Lukita D. Tuwo |
Menyadari waktu
yang tersisa untuk penyaluran hibah hanya sampai 1 April 2018, MCA-Indonesia
langsung menggeber dengan kecepatan
tinggi. Bertempat di Jakarta, pada tanggal 3 Februari 2015 digelar Pre-Submission Meeting dengan mengundang
lebih dari 100 perusahaan swasta yang bergerak dalam pengembangan energi
terbarukan. Kegiatan dikemas sebagai ajang sosialisasi sekaligus penjelasan mekanisme
pengajuan proposal untuk dapat memperoleh hibah energi terbarukan.
Meskipun ditujukan
untuk sektor swasta, MCA-Indonesia tetap menjaga komitmen bahwa penyaluran Hibah
kemakmuran Hijau harus selaras dengan tujuan Program Compact untuk mengurangi
kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut sejalan dengan desain
proyek dan fasilitas pembiayaan hibah yang dikembangkan MCA-Indonesia. “Pada
saat negosiasi proyek dengan pihak MCC, Bappenas memutuskan penggunaan Hibah
MCC tidak untuk mendanai satu proyek besar, tetapi untuk memfasilitas
pengembangan energi terbarukan skala menengah, kecil, hingga komunitas”, ujar
Lukita D. Tuwo, yang pada saat negosiasi menjabat sebagai Wakil Menteri
PPN/Wakil Kepala Bappenas. Pilihan satu proyek besar sebagaimana Hibah MCC di
negara-negara lain memang lebih mudah dikelola. Akan tetapi Pemerintah
Indonesia memilih menggunakan Hibah MCC bukan hanya sekadar untuk membangun
infrastruktur, lebih dari itu harus memberikan manfaat yang luas bagi
masyarakat sekitar.
Oleh karena itu,
Lukita menegaskan bahwa sektor swasta yang berminat harus memiliki komitmen
yang sama untuk berkontribusi menurunkan kemiskinan. Salah satunya, skema ini
mensyaratkan keharusan penerima hibah untuk menyalurkan sebagaian hasil
penjualan listrik ke masyarakat sekitar dalam bentuk pendanaan program
pemberdayaan. Jika demikian, maka yang menjadi target penerima hibah ini adalah
sektor swasta yang memang serius berbisnis di sektor energi, bukan yang hanya
punya kemampuan jual perijinan ketenagalistrikan.
Ruang Meeting Balai Kartini |
Suasana Rapat Di Balai Kartini |
No comments:
Post a Comment