Menurut
kamus Besar Bahasa Indonesia, arisan atau /aris·an/ adalah “kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang
bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk
menentukan siapa yg memperolehnya, undian dilaksanakan di sebuah pertemuan
secara berkala sampai semua anggota memperolehnya”. Kelompok orang yang melakukan undian tersebut bisa jadi sesama anggota keluarga, bisa juga rekan sejawat kantor, teman sepermainan saat sekolah, teman sedaerah dan banyak lagi lingkaran sosial lainnya.
Hingga
saat ini, belum dapat ditelusuri siapa yang pertama kali mencetuskan sistem
seperti ini dan kapan sistem ini mulai dipergunakan. Konon, bangsa Cina telah
menggunakan konsep arisan secara umum sejak lebih dari seribu tahun lalu. Saat
pedagang Cina berlayar ke Indonesia dan melakukan transaksi perdagangan,
terjadilah akulturasi budaya sehingga konsep arisan tersebut berkembang sesuai
dengan kebudayaan Indonesia. Petani di pulau Jawa juga mengenal istilah
jimpitan. Jimpitan berasal dari bahasa Jawa ‘Jimpit’ yang berarti pungutan.
Dimulai dari tradisi iuran beras dari setiap rumah tangga di masyarakat Jawa.
Beras yang awalnya ‘sejimpit’ dikumpulkan menjadi bukit, yang pada akhirnya
akan diberikan secara giliran pada warga yang membutuhkan. Tradisi ini masih
berlangsung hingga sekarang. Pada zaman modern dan seiring berkembangnya
kegiatan perekonomian, tradisi ini diadaptasi sehingga menjadi sistem arisan
yang dikenal saat ini.
Arisan
uang adalah arisan paling popular bagi masyarakat Indonesia. Setiap anggota
kelompok atau komunitas peserta menyepakati nominal uang yang disetorkan lalu diundi
secara berkala. Semua peserta arisan mendapat nilai dan hak yang sama,
kewajiban yang sama dan semua juga harus
setuju dengan hasil undian atau ’kocokan’. Berbagai kelompok masyarakat juga
menyelenggarakan arisan barang. Dengan sistem iuran yang sama, peserta arisan
bukan mendapatkan uang tunai, akan tetapi mendapatkan barang yang sesuai yang
disepakati. Pada umumnya yang diundi adalah perlengkapan rumah tangga seperti
panci, kompor gas, peralatan makan dan sebagainya. Selama semua anggota
kelompok arisan menyetujui, apa saja bisa diundi dan menjadi ‘bahan arisan’.
Ya, apa saja termasuk teman kencan. Terdapat fenomena sosial di kota-kota metropolis
dimana arisan menjadi ajang kumpul para wanita kaya untuk memamerkan harta dan
status sosial, dengan undian yang cenderung mengarah ke penyimpangan. Alih-alih
uang atau barang, pria muda berpenampilan menarik yang kerap disebut ‘berondong’
menjadi bahan undian dan hadiah. ‘Arisan Berondong’ ini umumnya diselenggarakan
oleh para wanita berusia diatas 40 tahun yang tentunya tidak memiliki masalah
dengan keuangan. Mereka rela mengeluarkan uang berjuta-juta rupiah asalkan
keinginannya terpenuhi.
Terlepas
dari semua bumbu kegiatan arisan seperti ‘arisan berondong’ atau ditipu bandar
arisan yang kabur, masyarakat Indonesia menganggap arisan adalah salah satu
sistem perekonomian yang mengedepankan prinsip gotong royong, keterbukaan dan
kekeluargaan. Seperti norma pada kegiatan jimpitan, masyarakat Indonesia masih
ada yang percaya bahwa permasalahan kebutuhan jika dirembukan bersama-sama akan
ada jalan keluarnya. Jika dilaksanakan dengan serius dan bijaksana, kebutuhan
keuangan ataupun keperluan lainnya bisa terbantu dengan arisan. Manfaat bagi tiap peserta juga
berbeda-beda tergantung kebutuhan. Ada yang menganggap arisan adalah bagian
dari menabung, jika dapat giliran dimanfaatkan untuk kebutuhan rekreasi. Ada
juga yang memperlakukan arisan untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, biaya
darurat atau bahkan sebagai tabungan dana pendidikan.
Pada
hakekatnya, arisan mengajarkan untuk berdisiplin dalam menyisihkan uang,
bertanggungjawab terhadap kewajiban untuk iuran serta menjalin komunikasi dan
tali silaturahmi dengan sesama peserta. Dan yang paling penting, arisan harus
dikelola secara terbuka dan transparan agar tidak ada pihak yang merasa
dirugikan. Sekali lagi, kata-kata kuncinya adalah ‘komunikasi’ dan ‘kebersamaan’.
-temawt
*dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment