Peran perempuan pengusaha dalam dunia bisnis Indonesia
kini tidak dapat dipandang sebelah mata. Banyak tokoh perempuan pengusaha yang menduduki
top business leader yang cukup
berpengaruh di Indonesia bahkan dunia. Program Compact melalui Program Gender
melihat potensi perempuan pengusaha yang cukup maju untuk lebih mendorong
banyak perempuan pengusaha lainnya untuk lebih memiliki peran serta dalam
membangun dan mengembangkan roda perekonomian di Indonesia. Diskusi terkait
peran perempuan pengusaha digelar MCA-Indonesia dengan tajuk Penguatan Kapasitas Perempuan Pengusaha dan
Definisi Formalisasi Perusahaan yang Dimiliki Oleh Perempuan di Kantor LKPP
Jakarta, Senin (20/01/2014). Dalam diskusi ini, banyak tokoh perempuan yang
ikut aktif memberikan paparan dan sumbang pendapat antara lain organisasi
perempuan pengusaha (IWAPI, HIPPI, APINDO), media, Direktorat Jenderal Pajak,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Hukum dan HAM, Bappenas dan
organisasi lainnya.
Banyak program pemberdayaan perempuan telah dilakukan
yang notabene mendorong perempuan untuk menjadi pengusaha yang mumpuni. Femina
Group misalnya, memberikan apresiasi kepada perempuan pengusaha yang fokus pada
Usaha Kecil Menengah (UKM) melalui Acara Wanita Wirausaha sejak tahun 2007. Hal
lain yang dilakukan Femina Group dalam kapasitasnya sebagai media (fasilitator)
dalam bentuk seminar, workshop, festival dan lomba. Editor in Chief Majalah
Femina, Petty S. Fatimah mengungkapkan hal yang menjadi kelemahan perempuan
pengusaha dalam mengembangkan usahanya antara lain, lack of knowledge, lack of network, lack of support dan access to funding. Kurangnya
pengetahuan dan informasi mendalam pada perempuan pengusaha umumnya atas usaha
yang sedang dijalankan menjadi salah satu kendala utama. Di sisi lain, jaringan
yang dikembangkan masih sangat terbatas dan kurangnya dorongan dari keluarga
terutama suami. Pola sosial budaya Indonesia masih sangat kental mempengaruhi
ruang gerak perempuan pengusaha dalam menggeluti usahanya. Perempuan juga
terkendala pada proses pengajuan dana usaha dibandingkan dengan laki-laki
pengusaha. “Padahal perempuan pengusaha dapat lebih mengambil peran yang lebih
besar dalam mengembangkan industri kreatif di tanah air dan merupakan salah
satu peluang yang sangat potensial” ujar Dyah Anita Prihapsari, Ketua Umum DPP
IWAPI.
Pemerintah mendorong penuh program pemberdayaan
perempuan dan menempatkan perempuan pada posisi yang cukup signifikan. Salah
satu contoh yang dikembangkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan adalah
dibangunnya satu desa penghasil kue semprong yang cukup terkenal di Kendal,
Jawa Timur. Pada Kementerian Hukum dan HAM, telah dibentuk Sub Direktorat yang
khusus menangani urusan Perempuan dan Anak. Lain lagi dengan Kantor Direktorat
Jenderal Pajak, 6% dari jumlah Pejabat Eselon 2 adalah Perempuan serta
menempatkan lebih dari 30% perempuan untuk Pejabat
Eselon 3 dan 4.
Perempuan pengusaha dalam usahanya
tercatat sebagai wajib pajak yang taat. 20% perempuan membayar pajak lebih
besar daripada laki-laki. Pemerintah memberikan keleluasaan bagi perempuan yang
telah menikah untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak sesuai dengan Penjelasan
Pasal 2 ayat (1) UU KUP. Kepala Pengkaji
Bidang Pelayanan Dirjen Pajak, Neneng Euis Fatimah, menjelaskan implikasi dari perempuan yang telah menikah yang memilih
untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri adalah perhitungan
penghasilan kena pajak didasarkan pada penggabungan penghasilan netto milik
perempuan menikah tersebut dengan milik suaminya. “Pajak yang terutang menjadi lebih besar apabila perempuan menikah
tersebut hanya bekerja pada satu pemberi kerja atau penghasilan tersebut
berasal dari pekerjaan tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas
suami atau anggota keluarga lainnya” jelas Neneng. Saat ini, Direktorat
Jenderal Pajak sedang merumuskan amandemen perpajakan yang memperimbangkan
perempuan sebagai penyumbang pajak. Proses amandemen ini masih berlangsung
dengan mempertimbangkan Undang-Undang lain yang berhubungan dengan perpajakan
yang saling tumpang tindih.
Jumlah perempuan pengusaha saat ini masih bervariasi
jumlahnya. Ambil contoh, berdasarkan
data dari Kementerian
Koperasi dan UKM tahun 2012, 52,5 juta usaha kecil dan menengah 60 %
dijalankan oleh perempuan. Survey sejenis juga banyak beredar yang
agak sulit dijadikan sebagai tolok ukur standar. Definisi perempuan pengusaha
juga masih belum jelas. “Adanya ketimpangan data dari
Kementerian Pemberdayaan Perempuan,
Kementerian Koperasi & UKM, dan BPS” kata Suryani SF
Motik, Ketua Umum DPP HIPPI. Hal ini penting dalam mendorong kebijakan pemerintah dan institusi
lainnya terhadap perempuan pengusaha. MCA-Indonesia kini sedang menggodok
Gender Vendor Survey yang diantaranya meniliti seberapa besar peran perempuan
pengusaha dalam mendorong perekonomian. Diharapkan Gender Vendor Survey yang
dihasilkan kelak dapat memberikan sumbangan berarti dalam meningkatkan Program
Gender di Indonesia. (LM/MA)
No comments:
Post a Comment