Pages

Labels

Friday, June 26, 2015

Selangkah Ke Depan Bersama Hibah Bantuan Teknis Energi Terbarukan Komunitas

 

Setelah proses demi proses seleksi usulan proposal untuk jendela hibah Energi Terbarukan non-jalur PLN untuk Skala Komunitas Proyek Kemakmuran Hijau (jendela hibah 3B), didapatlah 21 usulan kegiatan yang memenuhi persyaratan dari 17 kabupaten di 10 Provinsi. Melihat potensi yang menarik dan kesesuaian dengan tujuan proyek Kemakmuran Hijau, maka sebuah bentuk hibah bantuan teknis dalam penyusunan proposal lanjutan dari kegiatan-kegiatan tersebut diberikan kepada para pengusul. Bertempat di gedung Jasindo lantai 11, Jalan Menteng raya no 21, pada Jumat (26/06/2015) seremonial penanda-tanganan pemberian hibah dilakukan antara MCA-Indonesia dengan para konsultan di setiap lokasi usulan kegiatan. Penanda-tanganan dilakukan oleh Direktur Eksekutif MCA-Indonesia, Bonaria Siahaan bersama dengan PPK Satker Pengelola Hibah MCC, Hari Kristijo. Penanda-tanganan kontrak berdurasi 4 bulan ini juga disaksikan oleh Ketua MWA MCA-Indonesia, Lukita D. Tuwo yang khusus hadir menyaksikan tonggak perjalanan hibah proyek Kemakmuran Hijau. 


Lukita dalam sambutannya menyambut baik momen kontrak ini dan berpesan agar para kontraktor pelaksana kegiatan hibah bantuan teknis (TAPP/ Technical Assistance for Project Preparation) dapat memenuhi tenggat waktu yang disepakati dalam kontrak sembari menghasilkan output laporan yang objektif dan sesuai sehingga output kegiatan dari masing-masing pengusul dapat tercapai. Total nilai kontrak untuk 21 hibah TAPP ini adalah US$ 5 Juta. ‘Inilah momen yang kita tunggu, sebuah lanjutan pencapaian tujuan dalam hibah Kemakmuran Hijau untuk masyarakat Indonesia. Jangan takut untuk memberikan kelakayakan yang sesuai, bila GP tidak bisa memberikan, maka dapat saja dicarikan pendanaan lain yang lebih sesuai dengan proyek” tegas Lukita dalam sambutannya.

Gong perhelatan hibah yang telah dinanti oleh masyarakat, terutama lokasi starter district, sudah dimulai. Kerja keras dan fokus perhatian semua pihak harus segera dimulai sehingga keringat yang telah tercucur di seleksi awal ini dapat dirasakan manisnya di akhir proyek dengan melihat berdirinya pembangkit-pembangkit kebanggaan masyarakat atas komitmen kerja sama dari pihak MCC Amerika Serikat (MA).


Wednesday, June 17, 2015

Semakin Banyak Senyum dari Petani Kakao di Flores



Sejak 5 tahunan yang lalu, Pak Hamid mulai serius menekuni pertanian kakao. Semangatnya ini juga yang kemudian mengantarnya mengeyam pendidikan mengenai kakao setahun di Sulawesi Barat (Polewali Mandar). Dengan tekun, Pak Hamid berhasil menguasai ilmu pembibitan Kakao. Semangat dan pengalamannya ini kemudian di tularkan kepada petani lain sehingga ia telah berhasil mengembangkan entries(ruas batang kakao untuk sambung samping) untuk ia bagikan kapada rekan sesame petani.

‘bertani kakao jauh lebih menguntungkan dan dapat dijadikan sebagai sumber andalan pendapatan keluarga dibandingkan komoditas perkebunan lain yang ad disini’ Hamid membuka perbincangan di kebun percontohan miliknya di desa Ndetuzea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende. Hamid memiliki tanah seluas 1 hektar dan umumnya semua adalah bekas tanaman kelapa penghasil kopra. ‘dibandingkan dengan usaha kopra, berkebun kakao lebih murah dan semua bias ditangani sendiri. Kalau kopra, biaya akan keluar selama masa pemetikan, pengupasan dan penjemuran. Semua biaya yang tidak sedikit’ imbuh Hamid.

Sejak berkonsentrasi di bidang kakao, Hamid telah mengecap manisnya usaha ini dibandingkan dengan rekan sejawatnya sesame petani. ‘anak saya yang sulung sekarang sudah jadi guru di Mataram (Nusa Tenggara Barat) karena lulus sarjana di Universitas Mataram’ ujar Hamid penuh bangga.

Pelatihan dan pendampingan dari fasilitator LSM Yayasan Tananua dan Veco Indonesia memberikan banyak pencerahan untuk usahanya. Pendampingan mulai dari pembenihan, perawatan, hingga pasca panen semuanya dilakukan oleh para fasilitator di semua desa binaan. Munculnya asosiasi petani kakai juga memberikan ruang gerak yang cukup bagi petani untuk ikut serta dalam mengendalikan harga, tertutama saat panen raya. Hamid mengharapkan dengan adanya pola hibah seperti yang tengah digulirkan oleh MCA-Indonesia, akan lebih banyak senyum dari para petani kakao di Flores dan dapat menggantungkan hidup sepenuhnya kepada komoditas kakao. (MA).


Saturday, June 13, 2015

Jalankan Program Kakao Lestari, Bumi Flores Menanti Realisasi Hibah Kemakmuran Hijau



Perjalanan sosialisasi Hibah Kemitraan Jendela 1B untuk kegiatan Kakao Lestari telah tiba di bumi Flores, bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Bertempat di Hotel Grand Wisata, MCA-Indonesia dan mitra hibah dari Konsosrsium Kakao Lestari yang diwakili oleh Veco Indonesia, menyampaikan paparan mengenai rencana dan informasi kegiatan hibah Compact Kakao lestari (11/6/2015). Petemuan dihadiri oleh lebih dari 20 Organisasi/LSM dan pihak Pemerintahan untuk mendapatkan masukan mengenai program pemberdayaan petani kakao di wilayah NTT, khususnya di pulau Flores. Pihak MCA-Indonesia sendiri diwakili oleh Associate Director Bidang Hibah, Tri Nugroho bersama dengan National dan Provincial Relationship Manager di wilayah NTT.

Acara sejatinya akan dibuka oleh Bupati Ende, Ir. Marselinus Y. W. Petu, namun beliau berhalanagan dan diwakili oleh Asisten 1 Sekretaris Daerah Kabupaten Ende, Martinus Saban. Dalam pidato pembukananya tersbur, Bupati menyatakan penghargaan atas kepercayaan dari MCA-Indonesia untuk dapat melaksanakan kegiatan pemberdayaan petani kakao di wilayah Flores, khusus nya di Kabupaten Ende. ‘Kakao merupakan 1 dari 7 komoditas unggulan yang ada dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) kabupaten Ende’ ungkap Marselinus dalam naskah pidatonya. Beliau juga mengingatkan mengenai program Gernas Kakao yang telah dilancarkan beberapa tahun yang lalu kerap menemui kendala dan ketidak berhasilan karena kurangnya intensitas pendampingan kepada petani. Di akhir pidatonya, Martinus menginginkan tercapainya target peningkatan produktivitas kakao di wilayah NTT.

Paparan mengenai rencana program kakao lestari oleh MCA-Indonesia disampaikan oleh Tri Nugroho. Tim Satker Pengelola Hibah MCC juga turut serta dalam pemberian paparan mengenai sejarah dan latar belakang adanya hibah Compact oleh Moekti Ariebowo. Paparan ini menjelaskan menganai posisi, porsi dan pembagian organisasi Antara MCA-Indonesia dan pihak Pemerintah (Bappenas). Penjelasan ini setidaknya memberikan gambaran awal mengenai posisi MCA-Indonesia, Bappenas dan penerima hibah. Tri melanjutkan paparan mengenai proyek dan proses hibah di proyek Kemakmuran Hijau (GP). ‘Hibah kakao lestari ini merupakan bagian dari hibah kemitraan dengan pendanaan 50% : 50% Antara penerima Hibah dengan MCA-Indonesia dengan dana pendampingan minimal senilai US$ 1 juta’ jelas Tri dalam presentasinya. Seiring dengan talah bergulirnyanya seleksi hibah sejak Juli 2014, maka kegiatan di NTT ini merupakan bagian dari pengajuan konsorsium kakao lestari yang dimotori oleh Swiss-Contact dalam konsosrsium bersama dengan proponen lain, salah satunya adalah Veco yang telah lama bergerak di bidang pendampingan petani di wilayah NTT.

Hengki, sebagai perwakilan Veco di NTT, menambahkan pemaparan mengenai identitas konsorsium, rencana kegiatan dalam naungan konsorsium serta tujuan akhir yang ingin dicapai dalam skema hibah Kakao Lestari. Keinginan konsorsium dalam hibah ini merupakan tujuan yang sangat mulia karena para pihak dalam konsorsium menginginkan peningkatan taraf hidup petani kakao sehingga dapat menghasilkan buah dan biji kakao yang berkualitas. Hal ini tentu akan menguntungkan tidak hanya para petani, tetapi juga para pebisnis coklat yang dapat memperoleh kebutuhan biji kakao dengan kualitas baik. Secara sekilas, hengki menjelaskan pengalaman-pengalaman dalam membina para petani kakao di Sulawesi hingga dapat meningkatkan produktivitasnya dan hal ini bukan hal yang mustahil untuk dpat juga terjadi di NTT.


Pada sesi Tanya jawab, para peserta umumnya mempertanyakan mengenai jenis kegiatan, wilayah kerja dan periode hibah. Sedangkan dari pihak Bappeda Provinsi NTT, Bambang, mengingatkan untuk tetap melibatkan pemda dalam setiap aktivitas dan pelaporan sehingga singkronisasi dengan RPJMD serta fungsi pengawasan dapat berjalan.’Mohon kepada MCA-Indonesia dan juga para pihak penerima hibah agar dapat membuat sebuah MoU mengenai kesanggupan membuat laporan periodic yang menjelaskan pencapaian target dan tujuan dari proyek sehingga kami dari pihak pemerintah tidak buta terhadap kegiatan yang ada di wilayah kami’ tukas Bambang dalam sesi tanya jawab. Dengan semakin menipisnya waktu implementasi hibah compact dan perjalanan program yang tentu tidak bisa dilakukan dengan waktu singkat, maka kerja sama dan komunikasi para pihak yang terlibat dalam program ini harus lebih di kuatkan sehingga semua permaslahan dan kendala baik teknis dan non teknis dapat segera dicarikan jalan keluarnya, salah satunya adalh melalui pertemuan rutin dan jejaring komunikasi antara pusat dan daerah melalaui sebuah wadah forum diskusi (MA).


Wednesday, June 10, 2015

Empat Kabupaten di Pulau Sumba Nantikan Pelaksanaan Hibah Kemakmuran Hijau


Melalui Pertemuan Pemangku Kepentingan Proyek Kemakmuran Hijau Provinsi NTT, MCA-Indonesia menyampaikan perkembangan pelaksanaaan skema hibah dan kegiatan Proyek Kemakmuran Hijau. Pada kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Sumba Sejahtera pada Selasa 9 Juni 2015 tersebut, MCA-Indonesia menjelaskan perkembangan masing-masing jendela hibah Kemakmuran Hijau: Hibah Kemitraan, Hibah Manajemen Sumber Daya Alam Berbasis Komunitas, Hibah Energi Terbarukan Skala Komersial maupun Berbasis Komunitas, dan Hibah Pengetahuan Hijau.
Khusus untuk Hibah Kemitraan Kakao Lestari yang telah dilakukan penandatangan kontrak pelaksanaan kegiatan, Kabupaten Sumba Barat Daya menjadi salah satu lokasi pelaksanaan kegiatan. Sedangkan untuk Hibah Kemitraan dengan tema yang lebih luas, MCA-Indonesia telah mengundang 36 pengusul yang lolos seleksi untuk mengirimkan proposal, dan 7 diantaranya memilih Provinsi NTT sebagai usulan lokasi proyek. Tema proyek yang diusulkan adalah 4 proyek energi terbarukan, 2 proyek integrasi SDA dan pertanian, dan 1 proyek pengelolaan SDA. Distribusi kabupaten di provinsi NTT yang menjadi usulan lokasi proyek adalah 4 proyek di Sumba Timur, 5 proyek di Sumba Tengah, 5 proyek di Sumba Barat, 5 proyek di Sumba Barat Daya, 2 Proyek di Manggarai, dan masing-masing 1 Proyek di Manggarai Barat dan Sabu Raijua.

Pertemuan koordinasi tersebut memang sudah ditunggu-tunggu oleh Tim Koordinasi dan pemangku kepentingan Proyek Kemakmuran Hijau dari Kabupaten Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Timur. Lambatnya tahap pelaksanaan proyek, tidak lancarnya penyampaian informasi, dan kekurangjelasan peran Tim Koordinasi menjadi perhatian para peserta MSF. “Kami terbuka untuk merumuskan dukungan Pemerintah Daerah secara lebih konkrit, tapi jangan jadikan kami hanya sebagai penonton”, tegas Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sumba Barat Daya, Ir. Nyoman Agus S, MT. Senada dengan hal tersebut, Agus Malana dari Lembaga Pengkajian SDA Sumba Barat dan Desta dari Yayasan Harapan Sumba menekankan pada kurangnya koordinasi para pengusul yang diundang menyampaikan porposal dengan pelaku di tingkat lokal, yang berisiko terhadap sustainabilitas pelaksanaan kegiatan.   

Terhadap kondisi tersebut, dr. Dominikus Mere dari Bappeda Provinsi NTT menekankan bahwa setiap kerjasama dengan lembaga mitra pembangunan termasuk MCC, memang selalu ada mekanisme dan pentahapan yang disepakati. Oleh karena itu yang penting adalah menjadikan proses yang panjang tersebut sebagai bagian dari penguatan kapasitas Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lain di tingkat lokal. “Kuncinya adalah koordinasi yang jelas antara MCA-Indonesia dengan Bappeda Provinsi maupun Kabupaten”, tandas Domi.

Mewakili Satker Pengelola Hibah MCC Bappenas, Arbain Nur Bawono menekankan pada kebutuhan untuk mensinkronkan kegiatan Hibah Kemakmuran Hijau dengan prioritas perencanaan dan penganggaran pembangunan yang telah dituangkan dalam RPJMD maing-masing Kabupaten. Proses pemilihan pelaksana Hibah Kemakmuran Hijau sudah memasuki tahap akhir. Ibarat main bola, jika sekarang telah terjadi 1 gol di Sumba Barat Daya melalui Hibah Kemitraan Kakao Lestari, maka pada akhir tahun diharapkan tercipta gol-gol lain. Dan itu berarti, akan disalurkan hibah untuk membiayai berbagai kegiatan di kabupaten-kabupaten lain di Pulau Sumba. Oleh karena itu, koordinasi dengan Pemerintah daerah maupun pemangku kepentingan lain harus diintensifkan. Pengusul kegiatan yang diminta untuk meyiapkan Proposal pun harus berkoordinasi dengan pelaku pembangunan di tingkat lokal, baik pada saat menyiapkan proposal maupun jika nanti telah ditetapkan sebagai pelaksana penyaluran Hibah Kemakmuran Hijau. Langkah itu diperlukan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan mengurangi kemiskinan dengan menggerakkan pertumbuhan ekonomi lokal secara berkelanjutan.

Menyadari pentingnya koordinasi dan sinkronisasi dengan tujuan pembangunan daerah, MCA-Indonesia berjanji untuk menjadikan Forum Pertemuan Pemangku Kepentingan sebagai agenda rutin, yang akan dilaksanakan 3 atau 4 kali setahun. Yang lebih penting, jangan hanya sekadar formalitas belaka, yang justru akan menempatkan Pemerintah Daerah, LSM lokal, dan masyarakat hanya sebagai penonton ketika hibah sudah disalurkan (ANB/WP).



Tuesday, June 9, 2015

Giliran Hibah Kemitraan untuk Komunitas Adakan Workshop Aanwijzing


 Setelah gelaran aanwijzing untuk Proyek Energi Terbarukan sebelumnya, maka pada Senin hingga selasa, 8-9 Juni 2015, MCA-Indonesia melaksanakan Workshop Pre Proposal Hibah Kemitraan (Jendela 1B) dari komponen Fasilitas Kemakmuran Hijau. Total nilai proyek yang diajukan adalah senilai 1-20 juta dolar AS untuk setiap proyek. Jendela Hibah 1B ini sudah memasuki tahap Pre Prosposal sebelum masuk tahap Call for Proposal (CfP). Ditargetkan bulan November 2015 sudah ada implementasi dari proyek ini. Peserta yang diundang adalah yang dinyatakan lolos tahap Call for Proposal (CfP).

Sama seperti proses aanwijzing sebelumnya, penjelasan diberikan terhadap beberapa isu lintas bidang seperti isu lingkungan (ESMS), social dan gender, serta isu mengenai pembebasan pajak. 36 peserta workshop ini merupakan hasil dari penapisan usulan 91 Expression of Interest (EoI) yang diterima MCA-Indonesia sejak dibuka tanggal 11 Oktober 2014 dan ditutup tanggal 19 Desember 2014. Seleksi administrasi yang dilakukan terhadpa 91 EoI menghasilkan 83 peserta dan penilaian lebih mendalam telah berhasil menyaring 52 EoI. Kemudian pengusul diminta menyampaikan Concept Note dan hanya 36 Concept Note yang dinyatakan lolos ke tahap Call for Proposal.


Selama tahap CfP, Ramasami Velu sebagai Senior Procurement Specialist menjelaskan beberapa mekanisme penyampaian pertanyaan seputar Hibah Kemitraan dapat disampaikan kepada MCA-Indonesia. Paling lambat tanggal 16 Juni 2015 proposal sudah diterima secara online. “Dan untuk tahap penyampaian proposal (Proposal Submission) oleh para pengusul yang menerima undangan CfP ditutup tanggal 30 Juli 2015 jam 15.00 WIB” tambah Velu. Peringatan keras disampaikan Velu, “(Seluruh Undangan)dimohon untuk tidak menghubungi kami (MCA-Indonesia) secara pribadi karena akan mengakibatkan usulan proyek ditolak” tegasnya. Hal ini berarti setiap pertanyaan harus disampaikan secara resmi sesuai prosedur yang telah ditentukan. Total nilai proyek yang lolos secara administrative bernilai sekitar Rp. 1,1 T. “Dan untuk 36 EoI yang lolos ke tahap CfP, total nilai proyek adalah sebesar 385 juta dolar AS. Nilai itu melebihi alokasi dari hibah ini” tambah Aditya.

Antusiasme dari para peserta terlihat ketika dalam sesi tanya jawab. umumnya , pertanyaan di hari pertama dan kedua adalah mengenai pasal-pasal yang ada pada appendix kerangka acuan kerja. Hal yang paling banyak di tanyakan adalah mengenai barang-barang yang dapat dan tidak dapat diajukan ke jendela hibah terkait dengan isu spesifikasi dari tiap-tiap proyek. Selan itu, beberapa peserta juga menanyakan mengenai perubahan-perubahan yang kemungkinan terjadi terhadap proposal dibandingkan dengan EoI yang sudah dikirimkan. Aditya dari pihak Hibah Kemitraan MCA-Indonesia menjelaskan bahwa jawaban resmi akan dikirim secara tertulis namun ada beberapa hal yang telah termaktub dalam appendix dapat dijawab segera (VA/MA).


Monday, June 8, 2015

MCA-Indonesia Lakukan Aanwijzing Jendela Hibah 3A untuk Komunitas



Di bawah Fasilitas Kemakmuran Hijau (“GPF”), MCA-Indonesia telah meluncurkan sebuah Undangan Pengajuan Proposal (“Call for Proposals/CfP”) untuk mengidentifikasi para peminat yang tertarik terhadap Hibah Energi Terbarukan yang akan melakukan perancangan, pengembangan, pembangunan, serta pengoperasian pembangkit listrik dan proyek pendistribusian listrik berbasis masyarakat. Terdapat alokasi dana mencapai Tiga Puluh Juta Dolar Amerika (US$ 30,000,000) dalam bentuk Hibah Energi Terbarukan untuk beberapa jenis proyek non-jaringan (Off Grid) PLN. Bertempat di Gedung Jasindo Lantai 5, Jalan Menteng Raya no 21, MCA-Indonesia mengundang sekira 50 peserta yang berasal dari para pengembang dan konsultan pada hari kamis (5/6/2015).

Proyek-proyek yang digarap melalui jendela ini harus memiliki kapasitas antara 300 kW dan 3 MW.Pengusul dapat menggabungkan beberapa proyek (aggregasi) dengan persyaratan kapasitas minimum 300 kW dan pembangkit listrik tersebut tidak kurang dari 50 kW. Semua fasilitas energi terbarukan yang diagregasi tersebut harus terletak pada Kabupaten yang sama yang termasuk di dalam Kabupaten Kemakmuran Hijau. Mengingat kondisi para pengembang yang kebanyakan berasal dari daerah serta adanya persyaratan mutlak yang diminta oleh MCC, maka MCA-Indonesia juga memberikan Hibah Bantuan Teknis dan Persiapan Project (“Technical Assistance and Project Preparation/TAPP”). Hibah “TAPP” akan diberikan dalam bentuk pendanaan keuangan bagi Pengusul yang memenuhi persyaratan untuk mempersiapkan proyeknya sesuai standar-standar yang ditetapkan oleh MCA-Indonesia. Hibah “TAPP” untuk “CfP” ini dapat mencapai US$ 250,000 per proposal.

Aanwijsing atau yang disebut workshop terhadap Kerangka Acuan Kerja (ToR) oleh MCA-Indonesia ini, dibuka oleh Direktur Eksekutif MCA-Indonesia yang baru, Bonaria Siahaan. Dalam pesan pembukanya, dia mengucapkan selamat terhadap pemilik proposal-proposal yang telah lolos dari seleksi awal dan berharap akan banyak proposal menarik yang mendapatkan hibah pendanaan.  Acara kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi cross cutting issue dalah hibah Compact yang dibawakan oleh masing masing direktur, yakni integrasi gender dalam proyek dan aspek lingkungan dan social. Selain itu, terdapat juga materi mengenai pembebesan pajak, penulisan concept note, dan nominasi konsultan yang dapat melakukan TAPP. Penjelasan ini dilakukan untuk lebih mengenalkan prasyarat yang harus ada dalam setiap concept note atau proposal yang nantinya akan menjadi sebuah Feasibility Study (FS) matang.

Rangkaian acara terakhir yang dilakukan adalah diskusi panel mengenai penyusunan FS. Tanya jawa berlangsung aktif mengingat beberapa persyaratan dalam hibah Compact cukup berbeda dengan kondisi persyaratan FS pada umumnya (MA).