Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek yang dimiliki Program Compact berkontribusi dalam mendukung Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan atau yang lebih dikenal dengan Gerakan 1000 HPK. Rencana kerja yang disusun dalam Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek dinilai memiliki tujuan yang sama dalam upaya percepatan perbaikan gizi. Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kebudayaan Bappenas yang juga menjabat sebagai Alternate Ketua Majelis Wali Amanat MCA-Indonesia, Nina Sardjunani dalam kunjungan kerjanya di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memberikan advokasi mengenai pentingnya Gerakan 1000 HPK yang dapat mencegah anak tumbuh pendek (stunting). Turut dalam rombongan Prof. Soekirman, SKM, MPS-ID, PhD (Presiden Koalisi Fortifikasi Indonesia), Prof. DR. Dr. Abdul Razak Thaha, MSc (Pakar Gizi Universitas Hasanuddin), Dr. Arum Atmawikarta (Secretary Executive MDGs Nasional), Dr. Sunarno Ranu (Secretary Executive Proyek Fortifikasi Beras), J.W Saputro dan Dr. Minarto (MCA-Indonesia), Bappenas dan World Bank.
Acara yang digelar di Hotel Swiss-Bellin Kristal Kupang, Kamis (17/07/2014) dihadiri oleh stakeholder setempat antara lain Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Universitas Nusa Cendana, Politeknik Kesehatan dan Universitas Hasanuddin. Program yang digagas pemerintah ini mengamanatkan pendekatan perbaikan gizi melalui intervensi spesifik dan sensitif fokus pada 1000 Hari Pertama Kehidupan dengan melibatkan kerjasama pemerintah pusat dan pemerintah daerah, perguruan tinggi, organisasi profesi, dunia usaha, dan lembaga kemasyarakatan.
Masalah stunting di NTT bukan merupakan hal yang baru. Tercatat 50% anak-anak dalam masa pertumbuhan menderita stunting. Hal ini membuat NTT menjadi penyumbang stunting tertinggi di Indonesia. Kenyataan tersebut akan berdampak buruk bagi daya saing sumber daya manusia NTT ke depan. Anak-anak dengan pertumbuhan yang tidak maksimal, dipastikan akan mempunyai kinerja otak yang lemah. “20 tahun dari sekarang, NTT akan diisi oleh anak-anak yang tidak pandai secara kognitif” tegas Nina. Pemerintah sangat serius memperhatikan hal ini sehingga menerbitkan Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Berbekal kemauan keras dari pemerintah pusat, aparat Pemerintah Daerah NTT dan seluruh elemen pendukungnya diajak untuk membentuk gugus tugas dalam upaya mengatasi persoalan kesehatan yang semakin mengkhawatirkan.
Upaya untuk mengatasi stunting di NTT sudah banyak dilakukan. Tak hanya pemerintah daerah, campur tangan pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, universitas dan swasta pun tak juga mengkatrol tingkat kesehatan masyarakat. Hal ini diakui Kepala Bappeda Propinsi NTT, Wayan Darmawa karena kurangnya sinergisitas sebagai bentuk ego sektoral yang kental. “Kerjasama antar elemen masih kurang, masing-masing bekerja sendiri sehingga dampak pembangunan tidak siginifikan” kata Wayan. Wayan berharap, dengan adanya Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek di NTT, akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia ke depan. “Semoga NTT dapat memberikan kontribusi yang baik dalam pencapaian MDGs dan pembangunan Indonesia” ucap Wayan.
Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek memiliki tujuan memperbaiki kapasitas sektor kesehatan untuk mengurangi dan mencegah berat badan kurang saat kelahiran, anak pendek dan anak kurang gizi dengan memanfaatkan hibah sebesar USD 129,5 juta. Dalam implementasinya, proyek ini akan melakukan tiga kegiatan yang sangat menunjang Gerakan 1000 HPK, antara lain menyalurkan hibah untuk masyarakat dan bantuan teknis parisipatif kepada masyarakat (demand side), mendanai pelatihan bagi penyedia jasa serta intervensi sektor swasta (supply side) dan komunikasi penjangkauan masyarakat, pengelolaan proyek, pemantauan dan evaluasi. (LM)
No comments:
Post a Comment