Setelah memasuki era cabinet
kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo, pihak Bappenas kembali meminta laporan
kemajuan program hibah Compact MCC. Pihak Bappenas diwakili oleh staf khusus
Menteri Bappenas, Eva Sundari dan asisten; PPK Satker Pengelola Hibah MCC, Hari
Kristijo beserta beberapa staf Satker Pengelola Hibah MCC; serta pihak MCA-Indonesia
yang diwakili oleh Bona Siahaan sebagai deputy CEO untuk Operations Support, Lukas Adhyakso, Deputy CEO untuk Program
dan Sjahrial Loethan, Advisor CEO. Laporan kemajuan ini disampaikan
oleh MCA-Indonesia yang oleh Bona Siahaan di ruang Staff khusus menteri,
Bappenas (5/5/2015). Pihak MCA-Indonesia
menerangkan kembali awal mula Indonesia menerima hibah Compact dan
program-program yang ada didalamnya. Selain itu, dijelaskan juga cross cutting issue yang menjadi
persyaratan dalam hibah compact.
Bona
memulai penjelasan dari Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM).
Proyek ini dikhususkan untuk mencegah anak pendek yang kini telah menjasi
bagian dari focus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019. Sejalan dengan visi tersebut, Bona menjelaskan capaian yang telah
diraih, para pihak yang terlibat, serta rencana hingga akhir proyek hibah
Compact. Proyek ini mengadopsi proyek dari PNPM Generasi dan menambahkan 2
indikator dalam pelaksanaannya, yakni pengikuran antrophometri dan pola
kunjungan Puskesmas. Salah satu yang menjadi perhatian Eva Sundari dari proyek
yang dilaksanakan di 11 Provinsi, 32 Kabupaten dan 5400 desa adalah pengadaan
mikronutrien taburia. Eva mengingatkan untuk dapat menekan produk impor dalam
program taburia. Selain itu, Eva juga ingin mendapatkan gambaran di akhir
program agar masyarakat penerima manfaat dapt diperoleh data individu sehingga
suatu saat dalam sampel acak dapat benar-benar dibuktikan keberhasilan program
skala rumah tangga, bukan saja angka populasi masyarakat yang berkunjung.
Proyek
kedua yang ditampilkan adalah Proyek Modernisasi Pengadaan yang secara khusus
bekerja-sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP).
Pihak MCA-Indonesia menjelaskan bagaimana proyek ini dapat membantu menghemat
pengeluaran pemerintah dengan banyak mereduksi biaya-biaya dalam proses
pengadaan. Selain itu, proyek ini juga akan menghasilkan 500 tenaga
professional yang akan khusus membidangi pengadaan. Proyek percontohan di 29
Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah akanmenjadi sebuah model pengembangan
yang dapat di replikasi di ULP-ULP lain. Proyek ini juga dapat menjadi sebuah
cara untuk memposisikan LKPP pada core
business di bidang pengadaan secara professional. Sjahrial memeberikan
keterangan bagaimana awal mula LKPP berdiri yang dimulai dari sebuah ULP di
Bappenas. Eva menilai proyek ini menarik dan sesuai dengan misi pemerintah
dalam government reform. Eva
menginginkan agar proyek ini dapat menasionalisasi, tidak berhenti di 29 atau
60 ULP percontohan saja. Ia mencontohkan dengan semakin dekatnya Pilkada
serentak yang dapat menginisiasi para calon kepala daerah untuk dapat
berkomitmen memajukan sistem pengadaan di daerah melalui jalinan kerja sama
MCA-Indonesia dengan Komisi Pemilihan Umum.
Proyek
terakhir yang dipresentasikan adalah mengenai Proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity, GP). Porsi hibah
terbesar ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan akan bahan bakar fossil
dalam penyediaan tenaga listrik serta pengelolaan sumber daya alam secara
lestari. Bona menjelaskan saat ini sudah disusun jendela-jendela hibah dengan
beberapa skema yang berbeda. Ada total 6 jendela hibah yang dibuka, kecuali jendela hibah
Pengetahuan hijau yang masih dalam pengembangan. Ada ratusan proposal yang
telah masuk ke MCA-Indonesia. Dalam seleksi pemenang, MCA-Indonesia melakukan
mekanisme penyaringan dengan membuat Investment Committee yang terdiri atas 5
orang professional. Dengan pola hibah yang besar dan para pemain di bidang
energy yang besar juga, Eva mengingatkan untuk dapat secara proporsional
memilih para penerima hibah dengan kriteria-kriteria yang menguntungkan untuk
mesayarakat kecil, terutama di daerah. Meskipun masyaralat dapat menikmati
listrik, namun diharapakan masyarlaat juga dapat memperoleh porsi kepemilikan
sehingga dapat menjaga keberlanjutan proyek di daerah masing-masing. Dari sisi
administrative, Eva mengingatkan agar pihal perwakilan MCC di Indonesia dapat
memiliki peran yang lebih besar dalam alur persetujuan sebuah rencana program
sehingga waktu jeda dalam proses seleksi atau keputusan dapat berjalan lebih
singkat (MA).
No comments:
Post a Comment