Tidak
perlu membayangkan secantik apa, karena “Sang Putri” yang dimaksud adalah
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Kota Surakarta. Nama Putri Cempo
diambil karena di kawasan tersebut terdapat situs pemakaman Putri Cempo.
Sayangnya, keadaan makam Putri Cempo kurang terawat. Setali tiga uang dengan pengelolaan
sampah TPA Putri Cempo.
Menempati
lahan seluas 17 Ha, kawasan TPA Putri Cempo yang mulai beroperasi sejak 1987
diperkirakan secara teknis hanya akan bertahan sampai dengan tahun 2002.
Nyatanya, sampai dengan saat ini setiap hari TPA Putri Cempo masih harus
merelakan lahannya menjadi pembuangan akhir berpuluh-puluh truk sampah warga
Kota Surakarta. Alhasil, lahan yang semula berjurang berubah menjadi berbukit, tentunya
bukit sampah.
Tidak
berbeda dengan keadaan TPA pada umumnya, sejauh mata memandang hanyalah bukit
sampah yang dipenuhi lalat dan bau tak sedap. Maklum, rencana untuk mengelola
sampah dengan menggunakan sistem sanitary
landfill gagal berlanjut. Jadilah
sampah ditimbun begitu saja dengan sistem open
dumping. Lagi-lagi, masalah pendanaan yang menjadi kendala.
Akan
tetapi Pemerintah Kota Surakarta tak kenal menyerah untuk memperbaiki keadaan. Sejak
jaman walikota masih dijabat Joko Widodo, berbagai upaya dilakukan untuk
menggaet swasta agar turut mengelola TPA. Hasilnya masih nihil sehingga ancaman
TPA Putri Cempo mengalami overcapacity
menjadi semakin nyata. Dan itu berarti, Pemerintah Kota Surakarta harus bersiap
menghadapi permasalahan yang tidak kalah rumit: mencari lahan baru sebagai TPA
pengganti.
Harapan
kembali muncul seiring kajian yang dilakukan Bappenas pada tahun 2013. Kesimpulan
kajian meekomendasikan pengelolaan sampah di TPA Putri Cempo diarahkan menjadi
pembangkit tenaga listrik dengan sistem insinerasi. Menggunakan sistem ini, listrik
akan dihasilkan dari pembakaran sampah di tungku yang dimanfaatkan untuk mendidihkan
air menjadi uap sebagai penggerak turbin dan menghasilkan daya pada generator
listrik. Jika hal itu terwujud, berbekal timbulan sampah sekitar 300 Ton/hari
ditambah tumpukan sampah lama yang memenuhi TPA Putri Cempo, maka dapat dihasilkan
listrik sebesar 6,5 megawatt per jam (MWh).
Pemerintah
Kota Surakarta segera menyambut gagasan tersebut. Lelang pengelolaan sampah pun
digelar pada awal tahun 2014. Hasilnya, karena sepi peminat lelang
dinyatakan gagal. Kebijakan no tipping
fee yang ditawarkan Pemerintah Kota Surakarta kepada swasta dituding
sebagai penyebab kegagalan. Selama ini, pengelolaan sampah menggunakan sistem tipping fee, yaitu biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk pengelola sampah. Angkanya dihitung berdasarkan jumlah tonase sampah yang dikelola. Jika menggunakan sistem no tipping fee, berarti Pemerintah Kota Surakarta tidak mengeluarkan pembayaran sepeser pun kepada pihak swasta yang akan mengelola TPA Putri Cempo.
Gagal
lelang tidak menjadikan Pemerintah Kota Surakarta bergeming. Lelang kembali
digelar menjelang akhir 2014. Tawaran yang diberikan kepada swasta tidak
berubah, tetap no tipping fee. Pemerintah Kota
Surakarta masih berkeyakinan proses lelang akan menghasilkan pemenang. Artinya,
sistem no tipping fee juga menarik bagi sektor swasta untuk terlibat
dalam pemanfaatan sampah menjadi pembangkit listrik. Beberapa alasan menjadi
landasan keyakinan itu.
Pertama, faktor keamanan Kota Surakarta
yang cukup kondusif akan menjadi daya tarik wilayah untuk mengundang investasi
sektor swasta. Kedua, faktor kepemimpinan di Kota Surakarta yang telah
berpengalaman memindahkan (relokasi) aktifitas masyarakat ke lokasi baru dengan
tanpa gejolak sangat mendukung iklim investasi yang sehat. Ketiga, meskipun
tanpa fee dari pemerintah, sektor swasta dapat menjadikan pemanfaatan
sampah untuk pembangkit listrik di Kota Surakarta sebagai bukti kehandalan
teknologi yang dimiliki. Jika berhasil, maka akan menjadi sarana promosi yang
efektif untuk dapat melakukan ekspansi pasar, mereplikasi teknologi ke kota/kabupaten
lain di seluruh Indonesia. Keempat, Pemerintah Kota Surakarta juga akan
memberikan hak kepada pemenang lelang untuk mengelola lahan TPA untuk
pemanfaatan lain, misalnya pembangunan jalur motor cros, dan lain
sebagainya sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku. Kelima, listrik
yang dihasilkan dapat langsung dinegosiasikan untuk dijual ke PLN mengingat
jaringan listrik tegangan tinggi melintas di kawasan TPA Putri Cempo.
Sejauh
ini proses berjalan cukup baik. Setidaknya, tiga konsorsium perusahaan telah
menyatakan minat. Memang, proses untuk menghasilkan pemenang lelang belum
selesai. Sang
Putri masih harus menunggu proses lamaran. Semoga kali ini berjodoh.
@pakarbain
No comments:
Post a Comment