Tidak berlebihan kiranya jika
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Regional Wilayah Kalimantan yang
diselenggarakan pada 15-16 Desember 2014 disebut sebagai Musrenbang yang
istimewa. Pertama, pilihan
penyelenggaraan kegiatan di Kota Tarakan, yang berada di provinsi termuda
Indonesia, Kalimantan Utara. Kedua,
merupakan rangkaian Musrenbang Regional terakhir setelah empat penyelenggaraan
Musrenbang Regional lainnya dalam rangka penyusunan RPJMN 2015-2019. Ketiga, dihadiri dan dibuka secara
langsung oleh Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo, yang pada pelaksanaan Musrenbang
Regional sebelumnya hanya berkesempatan melakukan tele conference.
Satker Pengelola Hibah MCC Bappenas dibentuk sebagai suatu sekretariat yang membantu Pemerintah Indonesia dalam menyiapkan Compact Indonesia serta Persiapan dan Pengembangan Dana Hibah Millennium Challenge Corporation (MCC)
Wednesday, December 17, 2014
Saturday, December 13, 2014
FGD Hasil Evaluasi Pengelolaan Hibah Luar Negeri
Dana hibah yang diterima
Pemerintah Indonesia dalam pengelolaannya diawasi dan di evaluasi oleh Lembaga Pemerintah
Non Departemen yakni BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Sesuai
dengan PP No 60 Tahun 2008, BPKP memiliki mandat untuk mengawal dan melakukan
pengawasan intern tehadap akuntabilitas keuangan Negara serta mendorong
terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik.
Ekonomi Tumbuh Bersama Air Bersih
Menjadi contoh sukses dalam program pembangunan adalah
sesuatu hal yang memberikan nilai lebih. Itulah PLTMH Sumber Maron. Lokasi yang
berada di Kabupaten Malang, tepatnya Desa Karangsuko, Kecamatan Pagelaran ini memanfaatkan
PLTMH untuk menggerakkan pompa air bersih. Dengan memanfaatkan sumber air Maron, PLTMH itu mampu
menghasilkan tenaga listrik berdaya 32-35 KWH.
Awalnya, desa ini menggunakan fasilitas air irigasi untuk
kehidupan sehari-hari. Tak heran, jika banyak warga yang menderita diare dan
penyakit kulit. Kadang juga terjadi pertengkaran antar warga karena rebutan air
setiap musim kemarau.
Namun kondisi itu akhirnya teratasi dengan adanya bantuan program
WSLIC (Water Sanitation Low Income Communities) pada tahun 2006. Dengan
memasang pipa yang berawal dari mata air Sumber Maron, yang kemudian
didistribusikan ke rumah-rumah warga menggunakan pompa air. Dan lagi-lagi
permasalahan muncul, yaitu masalah finansial. Untuk menggerakkan pompa air
bersih diperlukan tenaga listrik, dan saat itu menggunakan pasokan listrik dari
PT PLN, dimana setiap bulan biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit. Kurang
lebih Rp. 15 juta per bulan. Hal ini sangat memberatkan warga di desa itu.
Berawal dari kegiatan Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Malang di Desa Karangsuko yang memunculkan ide untuk
dibangun PLTMH karena debit air yang stabil meskipun musim kemarau. Hal
tersebut ditindaklanjuti dengan mengadakan pertemuan antara Fakultas Teknik
dengan masyarakat di desa itu. Hasilnya mendapatkan respon positif dari warga, selanjutnya dibuatkan studi kelayakan
untuk penyusunan proposal yang bisa diajukan ke Bank Dunia.
Diperkirakan pembangunannya membutuhkan biaya sekitar Rp.
400 – 500 juta. Desa ini mendapatkan bantuan berupa pinjaman untuk membangung
PLTMH.
Tahun 2010, Universitas Muhammadiyah Malang sebagai
pendamping mulai menyiapkan desain sehingga setahun kemudian mulai dilaksanakan
pembangunannya. Secara resmi, PLTMH ini beroperasi mulai tahun 2012.
Dengan beroperasinya PLTMH tersebut, distribusi air bersih
dari pompa itu dialirkan kepada 4 (empat) desa yakni Desa Karangsuko, Desa
Sukosari, Desa Brongkal, Desa Gondanglegi Kulon. PLTMH ini dikelola oleh sebuah
yayasan yang dibentuk oleh Bapak Sayid Muhammad yang saat ini menjabat Ketua
Badan Pengelola Sarana Air Bersih dan Sanitasi PLTMH Sumber Maron.
Pria yang berlatar belakang sebagai Akuntan itu menegaskan,
untuk pengelolaanya warga hanya ditarik iuran sebesar Rp 750/kubik bagi warga
Desa Karangsuko, dan berlaku tarif progresif bagi warga diluar desa yakni Rp
850/kubik. Harga tersebut jauh lebih murah dibandingkan harga di PDAM.
Pelanggan dari air bersih Sumber Maron ini sendiri saat ini sekitar 1200.
Dari hasil pengelolaan yang baik, tentunya warga sekitar sudah
mulai merasakan dampak positif yang diterimanya. Lokasi tempat PLTMH Sumber
Maron dibangun, saat ini dimanfaatkan sebagai tempat wisata pemandian, tempat
bersantai. Warga setempat pun memperoleh peningkatan pendapatan dengan
memanfaatkan lahan sebagai tempat usaha mulai dari tempat parkir kendaraan
pengunjung hingga tempat berjualan makanan. Tak hanya itu, saat ini sudah ada
perkembangan di bidang usaha perusahaan batu bata sekitar 60 pengusaha.
Saat ini sedang disusun rencana pembangunan PLTMH Sumber
Maron II. Peran serta Universitas Muhammadiyah Malang dalam melakukan studi
kelayakan masih sangat membantu. Bahkan dari informasi yang diperoleh sudah ada
sekitar 1000 pelanggan yang menunggu untuk menjadi pelanggan air bersih ini.
Dari tujuan utama yang hanya fokus untuk mengatasi
permasalahan dibidang kesehatan, tanpa disadari warga setempat, ternyata mampu mendorong
pertumbuhan ekonominya. Bupati Malang pun sudah mulai mendorong wilayah lain
untuk mencontoh program di Desa Karangsuko. Bahkan Bapak Sayid diminta untuk
mereplikasi dilokasi lain. (VA)
Wednesday, December 10, 2014
Irtama Bappenas Gelar Sosialisasi Penguatan Integritas Anti Korupsi
Dalam rangka pemberantasan korupsi di lingkungan birokrasi, Inspektur Utama Bappenas, Slamet Soedarsono, menggelar sosialisasi Inpres Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Ruang SG 4, Kementerian Perencanaan Pembangunan, Jum'at (5/12). Hadir dalam pertemuan tersebut perwakilan Kemenpan RB, Inspektorat bidang investasi Kementerian Keuangan, IBAU dan seluruh PPK di Bappenas. "Tindak korupsi dapat diminimalisir dengan melakukan mitigasi, yaitu dengan membuat perencanaan yang baik," ungkap Slamet. Sosialisasi ini dilakukan sebagai langkah awal strategi pencegahan dan pelaksanaan peran role model pengembangan budaya kerja yang tak lain bertujuan untuk menguatkan Integritas Program Anti-Korupsi.
Laporan dari IBAU menyatakan bahwa hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan temuan di Bappenas paling rendah bila dibandingkan dengan K/L lainnya. "Selain itu, proses penyelesaian temuan audit dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif sangat cepat bila dibanding K/L lainnya," pungkas Daryanto. Proses penyelesaian temuan audit yang cepat tersebut didukung oleh sikap responsif Bappenas dimana tercermin dalam upaya-upaya yang dilakukan IBAU dalam membantu auditor menyediakan data-data yang diperlukan. Bahkan, saat ini Bappenas telah menerapkan continuous audit, satu sistem audit yang dilakukan setiap saat dengan bantuan IT.
Pertemuan kebijakan reformasi birokrasi ini turut dihadiri oleh Didit Nurdiatmoko, Asdep Kemenpan RB, yang menyampaikan bahwa dalam mendorong reformasi birokrasi perlu dibentuk "agen perubahan" di masing-masing K/L. "Seorang agen perubahan harus memiliki kapasitas dan integritas yang baik, serta kinerja yang tinggi," ujar Didit. Adapun proses pengangkatan agen perubahan harus dilalui melalui 3 tahapan, yaitu penjaringan oleh pimpinan unit kerja, penilaian oleh tim Reformasi Birokrasi Internal, dan penetapan secara formal melalui SK. Kelak, agen perubahan diharapkan dapat berperan sebagai katalis, penggerak perubahan, pemberi solusi, mediator dan teladan di lingkungan birokrasi.
"Pemantauan proses reformasi birokrasi perlu didukung melalui monitoring dan evaluasi (monev) terhadap substansi, mekanisme audit dan pelaku audit guna mengukur efektifitas keberhasilannya," ungkap Slamet. (ARB/RA)
Friday, December 5, 2014
Nusa Dua, Saksi Tonggak Terbentuknya FP4I
NUSA DUA BALI tidak hanya diramaikan oleh penyelenggaraan Musyawarah Nasional ke-IX Partai Golkar, tetapi di waktu yang bersamaan pada Kamis, 4 Desember 2014, MCA-Indonesia bersama dengan LKPP turut menyelenggarakan sebuah acara bertajuk FGD I inisiasi pembentukan Komunitas Perempuan Petugas Pengadaan Pemerintah Indonesia. FGD ini melibatkan 22 perempuan perwakilan yang merupakan gabungan dari ULP Tahap 1 dan ULP tambahan yang diusulkan dari hasil Survei Gender di NTB dan Hermitage- Jakarta. “Pertemuan ini merupakan follow up dari lokakarya gender yang telah dilakukan sebelumnya,” ungkap Direktur Ad Interim SGA MCA-Indonesia, Lastyo Lukito.
Hasil gender survey yang menunjukkan beberapa isu seperti kurangnya akses dan partisipasi perempuan sebagai pengambil kebijakan, kurangnya keterlibatan perempuan dalam Panitia Pengadaan Pemerintah, dan masih kentalnya budaya patriarki pada daerah tertentu telah mendorong MCA-Indonesia dan LKPP untuk menggagas terbentuknya sebuah komunitas yang saat ini disebut ‘Women’s Circle’, yakni Komunitas Perempuan Petugas Pengadaan Pemerintah, yang setelahnya pemilihan kata ‘Komunitas’ diganti dengan kata ‘Forum’ dan kata 'Petugas' diganti dengan kata 'Pelaksana' sesuai hasil kesepakatan para peserta FGD.
Konsultan Gender MCA-Indonesia, Sartiah Yusran yang merangkap sebagai fasilitator membagi 22 peserta FGD ke dalam 3 kelompok, dimana tiap-tiap kelompok mempunyai tugas yang berbeda. Kelompok 1 (terdiri dari 8 peserta) bertugas mendiskusikan tentang pentingnya pembentukan komunitas perempuan pelaksana pengadaan sebagai forum dialog secara berkala dan berkelanjutan untuk penguatan perempuan petugas pengadaan pemerintah. Adapun, Kelompok 2 (terdiri dari 7 peserta) bertugas mendiskusikan tentang formulasi visi, misi, bentuk, arah dan kegiatan komunitas perempuan profesional pengadaan pemerintah ke depan. Dan terakhir, Kelompok 3 (terdiri dari 7 peserta) bertugas mendiskusikan tentang kebutuhan perempuan pelaksana pengadaan terhadap komunitas Women's Circle.
Setelah diskusi selesai, masing-masing kelompok diminta untuk menunjuk 2 anggotanya menjadi Tim Perumus yang berperan sebagai inisiator sekaligus pendukung program dengan kesepakatan utama, yaitu Forum Perempuan Pelaksana Pengadaan Indonesia atau FP4I harus segera dibentuk sebagai aksi nyata untuk mewujudkan peningkatan pemberdayaan perempuan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang berkeadilan gender.
Kegiatan FGD I ditutup dengan penandatanganan Piagam Inisiasi Pembentukan FP4I oleh seluruh peserta sebagai komitmen dan dukungan mereka dalam rangka upaya peningkatan pelayanan pengadaan barang/jasa pemerintah yang berkeadilan gender. Adapun FGD II dan III dijadwalkan akan dilaksanakan pada 11 Desember di Kota Makassar dan 15 Desember di Ibukota Jakarta.
"Kami menargetkan pada Maret 2015 akan me-launch Lokakarya Nasional yang salah satu targetnya menjadikan FP4I sebagai wadah formal peningkatan kapasitas perempuan dalam pelayanan pengadaan barang/jasa pemerintah," tutup Lastyo. (RA/DP/WP)
Sang Putri Menunggu Lamaran
Tidak
perlu membayangkan secantik apa, karena “Sang Putri” yang dimaksud adalah
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Kota Surakarta. Nama Putri Cempo
diambil karena di kawasan tersebut terdapat situs pemakaman Putri Cempo.
Sayangnya, keadaan makam Putri Cempo kurang terawat. Setali tiga uang dengan pengelolaan
sampah TPA Putri Cempo.
Menempati
lahan seluas 17 Ha, kawasan TPA Putri Cempo yang mulai beroperasi sejak 1987
diperkirakan secara teknis hanya akan bertahan sampai dengan tahun 2002.
Nyatanya, sampai dengan saat ini setiap hari TPA Putri Cempo masih harus
merelakan lahannya menjadi pembuangan akhir berpuluh-puluh truk sampah warga
Kota Surakarta. Alhasil, lahan yang semula berjurang berubah menjadi berbukit, tentunya
bukit sampah.
Tidak
berbeda dengan keadaan TPA pada umumnya, sejauh mata memandang hanyalah bukit
sampah yang dipenuhi lalat dan bau tak sedap. Maklum, rencana untuk mengelola
sampah dengan menggunakan sistem sanitary
landfill gagal berlanjut. Jadilah
sampah ditimbun begitu saja dengan sistem open
dumping. Lagi-lagi, masalah pendanaan yang menjadi kendala.
Akan
tetapi Pemerintah Kota Surakarta tak kenal menyerah untuk memperbaiki keadaan. Sejak
jaman walikota masih dijabat Joko Widodo, berbagai upaya dilakukan untuk
menggaet swasta agar turut mengelola TPA. Hasilnya masih nihil sehingga ancaman
TPA Putri Cempo mengalami overcapacity
menjadi semakin nyata. Dan itu berarti, Pemerintah Kota Surakarta harus bersiap
menghadapi permasalahan yang tidak kalah rumit: mencari lahan baru sebagai TPA
pengganti.
Harapan
kembali muncul seiring kajian yang dilakukan Bappenas pada tahun 2013. Kesimpulan
kajian meekomendasikan pengelolaan sampah di TPA Putri Cempo diarahkan menjadi
pembangkit tenaga listrik dengan sistem insinerasi. Menggunakan sistem ini, listrik
akan dihasilkan dari pembakaran sampah di tungku yang dimanfaatkan untuk mendidihkan
air menjadi uap sebagai penggerak turbin dan menghasilkan daya pada generator
listrik. Jika hal itu terwujud, berbekal timbulan sampah sekitar 300 Ton/hari
ditambah tumpukan sampah lama yang memenuhi TPA Putri Cempo, maka dapat dihasilkan
listrik sebesar 6,5 megawatt per jam (MWh).
Pemerintah
Kota Surakarta segera menyambut gagasan tersebut. Lelang pengelolaan sampah pun
digelar pada awal tahun 2014. Hasilnya, karena sepi peminat lelang
dinyatakan gagal. Kebijakan no tipping
fee yang ditawarkan Pemerintah Kota Surakarta kepada swasta dituding
sebagai penyebab kegagalan. Selama ini, pengelolaan sampah menggunakan sistem tipping fee, yaitu biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk pengelola sampah. Angkanya dihitung berdasarkan jumlah tonase sampah yang dikelola. Jika menggunakan sistem no tipping fee, berarti Pemerintah Kota Surakarta tidak mengeluarkan pembayaran sepeser pun kepada pihak swasta yang akan mengelola TPA Putri Cempo.
Gagal
lelang tidak menjadikan Pemerintah Kota Surakarta bergeming. Lelang kembali
digelar menjelang akhir 2014. Tawaran yang diberikan kepada swasta tidak
berubah, tetap no tipping fee. Pemerintah Kota
Surakarta masih berkeyakinan proses lelang akan menghasilkan pemenang. Artinya,
sistem no tipping fee juga menarik bagi sektor swasta untuk terlibat
dalam pemanfaatan sampah menjadi pembangkit listrik. Beberapa alasan menjadi
landasan keyakinan itu.
Pertama, faktor keamanan Kota Surakarta
yang cukup kondusif akan menjadi daya tarik wilayah untuk mengundang investasi
sektor swasta. Kedua, faktor kepemimpinan di Kota Surakarta yang telah
berpengalaman memindahkan (relokasi) aktifitas masyarakat ke lokasi baru dengan
tanpa gejolak sangat mendukung iklim investasi yang sehat. Ketiga, meskipun
tanpa fee dari pemerintah, sektor swasta dapat menjadikan pemanfaatan
sampah untuk pembangkit listrik di Kota Surakarta sebagai bukti kehandalan
teknologi yang dimiliki. Jika berhasil, maka akan menjadi sarana promosi yang
efektif untuk dapat melakukan ekspansi pasar, mereplikasi teknologi ke kota/kabupaten
lain di seluruh Indonesia. Keempat, Pemerintah Kota Surakarta juga akan
memberikan hak kepada pemenang lelang untuk mengelola lahan TPA untuk
pemanfaatan lain, misalnya pembangunan jalur motor cros, dan lain
sebagainya sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku. Kelima, listrik
yang dihasilkan dapat langsung dinegosiasikan untuk dijual ke PLN mengingat
jaringan listrik tegangan tinggi melintas di kawasan TPA Putri Cempo.
Sejauh
ini proses berjalan cukup baik. Setidaknya, tiga konsorsium perusahaan telah
menyatakan minat. Memang, proses untuk menghasilkan pemenang lelang belum
selesai. Sang
Putri masih harus menunggu proses lamaran. Semoga kali ini berjodoh.
@pakarbain
Subscribe to:
Posts (Atom)