Wilayah Sumatera Barat segera menjadi daerah kerja Proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity/GP) dalam waktu dekat. Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan memantapkan langkah untuk menyusun Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) bersama MCA-Indonesia. Dalam Workshop Persiapan Dokumen Nota Kesepahaman Proyek Kemakmuran Hijau Program Compact yang digelar di Kantor MCA-Indonesia, Senin (24/11/2014), perwakilan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan membedah awal draft Nota Kesepahaman tersebut. Workshop tersebut menjadi wadah sosialisasi pertama untuk ketiga daerah ini dalam mengenalkan bentuk kerjasama yang akan dijalin hingga tahun 2018.
Nota Kesepahaman tersebut akan menjadi dokumen resmi yang mengikatkan kerjasama MCA-Indonesia dengan pemerintah daerah untuk Proyek Kemakmuran Hijau. Nota Kesepahaman ini juga menjadi bukti komitmen pemerintah daerah dalam mendukung implementasi Proyek Kemakmuran Hijau di wilayahnya masing-masing. Sama seperti Nota Kesepahaman yang telah ditandatangani dengan daerah lain sebelumnya, butir-butir dalam Nota Kesepahaman ini tetap sama dan bersifat mandatory. Mandatory utama dalam kerjasama ini dijelaskan oleh Direktur Legal MCA-Indonesia Rusdi Irwanto, adalah komitmen daerah untuk ikut mensukseskan implementasi Proyek Kemakmuran Hijau. Tapi ada yang menjadi pengecualian dalam penyusunan Nota Kesepahaman dengan ketiga daerah ini dan mungkin akan diberlakukan pada daerah lain. Dalam isi Pasal 4 tentang Persyaratan Lokasi Kegiatan Proyek Green Prosperity, dijelaskan pada Ayat 1 tentang wajibnya kabupaten untuk memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten yang sudah memperoleh persetujuan dari Kementerian Pekerjaan Umum. MCA-Indonesia sedianya ingin menambahkan pada ayat tersebut, untuk kabupaten memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang RTRW provinsi dan kabupaten. Namun hal ini disadari akan menjadi kendala bagi daerah yang belum memilikinya. Pada akhirnya, penambahan kata pada ayat ini akan disesuaikan dengan ketersediaan akan Perda tersebut.
Pasal ini menjadi penting mengingat dalam Grant Agreement mensyaratkan daerah yang menjadi lokasi proyek harus terbebas dari konflik. “Wilayah kerja GP dipastikan tidak ada peluang konflik ke depannya, harus clean dan clear” jelas Sigit Widodo, Associate Director Participatory Land Use Planning (PLUP) MCA-Indonesia. Untuk itu, PLUP akan bekerja melakukan beberapa hal dalam mempersiapkannya, seperti pemetaan batas desa di sekitar lokasi poyek, pengumpulan data spasial di kabupaten, mengumpulkan informasi terkait perizinan dan memastikannya tidak tumpang tindih serta memperkuat tata ruang yang sudah ada. Nota Kesepahaman ini menjadi langkah awal bagi rangkaian kegiatan Proyek GP. Setahap setelah penandatangan Nota Kesepahaman, segera dilanjutkan dengan penyelenggaraan Multi Stakeholder Forum (MSF), kegiatan sosialisasi, pembentukan Tim Koordinasi dan puncaknya adalah implementasi proyek.
Menanggapi draft Nota Kesepahaman yang ditawarkan MCA-Indonesia, perwakilan ketiga daerah ini akan segera membahasnya dalam Badan Koordinasi Kerjasama di bawah Biro Perencanaan yang telah dibentuk di daerah. “Draft ini akan kami telaah bersama dengan Bagian Hukum” kata salah seorang perwakilan Bappeda Provinsi Sumatera Barat. Setelahnya, draft tersebut siap untuk dibawa pada kepala daerah masing-masing dan ditandatangani bersama dengan MCA-Indonesia. Menanggapi kekhawatiran perwakilan daerah akan kekuatan hukum Nota Kesepahaman, perwakilan Sekretariat Negara yang juga hadir dalam workshop menegaskan bahwa posisi Nota Kesepahaman ini sangat kuat. “Perjanjian ini sudah legal dan semua aman. Ini adalah perjanjian G to G antara Indonesia dan Amerika Serikat. Nota Kesepahaman ini sebagai pegangan bagi Pemerintah Daerah dan Pusat” kata Amri dari Sekretariat Negara.
Tindak lanjut dari pertemuan ini menjadi penting. Pembahasan detil akan dilakukan awal Bulan Desember tahun ini di ketiga wilayah tersebut. Pembahasan nanti akan melibatkan jajaran Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, swasta dan pihak lain yang terkait. Nota Kesepahaman ini rencananya akan ditandatangani pada Bulan Januari 2015. “Jangan berhenti disini, mohon ditindaklanjuti dengan usulan-usulan real untuk segera diimplementasikan” kata Budi Kuncoro, Direktur Kemakmuran Hijau menutup pertemuan. (LM/MA)