Pages

Labels

Monday, January 27, 2014

Selamatkan Lingkungan dan Sumber Daya Alam ala Compact, Wamen Bappenas Berpesan Agar Program Dapat Direplikasi



MCA-Indonesia kembali mengadakan lokakarya dengan tema “Pemantapan Pengelolaan Program Compact/Planning Session” di Hotel Borobudur Jakarta, Senin (27/01/2014). Acara ini merupakan kelanjutan dari lokakarya sebelumnya mengenai kertas kerja Program Hibah Compact MCC di Hotel Ibis pekan lalu. Lokakarya kali ini dihadiri oleh seluruh staff dan konsultan individu MCA-Indonesia, MCC USA, Satker Pengelola Hibah Compact MCC, implementing entity dan kementerian/lembaga yang menjadi mitra Program Compact. 

Perhelatan yang dibuka oleh Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas selaku Ketua Majelis Wali Amanat MCA-Indonesia, Lukita D. Tuwo, memberikan interaksi terbuka pada seluruh pihak terhadap semua program, termasuk cross cutting program dalam Program Compact di Indonesia. Hal ini menjadi sebuah bentuk konsolidasi dan perumusan tujuan bersama Program Compact selama 4 tahun mendatang, terutama hal yang terkait pada implementasi program di lapangan. Lukita dalam pidato pembukaannya mengingatkan kembali sejarah panjang Indonesia dalam meraih program hibah Compact. Meskipun Program Hibah Compact di inisiasi oleh pemerintah, namun pada pelaksanaanya menjadi sedikit berbeda karena program ini bersifat bottom up sehingga pihak yang terlibat pun menjadi banyak, meliputi NGO dan masyarakat. Pada tahap persiapan program sebelum memasuki masa Entry Into Force (EIF), Program Hibah Compact juga banyak dibantu oleh akademisi, Kamar Dagang Indonesia (KADIN), NGO dan CSO.  Setelah memasuki masa EIF, MCA-Indonesia mulai berbenah dan melengkapi tenaga penggerak dengan merekrut tenaga profesional di setiap posisi yang diperlukan selama tahun 2013. Semakin hari, MCA-Indonesia semakin kuat dan Lukita menyatakan keyakinannya akan keberhasilan program. 


Program Compact berorientasi pada pengurangan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi. Dengan tiga program utama yang diusung, yakni Kemakmuran Hijau, Kesehatan dan Nutrisi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek dan Modernisasi Pengadaan, menggaris-bawahi pentingnya dampak pengurangan kemiskinan yang akan timbul. “Program Kemakmuran Hijau sangat berpengaruh kepada masyarakat, menjaga lingkungan, sumber daya alam, air, konservasi, akan memberikan manfaat kepada masyarakat dan program ini dapat direplikasi” ujar Lukita.
 
Lukita berpesan mengenai langkah-langkah yang perlu diambil sebagai suatu strategi kebijakan dalam percepatan implementasi program mengingat program ini berjalan selama 5 tahun dan hampir setahun telah terlewati. Adanya kendala dalam regulasi yang diterapkan MCC dalam implementasi Program Compact di Indonesia, sedikit mempengaruhi laju jalannya roda program. Kita memerlukan fleksibilitas untuk berakselerasi dan mempercepat langkah ke depan” tambah Lukita dalam akhir pidatonya.  Harapan besar akan kesuksesan Program Hibah Compact ini juga didukung oleh Satker Pengelola Hibah MCC. (MA/LM)


Friday, January 24, 2014

Saatnya Deputy Vice President MCC Dengarkan MWA




Salah satu agenda penting dalam lawatan Deputy Vice President MCC, Kyeh Kim ke Indonesia adalah pertemuan dengan Anggota Majelis Wali Amanat (MWA) MCA-Indonesia. Diskusi berlangsung cukup menarik karena dihadiri oleh Anggota MWA seperti Rachmat Gobel, Anugerah Pekerti, Tini Hadad dan Mangara Tambunan, di Kantor MCA-Indonesia, Senin (20/01/2014). Di samping itu turut hadir dalam pertemuan tersebut Resident Country Director MCC untuk Indonesia, Troy Wray, PPK Satker Pengelola Hibah MCC, Hari Kristijo, Direktur Eksekutif MCA-Indonesia, J.W. Saputro, Direktur Kemakmuran Hijau, Budi Kuncoro dan Direktur Kesehatan, Minarto. Dalam pertemuan tersebut, Kim menjelaskan maksud kedatangannya ke Indonesia untuk melakukan assessment terhadap MCA-Indonesia meliputi struktur organisasi maupun kesiapan pelaksanaan 3 jenis proyek, khususnya Green Prosperity. Tujuan assessment ini untuk membantu MCA-Indonesia agar mampu menyerap dana hibah MCC senilai US$ 600 juta secara efisien, efektif dan sesuai indikator serta penerima manfaat (beneficiaries) yang tepat sasaran. Kim juga menyampaikan apresiasinya kepada Anggota MWA bahwa Program Compact di Indonesia dilaksanakan dengan model organisasi yang unik karena MWA terdiri dari unsur pemerintah, swasta, akademisi dan NGO. “Diharapkan Program Compact di Indonesia dapat melibatkan private sector dan investor khususnya pada Proyek Kemakmuran Hijau” ujar Kim.



Anggota MWA menjelaskan capaian yang sudah dilakukan sejauh ini, seperti telah ditandatanganinya Implementing Entity dengan Kementerian Kesehatan untuk Proyek Kesehatan dan Nutrisi untuk Mengurangi Anak Pendek, ditandatanganinya nota kesepahaman dengan 29 ULP untuk Proyek Modernisasi Pengadaan dan sedang digodoknya mekanisme fund channeling dan operation manual  untuk Proyek Kemakmuran Hijau. Dalam implementasi Proyek Kemakmuran Hijau, diharapkan listrik yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga di pedesaan sekaligus menciptakan pengusaha baru (enterprenuer). “Proyek Kemakmuran Hijau diharapkan dapat dikerjakan oleh pengusaha dan investor setempat sehingga ada keberlangsungan untuk proyek tersebut yang meliputi operasi dan pemeliharaan serta manajemen dalam penarikan iuran listrik dari masyarakat” jelas Rachmat Gobel. Mengenai peran organisasi masyarakat di tingkat lokal, Tini Hadad berpendapat keterlibatan organisasi masyarakat di lokasi proyek sangat penting mengingat masyarakat lokal lebih memahami kondisi sosial dan budaya setempat. Hal ini disampaikan Tini dalam kaitan pada implementasi Proyek Kemakmuran Hijau dan Proyek Kesehatan dan Nutrisi untuk Mengurangi Anak Pendek yang notabene mengantongi nilai yang signifikan dalam Program Compact. “Kedua proyek ini jangan sampai salah sasaran dan tetap pada tujuannya untuk mengurangi kemiskinan, baik jangka pendek maupun jangka panjang” ujar Tini. Mangara Tambunan menambahkan pentingnya hibah MCC dalam Proyek Modernisasi Pengadaan. “Pengadaan barang dan jasa di lndonesia harus tetap dimodernisasi dan melalui hibah MCC ini diharapkan mampu mendorong ULP di lndonesia menjadi lebih efisien dan efektif” tutur Mangara.


Pelaksanaan Program Compact di Indonesia dilaksanakan secara transparan. Dana Compact dipastikan tidak akan mengalir ke kas pemerintah pusat dan daerah. Hal ini dijelaskan Saputro menanggapi kekhawatiran mantan deputi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Junino Jahja yang turut hadir dalam pertemuan tersebut yang mengusulkan pelibatan TNI dan Polri dalam penyaluran dan penggunaan dana Compact pada masyarakat untuk mencegah terjadinya korupsi.



Sejauh ini, banyak kendala operasional dalam implementasi Program Compact di Indonesia. Hari Kristijo mengetengahkan beberapa poin masalah dan mengusulkan solusi pemecahannya seperti usulan untuk menyederhanakan proses manajemen keuangan dan fleksibilitas pembayaran pada vendor penyedia jasa. Rumitnya sistem majamen keuangan di MCA-Indonesia menyulitkan MCA-Indonesia sendiri dalam penyediaan layanan oleh vendor sehingga Satker Pengelola Hibah MCC harus turut serta membantu dalam proses operasional tersebut. Usulan lain yang disampaikan Hari adalah perlunya menjalin kontrak jangka panjang dengan jasa pelayanan seperti event organizer dan maskapai penerbangan yang akan memudahkan dalam proses operasional seperti penggantian pajak dalam setiap kegiatan yang menggunakan fasilitas hotel dan penerbangan. “Perlu ada diskusi dengan MCC untuk meminta waiver untuk tiket perjalanan dan pajak hotel karena nilai pajak yang kecil dan butuh tenaga ekstra untuk pengurusannya dibandingkan dengan jumlah yang di-reimburse” ujar Hari. Selain itu, waiver juga diusulkan untuk menggunakan dana Compact pada pembiayaan honor dan transportasi bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti yang telah dilakukan MCA-Marocco.  



Laporan secara berkala dirasa penting disampaikan kepada MWA dan stakeholder terkait dengan Program Compact mengenai perkembangan kegiatan. “Kami akan menyampaikan laporan setiap bulan, mulai Januari 2014 hingga close out pada tahun 2018” ujar Saputro menutup diskusi. (HK/LM)


Thursday, January 23, 2014

Ungkap Isu Gender dalam Proyek Modernisasi Pengadaan




Persoalan Gender sudah menjadi isu hangat di Indonesia bahkan pada level internasional. Program Compact juga menganggap penting masalah Gender dalam implementasi setiap program. Tak luput dalam Proyek Modernisasi Pengadaan, isu Gender menjadi perbincangan hangat dalam diskusi yang dihadiri oleh perwakilan ULP di Indonesia di Hotel Santosa, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Rabu (22/01/2014). Diskusi diprakarsai oleh MCA-Indonesia dan LKPP yang merupakan bagian dalam acara Lokakarya Asesmen Tingkat Maturity dan Peta Jalan Pengembangan Unit Layanan Pengadaan (ULP).

Dalam diskusi ini, sejumlah isu diangkat antara lain jumlah panitia pengadaan pada ULP yang berjenis kelamin perempuan dan permasalahan yang menjadi kendala utama minimnya perempuan pada posisi tersebut. Deputy Vice President MCC, Kyeh Kim yang berkesempatan hadir dalam acara ini menegaskan kembali tujuan Program Compact MCC adalah untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Perhatian beliau pada Proyek Modernisasi Pengadaan terutama untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pejabat perempuan dalam pemerintahan dan alasan mengapa hanya 5% pengusaha perempuan yang berhasil memenangkan tender terkait dengan Procurement Modernization

Budaya di Indonesia yang lebih memprioritaskan laki-laki dibandingkan perempuan dari sisi pendidikan menjadi salah satu sebab rendahnya tingkat kompetensi perempuan. Direktur Sertifikasi Profesi LKPP, Gusmelinda Rahmi mengungkapkan kesulitan yang dihadapi LKPP dalam mencari perempuan yang kompeten untuk menduduki posisi panitia pengadaan. Sebagian besar perempuan merasa kurang percaya diri serta belum berani dan siap berkonflik dengan berbagai pihak terkait. Sekitar 90% perempuan banyak yang mengembalikan sertifikat ahli pengadaan barang/jasa karena belum siap untuk menjadi pejabat dalam pengadaan ujar Gusmelinda.


Permasalahan yang sama juga dihadapi ULP BMKG DKI Jakarta yang menyatakan sedikitnya minat perempuan untuk menempati posisi sebagai panitia pengadaan. Hanya 2 dari 7 orang yang tercatat sebagai panitia pengadaan berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar kurang memahami lebih detil tentang Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Lain hal dengan ULP Kabupaten Solok, Sumatera Barat dimana hanya 16% dari 30% kuota yang disediakan untuk perempuan. Dari 5 pokja hanya diisi oleh 2 orang panitia pengadaan perempuan. Hal tersebut disebabkan peran ganda perempuan sebagai pegawai dan ibu rumah tangga. Pengambil keputusan banyak didominasi laki-laki. ULP Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan telah membuat penelitian yang hasilnya mengatakan bahwa jabatan tertinggi perempuan di kota itu hanya pada level eselon 3 dengan alasan peran ganda yang dijalaninya. Pada ULP Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, total panitia pengadaan sebanyak 20 orang dan hanya ada 5 orang panitia perempuan. Dari 5 pokja masing-masing hanya diwakili oleh 1 orang panitia pengadaan perempuan. Alasan yang dikemukakan antara lain perempuan belum tegas dalam mengambil keputusan, terhalang jam kerja, masih lemah dalam hal negosiasi dan kultur di Indonesia yang mengkultuskan pemimpin laki-laki lebih baik daripada perempuan.

Menanggapi berbagai isu yang muncul, Direktur MCA-Indonesia, J.W. Saputro berpendapat lain. Perempuan, terutama di MCA-Indonesia lebih teliti dan mempunyai tingkat komptensi yang tinggi. Proses perekrutan di MCA-Indonesia sendiri tidak berdasarkan Gender melainkan kompetensi. Ke depan, Gender sebagai cross cutting sector di MCA-Indonesia berencana mengembangkan bahasan mengenai gender melalui social media seperti facebook dan e-mail. Dalam diskusi ini dihadiri oleh Resident Country Director MCC, Troy Wray, jajaran direktur MCA-Indonesia, LKPP, ULP, ITB dan Satker Pengelola Hibah MCC. (DP/LM)

Wednesday, January 22, 2014

Satker Pengelola Hibah MCC Siap Mengawal Program Hibah Compact



Tahun 2014 diawali dengan rapat kerja MCA-Indonesia dalam rangka konsolidasi dan sinkronisasi perumusan langkah strategis hingga 4 tahun ke depan. Acara ini dilaksanakan di Hotel Ibis Tamarin Jakarta, 15-17 Januari 2014 yang langsung dipimpin oleh Direktur Eksekutif MCA-Indonesia, J.W Saputro. Seluruh staf, konsultan MCA-Indonesia, MCC dan Satker Pengelola Hibah MCC hadir dalam acara tersebut.


Workshop tersebut memperkenalkan semua program yang ada beserta rencana implementasi, termasuk rencana pengadaan yang akan dilakukan MCA-Indonesia dalam rangka pemenuhan program 4 tahun ke depan. Sejumlah 13 slide presentasi dipaparkan, yakni Kemakmuran Hijau, Kesehatan dan Nutrisi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek dan Modernisasi Pengadaan. Selain itu, presentasi juga diisi oleh program cross cutting program, yaitu gender dan sosial serta pemenuhan persyaratan lingkungan ESMS. Pengadaan, Komunikasi, Legal dan Keuangan juga turut memberikan paparan. Setiap presentasi dibawakan langung oleh masing-masing direktur sehingga penjelasan diperoleh secara akurat dan detil


Setiap tema yang dipresentasikan, menggugah pertanyaan demi pertanyaan yang pada intinya memerlukan sinkronisasi antar bidang pada perjalanan Program Hibah Compact 4 tahun mendatang. Misalnya mengenai strategi komunikasi yang dibawakan oleh Direktur Komunikasi, Farah Amini, yang menjelaskan mengenai protokol informasi dan media MCA-Indonesia mengundang pertanyaan dari sisi Program Kesehatan, karena masing-masing juga telah memiliki desain program komunikasi tersendiri. Bagian paling menarik adalah dari sisi pengadaan yang dibawakan oleh Direktur Pengadaan, Indrajit Kartorejo. Pada sesi tersebut, Indrajit menjelaskan mengenai peran pengadaan dalam keseluruhan proyek, mulai dari persiapan TOR, pemilihan metode pengadaan, persetujuan MWA dan MCC, serta timeframe pengadaan yang akan dikemas dalam sebuah General Procurement Notice (GPN) per 6 bulan.  Indrajit juga menjelaskan menganai tujuan dari setiap pengadaan yang diajukan agar kebutuhan dan permintaan personil/konsultan yang diharapakan dapat sesuai dan tepat waktu. 


Dalam acara tersebut, Satker Pengelola Hibah MCC ikut mengingatkan mengenai capaian program yang harus sinkron dengan target realisasi pencatatan hibah MCC dalam DIPA, sehingga target tahunan yang akan direalisasikan dalam pencatatan hibah tidak jauh meleset. Untuk pelaksanaan tersebut, Satker Pengelola Hibah MCC siap untuk senantiasa berkoordinasi dan mendukung aktivitas MCA-Indonesia, demi terlaksananya program hibah untuk kemakmuran bangsa Indonesia (MA/LM).