
Pria yang berlatar belakang sebagai Akuntan itu menegaskan, untuk pengelolaanya warga hanya ditarik iuran sebesar Rp 750/kubik bagi warga Desa Karangsuko, dan berlaku tarif progresif bagi warga diluar desa yakni Rp 850/kubik. Harga tersebut jauh lebih murah dibandingkan harga di PDAM. Pelanggan dari air bersih Sumber Maron ini sendiri saat ini sekitar 1200.

Dari hasil pengelolaan yang baik, tentunya warga sekitar sudah mulai merasakan dampak positif yang diterimanya. Lokasi tempat PLTMH Sumber Maron dibangun, saat ini dimanfaatkan sebagai tempat wisata pemandian, tempat bersantai. Warga setempat pun memperoleh peningkatan pendapatan dengan memanfaatkan lahan sebagai tempat usaha mulai dari tempat parkir kendaraan pengunjung hingga tempat berjualan makanan. Tak hanya itu, saat ini sudah ada perkembangan di bidang usaha perusahaan batu bata sekitar 60 pengusaha.

Saat ini sedang disusun rencana pembangunan PLTMH Sumber Maron II. Peran serta Universitas Muhammadiyah Malang dalam melakukan studi kelayakan masih sangat membantu. Bahkan dari informasi yang diperoleh sudah ada sekitar 1000 pelanggan yang menunggu untuk menjadi pelanggan air bersih ini.


Dari tujuan utama yang hanya fokus untuk mengatasi permasalahan dibidang kesehatan, tanpa disadari warga setempat, ternyata mampu mendorong pertumbuhan ekonominya. Bupati Malang pun sudah mulai mendorong wilayah lain untuk mencontoh program di Desa Karangsuko. Bahkan Bapak Sayid diminta untuk mereplikasi dilokasi lain. (VA)


Wednesday, December 10, 2014

Irtama Bappenas Gelar Sosialisasi Penguatan Integritas Anti Korupsi

      

Dalam rangka pemberantasan korupsi di lingkungan birokrasi, Inspektur Utama Bappenas, Slamet Soedarsono, menggelar sosialisasi Inpres Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Ruang SG 4, Kementerian Perencanaan Pembangunan, Jum'at (5/12). Hadir dalam pertemuan tersebut perwakilan Kemenpan RB, Inspektorat bidang investasi Kementerian Keuangan, IBAU dan seluruh PPK di Bappenas. "Tindak korupsi dapat diminimalisir dengan melakukan mitigasi, yaitu dengan membuat perencanaan yang baik," ungkap Slamet. Sosialisasi ini dilakukan sebagai langkah awal strategi pencegahan dan pelaksanaan peran role model pengembangan budaya kerja yang tak lain bertujuan untuk menguatkan Integritas Program Anti-Korupsi. 
       Laporan dari IBAU menyatakan bahwa hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan temuan di Bappenas paling rendah bila dibandingkan dengan K/L lainnya. "Selain itu, proses penyelesaian temuan audit dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif sangat cepat bila dibanding K/L lainnya," pungkas Daryanto. Proses penyelesaian temuan audit yang cepat tersebut didukung oleh sikap responsif Bappenas dimana tercermin dalam upaya-upaya yang dilakukan IBAU dalam membantu auditor menyediakan data-data yang diperlukan. Bahkan, saat ini Bappenas telah menerapkan continuous audit, satu sistem audit yang dilakukan setiap saat dengan bantuan IT.
  Pertemuan kebijakan reformasi birokrasi ini turut dihadiri oleh Didit Nurdiatmoko, Asdep Kemenpan RB, yang menyampaikan bahwa dalam mendorong reformasi birokrasi perlu dibentuk "agen perubahan" di masing-masing K/L. "Seorang agen perubahan harus memiliki kapasitas dan integritas yang baik, serta kinerja yang tinggi," ujar Didit. Adapun proses pengangkatan agen perubahan harus dilalui melalui 3 tahapan, yaitu  penjaringan oleh pimpinan unit kerja, penilaian oleh tim Reformasi Birokrasi Internal, dan penetapan secara formal melalui SK. Kelak, agen perubahan diharapkan dapat berperan sebagai katalis, penggerak perubahan, pemberi solusi, mediator dan teladan di lingkungan birokrasi. 

"Pemantauan proses reformasi birokrasi perlu didukung melalui monitoring dan evaluasi (monev) terhadap substansi, mekanisme audit dan pelaku audit guna mengukur efektifitas keberhasilannya," ungkap Slamet. (ARB/RA)


Friday, December 5, 2014

Nusa Dua, Saksi Tonggak Terbentuknya FP4I

NUSA DUA BALI tidak hanya diramaikan oleh penyelenggaraan Musyawarah Nasional ke-IX Partai Golkar, tetapi di waktu yang bersamaan pada Kamis, 4 Desember 2014, MCA-Indonesia bersama dengan LKPP turut menyelenggarakan sebuah acara bertajuk FGD I inisiasi pembentukan Komunitas Perempuan Petugas Pengadaan Pemerintah Indonesia. FGD ini melibatkan 22 perempuan perwakilan yang merupakan gabungan dari ULP Tahap 1 dan ULP tambahan yang diusulkan dari hasil Survei Gender di NTB dan Hermitage- Jakarta. “Pertemuan ini merupakan follow up dari lokakarya gender yang telah dilakukan sebelumnya,” ungkap Direktur Ad Interim SGA MCA-Indonesia, Lastyo Lukito.


Hasil gender survey yang menunjukkan beberapa isu seperti kurangnya akses dan partisipasi perempuan sebagai pengambil kebijakan, kurangnya keterlibatan perempuan dalam Panitia Pengadaan Pemerintah, dan masih kentalnya budaya patriarki pada daerah tertentu telah mendorong MCA-Indonesia dan LKPP untuk menggagas terbentuknya sebuah komunitas yang saat ini disebut ‘Women’s Circle’, yakni Komunitas Perempuan Petugas Pengadaan Pemerintah, yang setelahnya pemilihan kata ‘Komunitas’ diganti dengan kata ‘Forum’ dan kata 'Petugas' diganti dengan kata 'Pelaksana' sesuai hasil kesepakatan para peserta FGD.

                           




Konsultan Gender MCA-Indonesia, Sartiah Yusran yang merangkap sebagai fasilitator membagi 22 peserta FGD ke dalam 3 kelompok, dimana tiap-tiap kelompok mempunyai tugas yang berbeda. Kelompok 1 (terdiri dari 8 peserta) bertugas mendiskusikan tentang pentingnya pembentukan komunitas perempuan pelaksana pengadaan sebagai forum dialog secara berkala dan berkelanjutan untuk penguatan perempuan petugas pengadaan pemerintah. Adapun, Kelompok 2 (terdiri dari 7 peserta) bertugas mendiskusikan tentang formulasi visi, misi, bentuk, arah dan kegiatan komunitas perempuan profesional pengadaan pemerintah ke depan. Dan terakhir, Kelompok 3 (terdiri dari 7 peserta) bertugas mendiskusikan tentang kebutuhan perempuan pelaksana pengadaan terhadap komunitas Women's Circle

Setelah diskusi selesai, masing-masing kelompok diminta untuk menunjuk 2 anggotanya menjadi Tim Perumus yang berperan sebagai inisiator sekaligus pendukung program dengan kesepakatan utama, yaitu Forum Perempuan Pelaksana Pengadaan Indonesia atau FP4I harus segera dibentuk sebagai aksi nyata untuk mewujudkan peningkatan pemberdayaan perempuan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang berkeadilan gender.


Kegiatan FGD I ditutup dengan penandatanganan Piagam Inisiasi Pembentukan FP4I oleh seluruh peserta sebagai komitmen dan dukungan mereka dalam rangka upaya peningkatan pelayanan pengadaan barang/jasa pemerintah yang berkeadilan gender. Adapun FGD II dan III dijadwalkan akan dilaksanakan pada 11 Desember di Kota Makassar dan 15 Desember di Ibukota Jakarta.

"Kami menargetkan pada Maret 2015 akan me-launch Lokakarya Nasional yang salah satu targetnya menjadikan FP4I sebagai wadah formal peningkatan kapasitas perempuan dalam pelayanan pengadaan barang/jasa pemerintah," tutup Lastyo. (RA/DP/WP)






Sang Putri Menunggu Lamaran



Tidak perlu membayangkan secantik apa, karena “Sang Putri” yang dimaksud adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Kota Surakarta. Nama Putri Cempo diambil karena di kawasan tersebut terdapat situs pemakaman Putri Cempo. Sayangnya, keadaan makam Putri Cempo kurang terawat. Setali tiga uang dengan pengelolaan sampah TPA Putri Cempo.

Menempati lahan seluas 17 Ha, kawasan TPA Putri Cempo yang mulai beroperasi sejak 1987 diperkirakan secara teknis hanya akan bertahan sampai dengan tahun 2002. Nyatanya, sampai dengan saat ini setiap hari TPA Putri Cempo masih harus merelakan lahannya menjadi pembuangan akhir berpuluh-puluh truk sampah warga Kota Surakarta. Alhasil, lahan yang semula berjurang berubah menjadi berbukit, tentunya bukit sampah.

Tidak berbeda dengan keadaan TPA pada umumnya, sejauh mata memandang hanyalah bukit sampah yang dipenuhi lalat dan bau tak sedap. Maklum, rencana untuk mengelola sampah dengan menggunakan sistem sanitary landfill gagal berlanjut. Jadilah sampah ditimbun begitu saja dengan sistem open dumping. Lagi-lagi, masalah pendanaan yang menjadi kendala.

Akan tetapi Pemerintah Kota Surakarta tak kenal menyerah untuk memperbaiki keadaan. Sejak jaman walikota masih dijabat Joko Widodo, berbagai upaya dilakukan untuk menggaet swasta agar turut mengelola TPA. Hasilnya masih nihil sehingga ancaman TPA Putri Cempo mengalami overcapacity menjadi semakin nyata. Dan itu berarti, Pemerintah Kota Surakarta harus bersiap menghadapi permasalahan yang tidak kalah rumit: mencari lahan baru sebagai TPA pengganti.

Harapan kembali muncul seiring kajian yang dilakukan Bappenas pada tahun 2013. Kesimpulan kajian meekomendasikan pengelolaan sampah di TPA Putri Cempo diarahkan menjadi pembangkit tenaga listrik dengan sistem insinerasi. Menggunakan sistem ini, listrik akan dihasilkan dari pembakaran sampah di tungku yang dimanfaatkan untuk mendidihkan air menjadi uap sebagai penggerak turbin dan menghasilkan daya pada generator listrik. Jika hal itu terwujud, berbekal timbulan sampah sekitar 300 Ton/hari ditambah tumpukan sampah lama yang memenuhi TPA Putri Cempo, maka dapat dihasilkan listrik sebesar 6,5 megawatt per jam (MWh).

Pemerintah Kota Surakarta segera menyambut gagasan tersebut. Lelang pengelolaan sampah pun digelar pada awal tahun 2014. Hasilnya, karena sepi peminat lelang dinyatakan gagal. Kebijakan no tipping fee yang ditawarkan Pemerintah Kota Surakarta kepada swasta dituding sebagai penyebab kegagalan. Selama ini, pengelolaan sampah menggunakan sistem tipping fee, yaitu biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk pengelola sampah. Angkanya dihitung berdasarkan jumlah tonase sampah yang dikelola. Jika menggunakan sistem no tipping fee, berarti Pemerintah Kota Surakarta tidak mengeluarkan pembayaran sepeser pun kepada pihak swasta yang akan mengelola TPA Putri Cempo. 

Gagal lelang tidak menjadikan Pemerintah Kota Surakarta bergeming. Lelang kembali digelar menjelang akhir 2014. Tawaran yang diberikan kepada swasta tidak berubah, tetap no tipping fee. Pemerintah Kota Surakarta masih berkeyakinan proses lelang akan menghasilkan pemenang. Artinya, sistem no tipping fee juga menarik bagi sektor swasta untuk terlibat dalam pemanfaatan sampah menjadi pembangkit listrik. Beberapa alasan menjadi landasan keyakinan itu.
Pertama, faktor keamanan Kota Surakarta yang cukup kondusif akan menjadi daya tarik wilayah untuk mengundang investasi sektor swasta. Kedua, faktor kepemimpinan di Kota Surakarta yang telah berpengalaman memindahkan (relokasi) aktifitas masyarakat ke lokasi baru dengan tanpa gejolak sangat mendukung iklim investasi yang sehat. Ketiga, meskipun tanpa fee dari pemerintah, sektor swasta dapat menjadikan pemanfaatan sampah untuk pembangkit listrik di Kota Surakarta sebagai bukti kehandalan teknologi yang dimiliki. Jika berhasil, maka akan menjadi sarana promosi yang efektif untuk dapat melakukan ekspansi pasar, mereplikasi teknologi ke kota/kabupaten lain di seluruh Indonesia. Keempat, Pemerintah Kota Surakarta juga akan memberikan hak kepada pemenang lelang untuk mengelola lahan TPA untuk pemanfaatan lain, misalnya pembangunan jalur motor cros, dan lain sebagainya sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku. Kelima, listrik yang dihasilkan dapat langsung dinegosiasikan untuk dijual ke PLN mengingat jaringan listrik tegangan tinggi melintas di kawasan TPA Putri Cempo.

Sejauh ini proses berjalan cukup baik. Setidaknya, tiga konsorsium perusahaan telah menyatakan minat. Memang, proses untuk menghasilkan pemenang lelang belum selesai. Sang Putri masih harus menunggu proses lamaran. Semoga kali ini berjodoh.


@pakarbain

Monday, November 24, 2014

Sosialisasi Awal Draft MoU Proyek GP untuk Wilayah Sumatera Barat



Wilayah Sumatera Barat segera menjadi daerah kerja Proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity/GP) dalam waktu dekat. Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan memantapkan langkah untuk menyusun Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) bersama MCA-Indonesia. Dalam Workshop Persiapan Dokumen Nota Kesepahaman Proyek Kemakmuran Hijau Program Compact yang digelar di Kantor MCA-Indonesia, Senin (24/11/2014), perwakilan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan membedah awal draft Nota Kesepahaman tersebut. Workshop tersebut menjadi wadah sosialisasi pertama untuk ketiga daerah ini dalam mengenalkan bentuk kerjasama yang akan dijalin hingga tahun 2018. 

Nota Kesepahaman tersebut akan menjadi dokumen resmi yang mengikatkan kerjasama MCA-Indonesia dengan pemerintah daerah untuk Proyek Kemakmuran Hijau. Nota Kesepahaman ini juga menjadi bukti komitmen pemerintah daerah dalam mendukung implementasi Proyek Kemakmuran Hijau di wilayahnya masing-masing. Sama seperti Nota Kesepahaman yang telah ditandatangani dengan daerah lain sebelumnya, butir-butir dalam Nota Kesepahaman ini tetap sama dan bersifat mandatory. Mandatory utama dalam kerjasama ini dijelaskan oleh Direktur Legal MCA-Indonesia Rusdi Irwanto, adalah komitmen daerah untuk ikut mensukseskan implementasi Proyek Kemakmuran Hijau. Tapi ada yang menjadi pengecualian dalam penyusunan Nota Kesepahaman dengan ketiga daerah ini dan mungkin akan diberlakukan pada daerah lain. Dalam isi Pasal 4 tentang Persyaratan Lokasi Kegiatan Proyek Green Prosperity, dijelaskan pada Ayat 1 tentang wajibnya kabupaten untuk memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten yang sudah memperoleh persetujuan dari Kementerian Pekerjaan Umum. MCA-Indonesia sedianya ingin menambahkan pada ayat tersebut, untuk kabupaten memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang RTRW provinsi dan kabupaten. Namun hal ini disadari akan menjadi kendala bagi daerah yang belum memilikinya. Pada akhirnya, penambahan kata pada ayat ini akan disesuaikan dengan ketersediaan akan Perda tersebut. 

Pasal ini menjadi penting mengingat dalam Grant Agreement mensyaratkan daerah yang menjadi lokasi proyek harus terbebas dari konflik. “Wilayah kerja GP dipastikan tidak ada peluang konflik ke depannya, harus clean dan clear” jelas Sigit Widodo, Associate Director Participatory Land Use Planning (PLUP) MCA-Indonesia. Untuk itu, PLUP akan bekerja melakukan beberapa hal dalam mempersiapkannya, seperti pemetaan batas desa di sekitar lokasi poyek, pengumpulan data spasial di kabupaten, mengumpulkan informasi terkait perizinan dan memastikannya tidak tumpang tindih serta memperkuat tata ruang yang sudah ada. Nota Kesepahaman ini menjadi langkah awal bagi rangkaian kegiatan Proyek GP. Setahap setelah penandatangan Nota Kesepahaman, segera dilanjutkan dengan penyelenggaraan Multi Stakeholder Forum (MSF), kegiatan sosialisasi, pembentukan Tim Koordinasi dan puncaknya adalah implementasi proyek.

Menanggapi draft Nota Kesepahaman yang ditawarkan MCA-Indonesia, perwakilan ketiga daerah ini akan segera membahasnya dalam Badan Koordinasi Kerjasama di bawah Biro Perencanaan yang telah dibentuk di daerah. “Draft ini akan kami telaah bersama dengan Bagian Hukum” kata salah seorang perwakilan Bappeda Provinsi Sumatera Barat. Setelahnya, draft tersebut siap untuk dibawa pada kepala daerah masing-masing dan ditandatangani bersama dengan MCA-Indonesia. Menanggapi kekhawatiran perwakilan daerah akan kekuatan hukum Nota Kesepahaman, perwakilan Sekretariat Negara yang juga hadir dalam workshop menegaskan bahwa posisi Nota Kesepahaman ini sangat kuat. “Perjanjian ini sudah legal dan semua aman. Ini adalah perjanjian G to G antara Indonesia dan Amerika Serikat. Nota Kesepahaman ini sebagai pegangan bagi Pemerintah Daerah dan Pusat” kata Amri dari Sekretariat Negara. 

Tindak lanjut dari pertemuan ini menjadi penting. Pembahasan detil akan dilakukan awal Bulan Desember tahun ini di ketiga wilayah tersebut. Pembahasan nanti akan melibatkan jajaran Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, swasta dan pihak lain yang terkait. Nota Kesepahaman ini rencananya akan ditandatangani pada Bulan Januari 2015. “Jangan berhenti disini, mohon ditindaklanjuti dengan usulan-usulan real untuk segera diimplementasikan” kata Budi Kuncoro, Direktur Kemakmuran Hijau menutup pertemuan. (LM/MA)

Monday, November 17, 2014

Proyek Kemakmuran Hijau Undang Masyarakat Muaro Jambi di Jendela Kemitraan



Memasuki tahun kedua implementasi Proyek Kemakmuran Hijau, tim MCA-Indonesia kembali mengadakan sosialisasi pengajuan Expession of Interest (EOI) dalam bentuk concep paper. Bertempat di Gedung Pola, Kompleks Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi, MCA-Indonesia mengadaan acara pelatihan penulisan concept paper untuk Jendela Hibah Kemitraan, Selasa (11/11/2014). Acara ini dihadiri lebih dari 50 orang perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat, Pemerintah Daerah, swasta, MCA-Indonesia dan Satker Pengelola Hibah MCC. Hibah Kemitraan merupakan satu dari tiga jendela hibah yang dicanangkan MCA-Indonesia untuk Proyek Kemakmuran Hijau, selain Hibah Energi Terbarukan dan Hibah Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat.

Sektor unggulan Kabupaten Muaro Jambi berada pada bidang perkebunan, baik karet maupun sawit, sehingga Kabupaten Muaro Jambi siap dalam mensukseskan Program Hibah MCC. “Perhatian yang telah diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi untuk sektor perkebunan berupa penyediaan bibit, bantuan teknis penyuluhan kepada masyarakat dan bantuan untuk komoditas rendah lainnya seperti Kakao di 11 Kecamatan” pesan Sekretaris Daerah Muaro Jambi dalam sambutan yang dibacakan Staf Ahli Bupati Muaro Jambi, S. Abidin pada acara pembukaan. Sektor perikanan juga menjadi salah satu perhatian yang sedang dikembangkan, meliputi perikanan japung di sepanjang Sungai Batang Hari dengan komoditas unggulan dari jenis Nila dan Patin. 

Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi menyadari alokasi anggaran yang minim untuk dapat memberikan pelayanan listrik kepada masyarakat pedesaan. Adanya program pengembangan energi terbarukan yang digagas MCC melalui pengembangan POME dan Energi Surya, merupakan satu langkah yang sangat disambut gembira. Dengan ditandatangani nota kesepahaman antara Kabupaten Muaro Jambi dan MCA-Indonesia, maka seluruh aspirasi pengembangan kegiatan dengan tema yang didukung MCC telah dilakukan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui serangkaian diskusi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, Multi Stakeholder Forum dan kunjungan lapangan.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Bappeda Kabupaten Muaro Jambi tentang sebuah forum yang telah dilaksanakan sebagai bentuk dukungan nyata dari Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi. Forum tersebut bernama Forum Amanah Program Compact Kabupaten Muaro Jambi, berisi SKPD dan LSM yang bergerak di bidang lingkungan dan pemberdayaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Kepala Bappeda mengingatkan pentingnya forum ini sebagai sarana komunikasi dan menjalin kerja sama dalam mengelola dan menyususn ide kegiatan.

Pintu Hibah Kemitraan oleh MCA-Indonesia telah dibuka dan kegiatan hibah bersaing ini dapat segera digulirkan. Pemangku kepentingan (stakeholder) di Provinsi Jambi, khususnya Kabupaten Muaro Jambi diharapkan dapat memanfaatkan program ini demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

Hibah Kemitraan ini diarahkan pada pendanaan proyek-proyek bentang alam dan pengelolaan sumber daya alam terpadu atau proyek-proyek intensifikasi pertanian dan peningkatan produktivitas dalam rantai nilai komoditas yang ditargetkan. Proyek-proyek potensial dan rincian spesifiknya akan dijabarkan lebih lanjut dalam pengumuman-pengumuman tentang peluang proyek di masa mendatang. MCA-Indonesia akan mengimbangi dana mitra secara 1:1 atau kurang (pendanaan Fasilitas Kemakmuran Hijau tidak boleh melebihi 50% dari total biaya proyek). Mitra hibah diminta untuk menyediakan minimal USD 1 juta dari dana mereka sendiri untuk setiap proyek. Namun, MCA-Indonesia berhak untuk menyesuaikan bagiannya atau rasio dana pendampingnya untuk proyek-proyek tertentu. Hal ini akan diputuskan sesuai dengan keunggulan masing-masing proyek. Lebih jauh dijelaskan oleh perwakilan dari MCA-Indonesia, Ahmad Aditia dan Arief Setyadi serta nara sumber dari Intercafe IPB, Prof. Nunung Nuryartono. Penjelasan bahwa porsi 1:1 dalam Hibah Kemitraan bukan sebuah harga mati yang akhirnya dapat mengurungkan niat untuk memberikan ide concept paper. “Porsi pendanaan senilai minimal USD 1 juta bisa dibagi menjadi 25% dalam bentuk moneter dan sisanya dalam bentuk inkind” jelas Aditia. (MA/LM)

Saturday, November 8, 2014

Vandalisme atau Grafitti?


Coretan di dinding-dinding bangunan perkotaan merupakan sebuah fenomena sosial yang menarik di wilayah perkotaan. Seolah-olah dinding bangunan di perkotaan adalah sebuah kertas bersih yang siap diberikan pola coretan. Pada zaman perang kemerdekaan Indonesia, semboyan Merdeka atau Mati merupakan coretan yang menghiasi sebagian besar tembok bangunan di Jakarta dan kota-kota perjuangan lainnya.

Hal ini setidaknya juga banyak dijumpai pada banyak wilayah di Italia. Seakan menjadi hal yang mafhum, coretan di dinding menjadi bagian dari perkembangan kota. Mulai dari coretan dengan tuliasan bernada protes hingga ke lukisan mural yang indah, coretan ini menandai setiap kota. Bergantung pada selera dan cita rasa seni yang ada, kita dapat melihat kondisi ini sebagai sebuah vandalisme atau sebuah seni grafitti.
 
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, vandalisme diartikan sebagai perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya). Sedangkan grafitti oleh wikipedia diartikan sebagai coretan pada dinding atau permukaan di tempat-tempat umum atau tempat pribadi. Coretan tersebut, bentuknya bisa berupa seni, gambar atau hanya berupa kata-kata.

Banyak kota di dunia telah mengembangkan cara yang lebih bersahabat terhadap para “artis” lukisan liar ini. Misalnya di Philadelphia, Philadephia Anti-Graffiti Network (PAGN) yang tadinya sangat menentang seni ini akhirnya meciptakan sebuah program yang diberi nama Mural Arts Program pada tahun 1984. Program ini menyediakan tempat yang sangat layak, namun jika para artis tersebut membuat graffiti di luar wilayah tersebut, maka hukuman yang berat pun harus siap mereka terima. Demikian juga di kota New York. Pada tahun 2006, Pemerintah Kota New York melegalkan permintaan seni grafitti, namun dengan syarat para “artis” yang melakukan kegiatan tersebut harus berumur 21 tahun ke atas. (MA) 


Titisan Seni di Atas Hamparan Ladang



Bentang alam bagi sebagian anak-anak merupakan inspirasi umum dalam membuat sebuah karya gambar atau lukisan. Sawah dan ladang juga merupakan bagian dari bentang alam yang dibuat manusia. Melintasi perjalanan kereta api dari Jakarta menuju Bandung, tentu gambaran bentang alam dengan topografi khas perbukitan nampak indah dipandang mata. Begitupun pemandangan sepanjang jalan tol di Italia. Pemandangan khas pedesaan dengan bentang alam ladang dan perkebunan membentang luas memanjakan mata. Sebuah pemandangan yang beda dibandingkan petak persawahan. Hal yang nampak jelas adalah luasan setiap petak (patch) ladang yang dikelola. Tampak sangat luas dan jarang sekali berukuran kecil.

Untuk ukuran negara di Eropa, Iklim di Italia sangat beraneka ragam. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk semenanjung yang besar dan membujur yang sebagian besarnya bergunung-gunung. Di sebagian besar pedalaman utara dan tengah, iklim merentang dari subtropis basah sampai kontinental basah dan iklim lautan. Hal ini menyebabkan iklim di daerah tersebut menjadi ekstrim, beku di musim dingin dan terik di musim panas.


Wilayah pesisir dan sebagian besar Italia Selatan pada umumnya memiliki ciri khas iklim mediterania. Suhu rata-rata musim dingin bervariasi dari 0°C di Alpen sampai 12°C di Sisilia, sedangkan pada musim panas suhu bervariasi dari 20°C sampai 30°C atau lebih. Variasi ini terntu akan memberikan banyak potensi untuk pengembangan agrikultur di Italia. Sepanjang perjalanan dari kota Roma menuju Pisa, maka bentangan ladang akan banyak ditumbuhi oleh ladang gandum dan perkebunan olive (zaitun). Di beberapa tempat, dapat juga dijumpai perkebunan anggur. 

Meskipun musim dingin di wilayah tengah dan selatan tidak sampai bersalju, namun suhu di wilayah ini dapat mencapai 5-8oC. Kondisi ekstrim ini tidak memungkinkan untuk rumput dapat tumbuh dengan baik maupun ternak untuk keluar kandang. Secara turun temurun, masyarakat mensiasati dengan melakukan pemanenan jerami ataupun rumput kering sebagai bahan makanan ternak di musim dingin. Sebagian dari hasil panen rumput kering ini akan di jual juga ke daerah yang bersalju di musim dingin. Pemandangan hasil panen jerami merupakan pemandangan yang menarik. Gumpalan-gumpalan jerami kering membentuk pola tersendiri di atas hamparan ladang yang telah tercukur rapih. Gulungan jerami kering ini kemudian akan masuk kedalam gudang penyimpanan untuk keperluan mereka serta menunggu datangnya para pengumpul unuk kemudian dijual ke negara tetangga. (MA)

Monday, November 3, 2014

Negeri Seribu Pualam




Kejayaan Kerajaan Romawi di Eropa dapat kita saksikan dari megahnya bangunan-bangunan yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. Bangunan megah nampak dari bersihnya pilar-pilar marmer yang menjulang tinggi. Katedral-katedral besar menyiratkan pembuatan mahakarya seni dalam balutan nilai-nilai religi. Semuanya, sekali lagi terbuat dari bahan marmer atau batu pualam. Lalu darimanakah Bangsa Romawi mendapatkan gagasan untuk membuat semua itu dari pualam?

Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan dari batuan asalnya yaitu batukapur. Pengaruh temperatur dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen akan menyebabkan terjadinya kristalisasi kembali pada batuan tersebut. Kandungan mineral yang ada dalam marmer adalah mineral kalsit dengan kandungan mineral minor lainya seperti kuarsa, mika, klhorit, tremolit dan silikat lainnya seperti graphit, hematit, dan limonit. Nilai komersil marmer bergantung kepada warna dan tekstur. Marmer mencerminkan sebuah kemewahan. Nilai marmer dengan berkualitas sangat tinggi adalah marmer yang berwarna putih sangat jernih, sebab kandungan kalsitnya lebih besar dari 90%. Variasi warna dan corak pada marmer dihasilkan dari kandungan materi ikutan atau pengotornya. Marmer abu-abu berasal dari grapit pada batuan tersebut, sedangkan merah muda dan merah akibat adanya kandungan hematit, kuning dan krem sebagai pengaruh dari kandungan limonit. 

Marmer merupakan bahan galian yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat luas. Bahan galian ini mempunyai nilai jual tinggi karena rona indah, artistik dan aspek kuat tekan dan geser yang tinggi. Penggunaan marmer biasanya untuk meja, tegel, hiasan dinding, pelengkapan rumah tangga sepeti guci, lampu hias dan lainnya. Sejak zaman dahulu, marmer sudah memiliki pasar yang baik, sehingga perburuan ke lokasi-lokasi penghasil marmer pun cukup tinggi. Italia merupakan negara pengahasil marmer yang sangat terkenal di dunia, walaupun pada kenyataannya bahan baku marmer itu sendiri bukan asli dari Italia. Banyak negara mengirimkannya terlebih dahulu ke Italia. Marmer tersebut diproses untuk kemudian dikemas sedemikian rupa lalu dipasarkan dengan merek Italia. Fenomena ini dapat juga kita lihat di Indonesia, dimana penjualan marmer atau keramik berkualitas selalu disandingkan dengan produsen Italia.

Kekayaan alam Italia dapat direpresentasikan oleh Pegunungan Alpen Apuan, di Tuscany. Wilayah ini terletak di Italia bagian tengah-utara. Pegunungan Alpen di Tuscany merupakan daerah dengan struktur geologis yang unik, karena dapat dikatakan pegunungan di sini terbuat dari marmer. Tidak ada tempat lain di dunia yang mengandung sejumlah besar bahan yang bernilai tinggi ini. Bangsa Romawi kuno memanfaatkan batu-batu setempat untuk bangunan dan karya seni pahat. Daerah penghasil marmer putih lainnya adalah dari daerah Carrara. Bahan baku marmer daerah ini sangat terkenal sebagai bahan baku pembuat patung yang berkualitas. Konon, pada abad ke-16, Michelangelo datang ke Carrara untuk memilih berbongkah-bongkah marmer yang halus dan tanpa guratan atau cacat sedikit pun yang kemudian ia pahat menjadi patung-patung dan ornamen yang sangat monumental. 

Proses penambangan marmer di wilayah Tuscany masih terlihat hingga kini. Di antara rimbunnya vegetasi pinus dan cemara Pegunungan Alpen, tampak quarry batukapur dengan stripping dari open mining bekas garukan escavator. Seperti halnya di Indonesia (Citatah, Jawa Barat), quarry batukapur selain diambil marmer terbaiknya, juga menjadi bahan yang digunakan untuk industri semen. Tampak tidak jauh dari lokasi tambang terbuka tersebut, terdapat crusher dan pabrik pengolahan semen. Namun satu hal yang patut dipelajari dari lokasi penambangan ini, alam sekitarnya masih terjaga dan minim gangguan. Keadaan ini sangat kontras dengan quarry limestone yang ada di Indonesia, seperti di wilayah Palimanan dan Citatah, dimana dampak sebaran debu dari aktivitas tersebut terlihat dari putihnya genting rumah warga. Semoga tak lama lagi, kita segera melihat pembaruan sistem dan regulasi penambangan quarry limestone di Indonesia. (MA)