Pages

Labels

Sunday, July 27, 2014

Perubahan dan Perpanjangan Jadwal Undangan Pernyataan Minat - Kemitraan Kakao Lestari (MCA-Indonesia)

Setelah Proyek Kemakmuran Hijau resmi meluncurkan Fasilitas Kemakmuran Hijau. Peluncuran Fasilitas Kemakmuran Hijau oleh Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Bappenas selaku Ketua Majelis Wali Amanat MCA-Indonesia di Ballroom Hotel Shangri La Jakarta, Kamis (03/07/2014), MCA-Indoensia mengundang masayarakat luas untuk ikut berpartisipasi dalam sebuah Pernyataan Minat pada Program pertama Fasilitas Pendanaan Proyek Kemakmuran Hijau untuk program Kemitraan Kakao Lestari. (MA)



Untuk keterangan lebih lanjut, dapat membuka tautan berikut ini : http://gp.mca-indonesia.go.id/gp-facility/partnership-grant/cocoa-partnership/

Upaya Meng-klik-an Matching Grant Energi Terbarukan





Investasi-investasi Proyek Kemakmuran Hijau akan mendukung dan memperkuat sejumlah tujuan yang saling menunjang dan berpihak pada masyarakat untuk meningkatkan penggunaan energi secara produktif serta untuk melindungi daerah aliran sungai dan sumber daya terbarukan lainnya sebagai sumber energi. Proyek ini akan membantu merangsang investasi yang lebih besar dari sektor swasta dalam strategi pertumbuhan rendah karbon untuk Indonesia. Selain itu juga memacu kewirausahaan lokal melalui peluang yang muncul di bidang energi terbarukan dan praktik penggunaan lahan yang inovatif, membangun kapasitas yang lebih besar dan komitmen bersama sektor swasta, masyarakat sipil dan pemerintah terhadap azaz pembangunan berkelanjutan.

Khusus mengenai pola hibah yang akan diberikan kepada pihak swasta (para pengembang di bidang energi terbarukan di bawah 10 MW), telah muncul banyak sekali ide untuk dapat mewujudkan misi Hibah Compact MCC. Direktur Eksekutif MCA-Indonesia Saputro, menjelaskan kembali skema Matching Grant dalam rapat  bersama Badan Koordinasi Fiskal Kemeterian Keuangan; PT PLN; Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI); Dirjen Energi Baru, Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; MCC beserta Satker Pengelola Hibah MCC di Kantor MCA-Indonesia, Rabu (23/7/2014). Saputro menginginkan dana hibah yang ada dalam Compact ini dapat membantu beberapa proyek pengembangan energi terbarukan, baik pada level green field maupun brown field pada beberapa skema pendanaan. Untuk membahas dan mengawal hal tersebut, MWA MCA-Indonesia telah membentuk Kelompok Kerja yang langsung dikomandoi oleh Ketua MWA MCA-Indonesia, Lukita D. Tuwo dan sebagai Sekretaris ditunjuk Direktur Proyek Kemakmuran Hijau, Budi Kuncoro.

Dalam paparannya, Budi menjelaskan mengenai target pemerintah dalam meningkatkan rasio elektrifikasi dan bauran energi yang ditargetkan dari sektor pengembangan energi terbarukan. Pada skema ini, Proyek Kemakmuran Hijau menyediakan total dana sebesar USD 242 juta untuk ikut membantu memenuhi target tersebut. Ide dasar yang muncul dalam skema Matching Grant bidang energi terbarukan ini adalah bersumber dari pola Viability Gap Funding (VGF) yang dapat diberikan pada proyek pengembangan energi terbarukan. Data yang diberikan oleh PLN mengenai pengembang yang ada di Indonesia, maka permasalahan dana dan penjaminan kepada pihak bank acap kali menjadi masalah umum dan klasik menimpa para pengembang yang pada gilirannya akan menghambat kemajuan proyek. Selain itu, insentif pengembang dalam mendapatkan Feed in Tariff (FIT) yang menarik, juga terhambat dalam penyelesaian dokumen administrasi, dokumen teknis serta pelaporan keuangan proyek yang kurang memenuhi standar. Hal ini disadari PLN yang memberikan perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) kepada para pengembang. Ada sekitar 200 lebih proyek yang berstatus mengantongi PPA namun masih terhambat dalam penyelesaian proyek. Sofyan, staf PT. PLN lebih jauh menjelaskan bahwa umumnya para pengembang ini akan kesulitan dalam melakukan penjaminan pada bank, sehingga proyek terlantar. Akibatnya adalah PPA yang telah disepakati, kemudian akan diminta renegosiasi sesuai dengan aturan FIT yang baru. Untuk PLN, kasus seperti ini akan memakan waktu dan tenaga sementara banyak proyek besar dari pemerintah yang harus segera direalisasikan juga, misalnya proyek 10.000 MW tahap 2 yang harus dikembangkan. 

Perwakilan METI, Yanni, juga mempertanyakan mengenai skema renegosiasi FIT yang baru. Hal ini diperlukan terkait kemungkinan bridging fund yang dapat dikucurkan oleh MCA-Indonesia kepada proyek-proyek brown field yang ada dalam data METI. Selain itu, METI juga mempertanyakan mekanisme, kriteria dan alokasi dana yang akan diberikan dalam mekanisme yang dinamakan Matching Grant ini. Dengan skema FIT yang baru, METI meyakini akan ada banyak green field energi terbarukan yang akan berkembang. PLN sendiri kembali menjelaskan mengenai aturan yang berlaku dalam sebuah sertifikasi layak operasi sehingga tidak membebani PLN dalam jalur distribusi. Hingga ke tahap ini, MCA-Indonesia melihat banyaknya peluang untuk dapat bekerja sama dengan PLN dan pihak terkait lainnya dalam hal kucuran dana hibah Matching Grant energi terbarukan.

MCA-Indonesia akan kembali mengajak pihak-pihak terkait untuk bersama-sama mengembangkan kriteria penerima hibah agar dana hibah Compact dalam skema Matching Grant ini dapat tersalurkan tepat waktu dan sasaran mengingat masa berlaku hibah semakin menipis hingga april 2018. (MA)

MCA- Indonesia Bahas Tindak Lanjut Skema Hibah





MCA-Indonesia adalah lembaga pengelola hibah sesuai dengan Permen PPN/Kepala Bappenas No. 2 Tahun 2012 tentang Pembentukan Lembaga Majelis Wali Amanat MCA-Indonesia. Penyaluran hibah ini akan berlangsung hingga 1 April 2018 dan tidak dapat diperpanjang lagi. Dalam perjalanan peaksanaan hibah ini, MCA-Indonesia telah melakukan peluncuran Skema Hibah Kemitraan (Partnership Grant) untuk Proyek Kemitraan Kakao pada 3 Juli 2014 lalu di Hotel Shangri La Jakarta. Tindak lanjut dari operasionalisasi hibah ini yang kemudian di bahas dalam rapat bersama Kementerian Keuangan, Unit Pelaksana Program MCA-Indonesia dan Satker Pengelola Hibah MCC di Hotel Borobudur, Senin (21/7/2014). Rapat ini dipimpin oleh Direktur Eksekutif MCA-Indonesia, J.W. Saputro.

Dalam pembukaannya, Saputro menjelaskan kembali mengenai 3 skema hibah yang akan dilakukan pada Proyek Green Prosperity (Kemakmuran Hijau/GP) yakni Partnership Grant, Community Based Natural Resources Management Grant dan Renewable Energy Grant. Pembahasan mengenai skema yang sejak lama dilakukan ini akan diperkenalkan secara bertahap. Rencananya dalam waktu dekat, hibah untuk pengelolaan sumber daya alam kemasyarakatan akan diluncurkan sekitar bulan Oktober 2014. Saputro berharap dengan diluncurkannya jendela hibah ke dua ini, akan semakin banyak lagi kandidat yang masuk dan menyerap dana Hibah Compact. Untuk tahap pembukaan hibah kemitraan di bidang kakao, MCA-Indonesia mengklaim telah mendapatkan banyak proposal penawaran yang menarik dari calon mitra. Hal ini pertanda positif dan akan di tindak lanjuti dengan baik. Sedangkan jendela hibah ketiga untuk hibah energi terbarukan, direncanakan akan diluncurkan pada bulan Desember 2014.

Kementerian Keuangan mengingatkan kembali mengenai aturan-aturan yang berlaku dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.124/PMK.05/2012 yang mengatur mengenai hibah MCC. Poin pokok yang diatur khusus dalam PMK ini mengenai pengesahan hibah dan pencatatan Hibah MCC oleh Pemerintah. Beberapa pasal yang menjadi perhatian oleh MCA-Indonesia dalam upaya menyalurkan hibah dengan 3 mekanisme yang ada, diharapkan segera diselesaikan sehingga revisi PMK No.124/PMK.05/2012 tersebut dapat segera dilakukan dan tidak menjadi hambatan. Saat ini, dengan pola off budget on treasury yang berlaku, maka pengesahan hibah aset dapat dilakukan juga dengan mekanisme Berita Acara Serah Terima (BAST) yang dilakukan oleh Direktur Eksekutif MCA-Indonesia kepada Sestama Bappenas. Pihak Pemerintah sendiri tidak ingin diberatkan dengan serah terima aset barang yang dapat saja menjadi sandungan di kemudian hari. PPK Satker Pengelola Hibah MCC, Hari Kristijo mencontohkan tentang serah terima aset pada Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek, yaitu adanya pengadaan alat ukur tinggi badan dan timbangan yang akan diberikan pada Puskesmas atau Posyandu melalui Dinas Kesehatan Pemda setempat. Proses ini harus clean and clear sehingga tidak ada permasalahan bagi Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri dan juga Pemda pada saat audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).


MCA-Indonesia melalui Direktur Hukum Rusdi Irwanto, meyakinkan Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan revisi PMK No.124/PMK.05/2012 pada akhir tahun 2014. Dengan demikian, maka tidak akan ada lagi permasalahan pada saat semua program hibah sudah diluncurkan ataupun pada saat pengadaan-pengadaan di proyek lain juga telah dilakukan. Satker Pengelola Hibah MCC dan Kementerian Keuangan mengingatkan MCA-Indonesia untuk lebih cermat dalam menyusun revisi dan melihat penjelasan mengenai akun belanja dalam sistem akuntansi Pemerintah Indonesia, sehingga revisi yang dimaksud tidak menjadi masalah yang membelit kelak bagi MCA-Indonesia dalam beroperasi. (MA)

MCA-Indonesia Siapkan Laporan Kinerja




Unit Pelaksana Program (UPP) MCA-Indonesia telah beroperasi lebih dari setahun sejak surat implementasi Entry into Force (EIF) ditandatangani pada 2 April 2012 lalu. Telah banyak kinerja, waktu dan dana yang dikeluarkan untuk mengawal dan mengemban amanat implementasi Hibah Compact di Indonesia. Berbekal semangat transparansi dalam lingkup Lembaga Wali Amanat (trust fund), maka Pemerintah Indonesia diwakili oleh Bappenas bersama UPP MCA-Indonesia menyusun sebuah draft laporan kinerja LWA MCA-Indonesia untuk periode bulanan dan triwulanan. Bertempat di Kantor MCA-Indonesia, Senin (21/7/2014), agenda rapat kali ini menuntaskan sebuah kesepahaman mengenai isi dan lingkup laporan kinerja yang akan dituangkan dalam laporan publik. 



Rapat yang dipimpin langsung oleh Direktur Eksekutif MCA-Indonesia, J.W. Saputro, menegaskan pentingnya laporan ini dibuat sebagai bentuk pertanggungjawaban publik terhadap dana yang digunakan. Hal ini diamini oleh PPK satker Pengelola Hibah MCC, Hari Kristijo yang mengungkapkan bahwa telah banyak capaian yang diraih oleh MCA-Indonesia dan hal ini perlu diketahui oleh publik. Rapat ini juga diikuti oleh Inspektur Utama Bappenas, Slamet Soedarsono dan Inspektur Bidang Administrasi Umum Bappenas, Darianto. “Pihak Pemerintah juga memerlukan laporan singkat terhadap capaian yang diraih oleh MCA-Indonesia sebagai sebuah pegangan yang akan dikomunikasikan dengan pemangku kepentingan lain yang menanyakan mengenai status Proyek Hibah Compact MCC” ujar Slamet dalam rapat yang berlangsung selama kurang lebih 3 jam tersebut.


Laporan kinerja yang akan disusun sendiri akan bersifat laporan singkat yang memuat serapan hibah, pencapaian target dan rencana kerja. Format laporan sendiri akan didalami lebih lanjut oleh Tim Monitoring dan Evaluasi MCA-Indonesia beserta dengan seluruh program yang ada didalamnya. Dengan banyaknya program dan rencana kerja yang ada, tentu merupakan kesulitan tersendiri untuk dapat meramu dalam 2-3 lembar laporan singkat yang padat dan tetap informatif. Mari kita tunggu bersama laporan yang akan disusun ini. (MA)

Monday, July 21, 2014

Satker Beri Masukan Pola Hibah Daerah untuk ICCTF



Satker Pengelola Hibah MCC kembali gelar diskusi dengan Tim Pengkaji Regulasi Hibah Daerah Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), dipimpin oleh Direktur Eksekutif ICCTF terpilih, Noorsalam R. Nganro. Rombongan ICCTF diterima langsung oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pengelola Hibah MCC, Hari Kristijo di Kantor Sekretariat Satker Pengelola Hibah MCC, Jumat (18/07/2014). Misi utama dari kunjungan ini untuk mendapatkan pembelajaran (lesson learned) dari Satker Pengelola Hibah MCC dan Unit Pelaksana Program (UPP) MCA-Indonesia mengenai pola pemberian hibah dan model penerus-hibahan di lingkup kegiatan Hibah Compact.

ICCTF sebagai Lembaga Wali Amanat (LWA) yang berada di bawah Bappenas, khusus mencari dana, mengelola dan menyalurkan hibah untuk kegiatan yang mendukung mitigasi dan aksi dalam usaha pemerintah untuk menurunkan emisi karbon, sesuai dengan konvensi perubahan iklim PBB di tahun 1992. Sebagai LWA yang tengah dikembangkan, ICCTF merasa perlu untuk mendengar dan berdiskusi dengan Satker Pengelola Hibah MCC dalam operasionalisasi LWA MCA-Indonesia selama setahun lebih. ICCTF melihat adanya kesamaan pola dengan Program Compact, terutama pada Proyek Kemakmuran Hijau dimana penerima manfaatnya adalah pemerintah daerah. Terlebih, ICCTF menerima dan mencari dana dengan skema multi donor, dimana setiap donor memiliki karakeristik penyaluran dana masing-masing seperti permintaan donor untuk dapat langsung menyalurkan kepada pemerintah daerah. Dalam kaitannya dengan persiapan mekanisme tersebut, ICCTF tengah menggodok sebuah prosedur yang dapat memfaslitasi permintaan donor dalam mengelola dana hibah yang langsung sampai kepada pemerintah daerah. ICCTF ingin prosedur hibah yang disusun kelak tidak melanggar peraturan pemerintahan yang ada. Untuk itu, diskusi dengan Satker Pengelola Hibah MCC ataupun UPP MCA-Indonesia dirasa sangat bermanfaat.

Pada kesempatan itu, PPK Satker Pengelola Hibah MCC menjelaskan perbedaan dan persamaan antara LWA MCA-Indonesia dan ICCTF. Dengan dasar hukum yang sama pada Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2011 tentang Dana Perwalian, maka sejatinya baik ICCTF maupun MCA-Indonesia memiliki jenis hibah dan pemanfaat yang sama. Khusus untuk Hibah MCC, terkait dengan peraturan mengenai fasilitas penggantian pajak yang dimintakan oleh donor, maka LWA MCA-Indonesia memiliki Peraturan Menteri Keuangan No. 124/PMK.05/2012 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah Millennium Challenge Corporation yang khusus menaungi sistem hibah dalam skema hibah Compact MCC. Selebihnya, kedua LWA juga akan mengikuti mekanisme yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Dengan permintaan dan mekanisme yang diatur dalam perjanjian hibah pada masing-masing kegiatan, maka pola pencatatan yang ada dalam sistem akuntansi Pemerintah Indonesia, dapat saja sama atau berbeda yakni menggunakan pola off budget on treasury. Namun hal ini akan sangat bergantung dengan mekanisme yang disepakati dengan donor ICCTF. Sebagai catatan, ICCTF akan memiliki multi donor karena melakukan fund rising secara mandiri.

Sebagai catatan dalam penyusunan Standard Operation Procedure (SOP) ini, Hari mengingatkan agar ICCTF menyusun sistem fasilitas perpajakan yang kelak tidak mempersulit dalam proses penyaluran hibah. ICCTF juga disarankan untuk membahas lebih lanjut mengenai sistem penerus-hibahan dengan Kementerian Keuangan mengingat ranah kewenangan ini hanya dimiliki oleh Menteri Keuangan. (MA/LM)

Thursday, July 17, 2014

Satker Susun Skenario Investasi GP untuk Energi Terbarukan dan Pengelolaan SDA




Satuan Kerja (Satker) Pengelola Hibah MCC kini sedang disibukkan dengan penyusunan skenario investasi Proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity Project/GP) khususnya pada bidang energi terbarukan (renewable energy) dan pengelolaan sumber daya alam (natural resources management)/SDA. Setelah berkutat dengan berbagai data sekunder, puncaknya seluruh staf Satker Pengelola Hibah MCC melakukan finalisasi akhir secara serempak di Hotel Sofyan Jakarta. Konsinyering yang dimulai tanggal 15-18 Juli 2014, membuahkan suatu bentuk kajian investasi yang sangat berguna bagi pengembangan bidang energi terbarukan dan pengelolaan sumber daya alam serta pemberdayaan potensi wilayah Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi yang menjadi percontohan skema Proyek GP dalam kajian ini.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pengelola Hibah MCC Hari Kristijo mengatakan bahwa kajian yang sedang dilakukan ini bertujuan untuk membuat sebuah best practice dalam pengelolaan sumber daya alam dan pemanfaatan energi terbarukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat di Kabupaten Kerinci. Sebagai inisiator kegiatan, Hari berharap hasil dari kajian tersebut dapat menjadi bench mark dalam penyiapan dokumen untuk membangun infrastruktur dasar daerah di bidang energi terbarukan dan pengelolaan sumber daya alam. 

Kajian ini akan menjadi dokumen yang berguna bagi implementasi Program Kemakmuran Hijau dalam perannya sebagai pembanding untuk lebih mematangkan konsep yang tengah digodok MCA-Indonesia. Kajian ini juga dapat menjadi referensi tambahan bagi MCA-Indonesia dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam menyusun usulan sebuah proyek. “Kajian ini dibuat secara komprehensif, semata untuk mendukung Proyek Kemakmuran Hijau, tidak ada maksud tertentu dan kami no interest” tegas Hari. Kajian ini akan mencakup data potensi wilayah untuk energi terbarukan dan sumber daya alam, tata ruang wilayah, data sosial ekonomi penduduk, peta sebaran daerah target intervensi berdasarkan beberapa kriteria pembobotan serta capaian akhir program untuk dapat mengurangi kemiskinan dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dilihat dari sisi pemenuhan Economic Rate of Return (ERR).

Pengerjaan dokumen ini sepenuhnya dilakukan oleh Staf Pengelola Hibah MCC. Data yang diperoleh diambil dari berbagai sumber, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Susenas, ESDM, proposal kajian yang ada di lembaga terkait serta jurnal ilmiah yang ada di perpustakaan digital beberapa universitas. “Kegiatan ini melatih staf untuk mampu membuat sebuah review untuk memenuhi kebutuhan investasi suatu daerah dan menjadi lesson learned dalam menguji kemampuannya” ujar Hari. Dalam dokumen ini akan terlihat hasil penghitungan Economic Rate of Return (ERR) dan Internal Rate of Return (IRR) dari suatu kegiatan investasi di bidang energi terbarukan, pengelolaan sumber daya alam serta perpaduan diantaranya.

Hasil dari kajian ini rencananya akan dipresentasikan untuk di-review bersama para pemangku kepentingan di Kabupaten Kerinci dan Propinsi Jambi guna mendapatkan masukan dalam penyempurnaannya. Harapannya, kajian ini dapat membantu Pemerintah Kabupaten Kerinci dan pihak lain yang ingin melakukan investasi, baik dalam skema Proyek Kemakmuran Hijau maupun mandiri, dalam membangun suatu sistem investasi di bidang energi terbarukan dan pengelolaan sumber daya alam merujuk pada sistematika yang dikembangkan Bappenas. Selanjutnya, hasil akhir kajian ini juga akan disampaikan kepada Majelis Wali Amanat MCA-Indonesia, Unit Pelaksana Program, Bappenas, Pemerintah Kabupaten Kerinci, Pemerintah Propinsi Jambi dan para pemangku kepentingan terkait. “Ini juga dapat menjadi lesson learned untuk proyek Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)” kata Hari. 

Ke depan, Satker Pengelola Hibah MCC berharap akan dapat mereplikasi kegiatan ini untuk daerah lain dengan ataupun tanpa anggaran dari hibah luar negeri. Khusus untuk dua proyek lainnya dalam Program Compact, yaitu Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek dan Proyek Modernisasi Pengadaan, Hari masih menimbang untuk membuat kajian serupa. “Sebenarnya kita mampu melakukan itu, tapi kita masih kekurangan tenaga ahli pada dua bidang tersebut” ujar Hari menutup perbincangan. (LM/MA)

Monday, July 14, 2014

Undangan Pernyataan Minat - Kemitraan Kakao Lestari (MCA-Indonesia)

Setelah Proyek Kemakmuran Hijau resmi meluncurkan Fasilitas Kemakmuran Hijau. Peluncuran Fasilitas Kemakmuran Hijau oleh Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Bappenas selaku Ketua Majelis Wali Amanat MCA-Indonesia di Ballroom Hotel Shangri La Jakarta, Kamis (03/07/2014), MCA-Indoensia mengundang masayarakat luas untuk ikut berpartisipasi dalam sebuah Pernyataan Minat pada Program pertama Fasilitas Pendanaan Proyek Kemakmuran Hijau untuk program Kemitraan Kakao Lestari. 




















































































Untuk keterangan lebih lanjut, dapat membuka tautan berikut ini : http://gp.mca-indonesia.go.id/gp-facility/partnership-grant/cocoa-partnership/

(LM)


Thursday, July 10, 2014

VP MCC Tetap Optimis Pada Fasilitas Kemakmuran Hijau





Walaupun masa kerja Program Compact di Indonesia tersisa 3,5 tahun lagi, Vice President (VP) of Department of Compact Operation MCC, Kamran A. Khan mengaku sangat optimis dengan keberhasilannya, terutama untuk Proyek Kemakmuran Hijau. Hal ini dinyatakannya ketika ditemui pada Acara Peluncuran Fasilitas Kemakmuran Hijau di Hotel Shangri La Jakarta, Kamis (03/07/2014). Menurut Khan, walaupun saat ini baru satu jendela dari tiga Fasilitas Kemakmuran Hijau yang diluncurkan, tapi tim terus bekerja keras untuk segera merampungkan selebihnya. “Kami akan meluncurkan selebihnya dalam beberapa bulan ke depan di tahun ini” kata Khan. Fasilitas Kemakmuran Hijau yang didanai melalui Hibah MCC menyalurkan dana melalui tiga skema pendanaan, yaitu Hibah Kemitraan (Partnership Grant), Hibah Energi Terbarukan (Renewable Energy Grant) dan Hibah Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat (Community-Based Natural Resources Management).

Dengan diluncurkannya Fasilitas Kemkamuran Hijau ini, Proyek Kemakmuran Hijau segera akan merealisasi semua program yang telah lama direncanakan. Sang VP mempunyai ekspektasi tersendiri dalam kesuksesan pelaksanaan Fasilitas Kemakmuran Hijau ini. “Kami mengharapkan proposal segera datang, poroposal dengan kulitas yang bagus, proposal yang datang dari sponsor yang tau pasti apa yang mereka akan lakukan” ujar Khan. Setelah itu, langkah yang akan diambil selanjutnya adalah bagaimana proyek ini dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara nyata. Khan mengharapkan proyek ini dapat berjalan seperti harapan banyak orang. “Anda dapat melihat dalam tayangan video tadi, masyarakat mengatakan hal ini akan menolong hidup saya. Itu ekspektasi saya dan harapan banyak orang” jelas Khan.

Dengan waktu yang tersisa, setumpuk pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Proyek Kemakmuran Hijau. Selain Fasilitas Kemakmuran Hijau, Proyek Kemakmuran Hijau mempunyai tiga kegiatan besar yang harus selesai hingga tahun 2018, yakni Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif (Participatory Land Used Planning), Bantuan Teknis dan Supervisi (Technical Assistance and Oversight) dan Pengetahuan Hijau (Green Knowledge). Kekhawatiran tentang kegagalan proyek ditepis Khan dengan tetap menunjukkan sikap optimisnya. “Saya tidak akan menunggu 3,5 tahun untuk mengetahui bahwa proyek ini gagal. Tugas saya adalah untuk membuat proyek ini berjalan dan memperbaikinya” ujarnya. Kekhawatiran akan tidak terbukanya jendela Fasilitas Kemakmuran Hijau yang lain ditepis Khan dengan meyakinkan bahwa hal itu tidak akan terjadi selama beliau mengawal proyek ini. Kegagalan hanya bisa terjadi apabila masyarakat enggan mengirimkan proposal atau proposal yang diharapkan datang tidak sesuai dengan kriteria. “Tapi hal ini rasanya tidak mungkin terjadi karena banyak orang yang telah lama menunggu jendela ini terbuka” kata Khan. 

Ditanya tentang komponen proyek yang lain dalam Proyek Kemakmuran Hijau, Khan mengungkapkan pentingnya menyelesaikan semuanya, tetapi yang menjadi fokus pekerjaan kini adalah Fasilitas Kemakmuran Hijau yang membuka jendela dan memulai usaha yang banyak menyita waktu. Fasilitas Kemakmuran Hijau dianggap lebih rumit karena menyangkut kerangka waktu yang membutuhkan studi kelayakan dan proposal yang bagus untuk mengajukan pembangunan suatu proyek. Fasilitas Kemakmuran Hijau dianggap akan lebih memberikan hasil nyata yang dapat berguna dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat. “Saya tidak menjanjikan bahwa semua komponen dapat selesai dalam enam bulan ke depan, tapi kami terus mengusahakannya” ujar Khan menutup perbincangan. (LM/MA)

Monday, July 7, 2014

Akhirnya Fasilitas Kemakmuran Hijau Resmi Diluncurkan



Sekian lama menunggu, akhirnya Proyek Kemakmuran Hijau resmi meluncurkan Fasilitas Kemakmuran Hijau. Peluncuran Fasilitas Kemakmuran Hijau ditandai dengan dipukulnya gong sebanyak tiga kali oleh Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Bappenas selaku Ketua Majelis Wali Amanat MCA-Indonesia di Ballroom Hotel Shangri La Jakarta, Kamis (03/07/2014). Peluncuran ini disaksikan oleh Wakil Duta Besar Amerika Serikat Kristen Bauer, Vice President of Department of Compact Operation MCC Kamran A. Khan Anggota Majelis Wali Amanat MCA-Indonesia Zumrotin K. Soesilo, Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh dan Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH Muhammad Zainul Majdi.

Fasilitas Kemakmuran Hijau merupakan kegiatan pokok Proyek Kemakmuran Hijau dan merupakan suatu fasilitas pendanaan yang akan melakukan investasi pada proyek-proyek pengembangan rendah-karbon dalam dua bidang tematik yaitu energi terbarukan dan pengelolaan sumber daya alam. Salah satu prioritas utama Fasilitas Kemakmuran Hijau adalah memperoleh dukungan dana baru dari sektor swasta atau penyandang dana lain dengan cara mengadakan perjanjian Hibah Kemitraan yang menyediakan hibah atas azaz pendanaan bersama. Hibah Kemitraan bertujuan untuk mempromosikan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Fasilitas Kemakmuran Hijau disalurkan melalui tiga jenis skema yaitu Hibah Kemitraan (Partnership Grant), Hibah Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat (Community—Based Natural Resources Management Grant) dan Hibah Energi Terbarukan (Renewable Energy Grant). 

Dalam mengembangkan kerjasama dalam Proyek Kemakmuran Hijau, ada prinsip penting yang harus dipegang teguh. Lukita dalam pidato pembukaanya mengatakan, prinsip tersebut adalah ownership, partnership dan sustainability. Ownership atau kepemilikan diharapkan muncul dari semua lini. Peran pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sangat dibutuhkan dalam mencapai keberhasilan program. Sedangkan partnership, menurut Lukita adalah bentuk kerjasama kemitraan yang dibangun dengan sektor swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat dan lainnya. “Partnership tidak hanya dalam proses perencanaan, tapi dari implementasi” kata Lukita. Dengan adanya kerjasama dalam bentuk kemitraan ini diharapkan dapat memberikan daya ungkit yang lebih besar untuk mendapatkan dana yang lebih besar lagi. “Dana yang dikucurkan nanti sangat besar artinya” tambah Lukita. Untuk itu, capacity building menjadi penting bagi masyarakat dan pemangku kepentingan dalam memelihara keberlanjutan proyek.

Selaras dengan itu, Zumrotin yang merupakan Anggota Majelis Wali Amanat perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menyampaikan pentingnya kerjasama yang bersinergi dalam peningkatan capacity building. Sinergi antara pemerintah, swasta dan LSM akan saling mengisi kekurangan masing-masing. Pemerintah akan sangat membantu memfasilitasi di bidang birokrasi, swasta menyerap hasil produksi yang dihasilkan petani dan LSM membantu pendampingan. “LSM akan terus melakukan pendampingan dalam pelaksanaan program ini karena program ini sudah disiapkan sejak tahun 2010” kata Zumrotin. Dari sektor swasta, Rachmat Gobel mengatakan bahwa Proyek Kemakmuran Hijau akan sangat membantu dalam mengurangi beban pemerintah dalam pengurangan subsidi. Tak hanya itu, proyek ini diharapkan dapat menciptakan multiplier effect yang besar yang dapat memberikan added value.

Dengan diluncurkannya Fasilitas Pendanaan Kemakmuran Hijau ini, diharapkan implementasi Proyek Kemakmuran Hijau dapat segera memberikan nilai nyata di masyarakat. Pelaksanaan proyek diharapkan tidak melupakan kelestarian lingkungan. “Proyek ini diharapkan dapat membantu dalam pengurangan dampak perubahan iklim dan mengurangi kemiskinan di Indonesia” kata Bauer. Peluncuran Fasilitas Kemakmuran Hijau ini akan dilakukan secara bertahap hingga semua jendela skema hibah rampung dikemas dalam sebuah manual operasi yang dapat digunakan oleh masyarakat sebagai acuan dalam mengajukan fasilitas pendanaan hibah Compact Proyek Kemakmuran Hijau. Diharapkan skema ini akan selesai pada tahun 2014. (LM/MA)